💖
💖
Nania menjatuhkan helm yang baru saja dia ambil dari tempat penyimpanan saat menerima kabar buruk dari rumah.
"Tolong gantikan aku mengantar makan siangnya Pak Daryl!" Dia menyerahkan bungkusan kepada Nindy.
"Kenapa?"
"Aku harus pulang. Ayahku …." Dia tak menyelesaikan kalimatnya.
Nania segera berlari keluar, lalu menyalakan motor matic yang biasa dipakainya untuk mengantar makanan. Dan tanpa berpikir panjang gadis itu segera tancap gas menuju rumah.
Dia tak membutuhkan waktu lama untuk sampai, karena lalu lintas pada siang itu tidak terlalu padat.
Dari kejauhan dia sudah melihat kerumunan orang di depan rumahnya, membuat perasaannya tidak enak.
Nania segera menghentikan laju motornya, lalu setengah melompat turun kemudian berlari.
"Ayah!" Dia berteriak.
Dan benar saja apa yang ditakutkannya selama ini. Pria itu sudah terbujur kaku di tengah ruangan berukuran 4x4 meter tersebut. Matanya terpejam erat seolah dia tengah tertidur lelap namun dadanya tak bergerak sama sekali seperti yang selalu Nania lihat.
Beberapa orang tetangga menahannya di depan pintu untuk menenangkannya. Namun itu malah membuatnya histeris.
"Nggak mungkin! Ayah!" teriaknya lagi.
"Sabar Nak! Sabar! Ayahmu sudah tidak akan merasa sakit lagi, dia sudah tenang." seorang perempuan tua memeluknya.
"Nggak mau! Nggak mungkin! Ayah nggak mungkin tega sama aku!" Gadis itu meronta.
"Ayah! Jangan tinggalin aku!!" Dia berusaha melepaskan diri.
"Tabahkan hatimu, Nak! Kasihan ayahmu."
"Aku nggak mau! Ayah nggak mungkin tega ninggalin aku!! Tadi pagi masih makan sama aku!!"
Wajahnya begitu pucat namun kali ini dia tampak tenang.
"Maafkan Bibi, kami menemukannya sudah seperti ini." ucap perempuan itu sebelum akhirnya Nania jatuh tak sadarkan diri.
***
"Cium dulu ayahnya, Nak sebelum kain kafannya ditutup. Tapi air matanya jangan sampai jatuh ya?" Seorang pemuka agama berucap padanya.
Nania segera maju dengan mati-matian menahan tangis. Dadanya terasa begitu sesak dan tubuhnya benar-benar sakit. Menatap cinta pertamanya yang kini telah tiada.
Dia pria yang menjadi penyemangatnya selama ini. Pelipur lara dan penghibur dikala duka malah meninggalkannya. Disaat dirinya tengah berjuang untuk kesembuhannya.
Sang ayah rupanya tidak mampu bertahan setelah tiga tahun mengidap hepatitis dan mereka hanya berjuang berdua untuk mengatasinya.
"Yang kuat Sayang." Perempuan tua yang mendampinginya mencoba menguatkan.
Nania mendekat, dan dengan segala upaya dia menelan kepiluan di dada. Menatap wajah sang ayah lalu mencium keningnya untuk yang terakhir kalinya.
Selamat jalan Yah, aku mencintai Ayah. Terima kasih karena sudah menjadi ayah yang hebat untukku. Surga menanti ayah. Bisiknya dalam hati.
Lalu mereka menariknya untuk menghindarkan tangisan yang kembali pecah. Dan beberapa orang ibu di belakang kembali memeluknya.
***
Langit mendung menjadi pengiring kepergian pria itu untuk selama-lamanya. Di sana, di pembaringan terakhirnya yang telah tertutup rapat bertabur bunga.
Nania meneruskan tangisnya yang sepertinya enggan untuk berhenti. Entah seberapa keras dia menahan, namun air mata terus mengalir.
Hingga akhirnya beberapa orang menariknya untuk pulang setelah dengan susah payah membujuknya.
Nania tertegun ketika mereka tiba di rumah. Mendapati tamu yang tak diduga sudah menunggu.
"Ibu?" gumamnya saat dia mengenali orang-orang itu.
"Oh, … ibu turut berduka cita." ucap perempuan itu dan dia menghambur untuk memeluk putrinya.
Tangis Nania kembali pecah, dan dia memeluk tubuh sang ibu dengan erat. Sudah lama sekali sejak terakhir mereka bertemu beberapa bulan yang lalu, dan ini pertama kalinya perempuan itu memeluknya.
"Ayah berpesan, kalau aku nggak boleh pergi dari sini, Bu." Mereka berkumpul di ruang tamu.
Malam sudah larut dan para pelayat sudah pergi.
"Kamu sendirian di sini, apa itu tidak bahaya?" Mirna membereskan amplop yang selesai mereka buka dan memasukkan uang takziah ke dalam sebuah bungkusan.
Dia dan suaminya sengaja menginap untuk menemani Nania.
"Di sini aman, Bu. Tetangga Nia baik. Mereka juga yang membantu menjaga ayah kalau Nia kerja."
"Kamu ini anak ibu! Kalau ibu bilang ikut ya ikut. Menurut kenapa sih? Ayahmu sudah tidak ada dan hanya ibu yang kamu punya!" Perempuan itu meninggikan suaranya.
"Nania! Dengar tidak?" katanya lagi.
"De-dengar, Bu."
"Sekarang bereskan bajumu, kita pergi besok pagi!" ucap sang ibu lagi.
"Tapi Bu, ini bahkan belum seminggu ayah meninggal." Nania menunduk, tidak berani menatap wajah ibunya.
"Memangnya apa yang mau kamu tunggui? Ayahmu tidak akan kembali dan kamu akan tetap sendiri."
"Se nggaknya, Nia mau mendoakan ayah sampai hari ke tujuh. Seperti orang-orang."
"Tidak perlu! Itu tidak berguna, dan tidak ada anjurannya juga di agama kita. Untuk apa kamu melakukan hal yang tidak berguna seperti itu?"
"Tapi Bu? Sayang rumah ini kalau Nia pergi. Nanti gimana kalau …."
"Kita jual saja. Dan kamu bisa tinggal dengan ibu."
"Dijual?" Nania terhenyak.
"Ya. Nanti kita hubungi pembeinya. Sekarang, cepat bereskan pakaianmu dan tidur!"
Nania tertegun. Entah mengapa dia tidak bisa menolak ucapan ibunya. Hal tersebut memang selalu terjadi setiap kali mereka bertemu.
"Nania?"
"I-iya Bu." Gadis itu segera masuk ke dalam kamarnya dan melakukan apa yang ibunya perintahkan.
Sementara diluar kamar dua orang tersebut tertawa kegirangan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Maafkan Nia Bi, kalau sering merepotkan?" Dia berpamitan kepada tetangga yang selama bertahun-tahun hidup bersama.
"Kenapa harus pindah? Ayahmu baru meninggal kemarin, Nak?" Sang tetangga memeluknya dengan bercucuran air mata.
"Iya, kami khawatir kalau meninggalkannya sendirian di sini." Mirna menyahut dari belakang putrinya.
"Padahal dia aman di sini, Bu. Kami sudah menganggapnya seperti anak sendiri."
"Tetap saja, saya merasa khawatir." jawab Mirna, seramah mungkin.
"Tapi kenapa juga rumahnya harus dijual? Kan sayang?" Perempuan berkerudung itu melirik ke arah rumah sederhana milik Nania dan ayahnya yang sudah dipasangi spanduk bertuliskan dijual.
"Nania tidak akan kembali lagi kesini, Bu. Dan dia butuh untuk melanjutkan sekolah." jawab Mirna lagi.
"Begitu?" Sang tetangga menatap wajah sendu Nania.
"Iya, kami permisi?" Lalu Mirna segera menarik putrinya pergi.
***
Nania menatap rumah sederhana itu dalam diam. Akhirnya dia harus kembali ke tempat tersebut setelah bertahun-tahun pergi mengikuti sang ayah setelah perceraian kedua orang tuanya.
Tepatnya, sang ibu yang menyerahkannya kepada pria itu untuk di asuh karena dia merasa tidak sanggup mengasuh dua anak dalam keadaan menjanda.
Seorang pria muda yang lebih tua darinya keluar dari dalam rumah. Dengan penampilan urakan seperti biasa. Mengenakan celana dan jaket jeans robek-robek dengan sebatang rokok menyala di mulutnya.
"Balik juga lu?" katanya kepada Nania.
"Bu, minta duit dong. Sandi mau nongkrong." dia menengadahkan tangan kepada ibunya.
"Nongkrong terus kerjaan kamu?" Mirna berujar, tapi tak urung juga dia memberikan beberapa lembar uang kepada anak pertamanya itu.
"Widihhhh, banyak duit nih?" Sandi mengintip ke dalam tas sang ibu, dan dia menemukan segepok uang dengan nominal yang cukup banyak untuk ukuran mereka.
"Nggak sopan! Sana pergi!" Mirna menepuk kepalanya.
Sandi tertawa, lalu dia pergi dengan motornya yang berisik.
"Nania?" Kemudian seorang perempuan tua lainnya muncul, dan inilah yang membuat Nania sedikit tersenyum.
"Nenek?" katanya seraya meghambur ke pelukan neneknya.
"Ayah udah nggak ada Nek." adunya, dan dia kembali terisak.
"Yang sabar, Nak. Tidak apa-apa. Kamu pasti kuat." katanya, menguatkan.
"Ayo masuk?" Sang nenek menariknya ke dalam rumah.
Sebuah kamar yang tidak terlalu besar terletak tepat di bawah tangga. Yang Nania ketahui sebagai kamar neneknya.
"Kamu tidur dengan Nenek ya?" Perempuan itu berujar.
Nania tertegun sebentar. Namun kemudian dia menganggukkan kepala.
Memangnya apa yang dia harapkan? Ibunya tentu saja tidak akan menyiapkan hal khusus untuknya. Tapi ini lebih baik dari pada tidur di tengah rumah dengan orang asing yang setiap waktu akan berkeliaran. Begitu pikirnya.
💖
💖
💖
Bersambung ....
Udah tiga nih gaess. Hadiahnya mana?"😂😂😂
Meet Nanianya Pak Daryl
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
mama kennand
gimana daryl ga klepek" coba Nania imut gitu 😘😘😘
2023-07-20
1
May Keisya
pasti ga baik2 aja
2023-06-07
1
Maaaaaak"utun"..nie🍉
akoeeh mmpir lgi ah🤭🤭🤭
2023-04-05
2