💖
💖
Nania kembali menutup pintu. Ini sudah ke tiga kalinya dia memeriksa dan memastikan keadaan aman. Lampu ruang tengah sudah dimatikan dan kamar-kamar lain pun sudah tertutup rapat.
Motor milik Sandi bahkan sudah terparkir di teras dan itu artinya sang kakak berada di kamarnya. Itu bagus karena memperkecil kemungkinan dirinya akan ditemukan di jalan.
Nania menarik dan menghembuskan napasnya pelan-pelan.
"Aman Nna?" Nenek berbisik.
"Kayaknya iya." Nania balik berbisik.
"Pergilah selagi mereka tidur. Besok pagi Nenek akan jawab tidak tahu kalau ibumu bertanya."
"Nenek yakin ibu nggak akan apa-apain Nenek?" Sekali lagi Nania memastikan.
"Yakin. Pergilah."
Nania segera menghambur untuk memeluk sang nenek.
"Aku janji setiap hari kalau keadaan aman akan lihat nenek ke sini. Dan setelah aku mampu, aku akan bawa nenek pergi."
Sang nenek menganggukkan kepala.
Nania meraih tas berisi pakaian miliknya. Hanya sebuah ransel berukuran sedang yang dia bawa dari rumah ayahnya.
"Hati-hati, Nduk." ucap Nenek sebelum sang cucu menutup pintu.
Nania harus menguatkan hati dan membulatkan tekad. Ini kesempatannya untuk melepaskan diri, karena jika bukan malam ini, lantas kapam? Karena keadaannya semakin-hari menjadi semakin buruk saja.
Ibunya semakin tidak puas sementara yang lainnya semakin tidak terkendali. Dia tak mau selamanya terjebak di rumah itu bersama mereka yang tidak bisa menghargainya.
Setidaknya jika diluar rumah, dia bisa bertahan hidup dengan caranya sendiri.
Gadis itu menutup pintu pelan-pelan setelah menatap neneknya untuk beberapa saat. Meski dadanya begitu sesak karena dia akan meninggalkan perempuan tua itu di rumah tersebut, tapi dia mencoba untuk menguatkan hati.
Nenek tahu apa yang harus aku lakukan. Batinnya.
Susana memang sudah sangat sepi pada lewat tengah malam itu. Semua orang sepertinya sudah berada di peraduan mereka sehingga tak ada siapa pun diluar kamar. Dan Nania bisa dengan leluasa mengendap keluar.
Gadis itu membuka dan menutup pintu dengan sangat pelan dan hati-hati. Lalu berdiam diri sebentar untuk memindai keadaan. Dan setelah dirasa aman, maka dia segera berlari ke jalan.
Dengan ransel di punggung dan tas selempang miliknya, dia menembus malam yang gelap dan dingin. Menyusuri gang kecil padat penduduk tempatnya tinggal beberapa minggu belakangan.
Nania terus berlari menjauh menuju jalanan yang lebih terang dan lebih besar. Meski beberapa kali harus berhenti karena menabrak seseorang yang melintas, dia segera melanjutkan langkah.
Hingga akhirnya Nania tiba di jalanan kota dan dia berhenti di sebuah pemberhentian bus yang tidak terlalu dikenalnya.
Gadis itu menjatuhkan bokongnya di kursi besi untuk sekedar menarik napas seraya meraih ponsel di tas selempangnya.
Tangannya bergetar dan dia hampir menangis. Ini adalah hal paling mendebarkan yang pernah dia lakukan seumur hidup, dan demi keselamatannya, dia harus segera sampai di Amara's Love.
Notifikasi di ponselnya berbunyi saat pesanannya pada taksi online diterima driver. Membuat Nania merasa lega dan dia menunggu angkutan tersebut tiba.
Hingga setelah beberapa menit yang menegangkan, sebuah mobil berwarna putih pun berhenti di halte bus tempatnya menunggu.
Kaca mobil turun dan seorang driver menunduk untuk melihat.
"Mbak Nania?" tanya nya saat gadis itu bangkit dan memeriksa nomor polisi mobil tersebut seperti yang tertera di aplikasi.
"Ya." Nania segera masuk.
"Rutenya sesuai aplikasi Mbak?" Pria dibalik kemudi tersebut memastikan.
"Iya Pak." Nania menjawab.
"Baik." Lalu mobil pun melaju.
Hanya membutuhkan waktu kurang dari dua puluh menit untuk sampai di depan gedung Amara's love. Kedaan lalu lintas pada hampir dini hari itu memang sangat sepi dan alam pun sepertinya mendukung aksi melarikan dirinya pada saat itu, dan Nania benar-benar merasa lega setelah dia berada di dalam sana.
Cepat-cepat gadis itu mengunci pintu kembali dan merapatkan tirainya. Lalu dia berlari ke lantai atas yang ruangannya sudah dia rapikan pada sore sebelumnya.
Nania melempar ransel ke tempat tidur kemudian merapatkan punggungnya di belakang pintu yang sudah dia kunci. Lalu tubuhnya melorot di lantai, dan tangisnya pun pecah seketika. Dengan kedua tangan yang memeluk dirinya sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Hey, aku kira kau belum bangun?" Darren hampir saja mendorong pintu kamar Daryl ketika disaat yang bersamaan saudara kembarnya itu keluar.
"Aku ada pertemuan dengan pihak perusahaan minuman ringan untuk iklan mereka di majalah." Daryl merapikan jasnya yang tidak pernah dia kancingkan.
"Dengan penampilan seperti ini?" Darren mengarahkan ujung jarinya kepada sang kakak yang hanya mengenakan kaus panjanh berwarna biru sebagai pelapis jasnya. Dia berpenampilan casual seperti biasanya.
"Memangnya kenapa? Pertemuan ini juga tidak terlalu formal." jawab Daryl yang melenggang ke arah tangga.
"Sepatumu?" Sang adik menatap alas kaki yang dia gunakan.
"Tidak usah khawatir, aku sudah memperbanyak sepatu tanpa tali. Jadi kau tidak perlu membantuku lagi. Hahaha …." Daryl mengacungkan kakinya ke arah Darren sehingga sang adik bisa melihat apa yang dia kenakan.
"Serius?"
"Ya." Mereka menuruni tangga bersisian.
"Ah, kalian sudah turun rupanya? Baru Mama mau panggil ke atas." Sofia menyambut kedua putranya di bawah tangga.
"Apa kamu baik-baik saja? Semalam setelah pulang kerja kamu tidak turun lagi?" tanya Sofia kepada Daryl.
"Yes Mom."
"Sepertinya kegiatanmu di Fia's Secret agak santai sekarang ini? Kamu sering pulang lebih awal?"
"Pekerjaanku selesai dengan cepat. Lagi pula untuk apa bekerja terlalu keras kalau semuanya sudah bisa ditangani dengan santai?" Daryl menjawab.
Sofia tersenyum. Kemudian dia merangkul lengan sang anak seraya menariknya ke ruang makan.
"Tapi itu bagus. Kamu jadi lebih sering di rumah."
"Hmm …." Daryl hanya menggumam.
"Oh iya, semalam ada banyak barang datang dari toko. Apa kamu yang memesan?" Mereka memulai sarapan pada pagi itu.
"Sepatu dan pakaian?" Daryl menyahut.
"Sepertinya iya."
"Itu punyaku. Tolong nanti minta pegawai untuk membereskan ya? Keluarkan pakaian yang sudah ada sebelumnya, terutama kemeja yang banyak itu. Aku pusing melihatnya. Sepatunya juga."
"Kamu mengganti semua isi lemarimu?" Satria menyela.
"Ya."
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa." Dia menyesap kopinya yang masih mengepulkan uap tipis.
"Yang mau menikah Darren, yang belanja pakaian kamu." Sofia terkekeh.
"Memangnya yang belanja itu harus mau menikah dulu ya?" Sebelah alisnya tertarik ke atas.
"Tidak."
"Terus kenapa?"
"Tidak kenapa-kenapa." Sang ibu memberinya dua buah pancake di piring yang kemudian dia siram dengan madu dan ditaburi butiran kismis.
"Sekarang makanlah." katanya, kemudian dia kembali ke tempat duduknya.
"Sepertinya Nania kabur Pak?" Sebuah pesan masuk di ponsel Daryl, diikuti beberapa pesan lain termasuk foto.
"Semalam dia mengendap-endap keluar dari rumahnya dengan membawa ransel." Tampak foto nania yang keluar dari rumah kecil nan temaram itu.
Di punggungnya dia menggendong tas ransel dan sebuah tas selempang menggantung di pundak. Sementara kepalanya tertutup hoodie yang tentu dia kenal.
"Dia pergi ke mana?"
"Orang kita mengantarkannya ke Amara's Love, Pak." balasan dari seberang.
"Kau yakin?"
"Yakin Pak."
"Lalu setelah dari Amara's Love?"
"Dia tetap di sana."
"Benarkah?"
"Ya Pak. Semalaman orang kita menunggu di sana. Dan pagi ini dia membuka Amara's Love sendiri. Sepertinya Nania menginap."
Daryl menghembuskan napas pelan.
"Der?" Sofia memanggilnya beberapa kali.
"Yes Mom?" Pria itu mengalihkan perhatian dari ponselnya.
"Selesaikan sarapanmu dulu. Baru mengurus pekerjaan." ucap sang ibu yang sejak tadi memperhatikan.
"Umm …."
"Simpan dulu hapenya."
"Iya." Daryl pun mengikuti perkataan ibunya.
💖
💖
💖
Bersambung ...
Ayooo ... Habis ini mau ngapain Pak?😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
Iponk
knp kaburnya ga pagi2 aja nania, berangkat kerja trus ga usah pulang. klw mlm2..deg2an ni...
2023-11-06
1
Apa Aja
ya Allah ganteng nya anak orang
2023-02-17
4
♥(✿ฺ´∀`✿ฺ)Ukhti fillah (。♥‿♥。)
biarpun bgtu ttep keren ko darren
2023-02-03
3