💖
💖
Daryl melirik dari balik cangkir kopi yang tengah dia sesap. Mencoba mencari tahu lewat gerak-gerik Nania pada hari itu yang biasa saja seperti hari-hari lainnya.
"Sudah Pak." Gadis itu memastikan semuanya rapi seperti biasa.
"Hmm …." Lalu Daryl meletakkan cangkir kopinya.
"Kayaknya kalau mau makan siang jangan dulu minum kopi deh?" Diam-diam Nania memperhatikan.
"Kenapa? Aturan dari mana itu?" Pria itu menyahut.
"Ya nggak bagus aja, masa mau makan siang minum kopi dulu?"
Muncul seulas senyum di sudut bibir Daryl.
"Eh, kok ngelantur sih?" Nania berguma pelan sambil menepuk kepalanya sendiri.
"Umm … saya permisi Pak? Kedai pasti udah ramai." Lalu dia berpamitan.
"Hey Nania!"
"Ya Pak?" Gadis itu memutar tubuh.
"Lukamu sembuh?" Daryl mencari topik pembicaraan untuk membuatnya tinggal lebih lama.
Nania menyentuh sudut alisnya yang terluka.
"Udah mendingan, Pak." Lalu dia menjawab.
"Pipimu?" Pria itu bangkit dari duduknya.
Gadis itu pun menyentuh pipinya.
"Udah lebih baik dari pada kemarin." jawabnya lagi.
"Baguslah." Daryl mengangguk-anggukkan kepala, dan dia semakin mendekat.
Sementara Nania mundur ke belakang sampai dia tiba di dekat pintu, dan tangannya mampu meraih pegangan sehingga benda itu terbuka.
"Saya … permisi Pak?" katanya lagi, yang kemudian segera pergi. Sedangkan Daryl malah tertegun di tempatnya berdiri.
"Kenapa dia malah kabur? Aku kan mau minta nomer hape?" Pria itu yang baru saja mengeluarkan ponselnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ini saran beberapa menu yang aku pikir cocok sama konsep yang Mama Fia kasih tahu waktu itu." Amara menyodorkan kertas yang diisi dengan tulisan menu yang sudah dia susun sebelumnya.
"Nanti ada stahll sama beberapa desert pendamping, juga makanan tambahan lainnya." Dia membuka halaman berikutnya.
"Itu sih kalau Mama Fia sama Kak Kirana setuju. Tapi kalau misal ada ide lain juga boleh kok dimasukin."
Sofia dan Kirana melihat daftar-daftar tersebut.
"Bagaimana Ki? Kamu ada ide lain?"
"Umm … kalau Darren yang merekomendasikan sepertinya bagus?" Kirana menjawab. "Dan dari referensi beberapa orang juga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak setuju kan?"
"Kamu belum tahu saja seberapa terkenal makanan di sini, itu sebabnya kedai ini semakin terkenal setiap harinya." Sofia dengan bangganya.
"Ya, tapi seperti yang Ara bilang, kita juga bisa memasukannya ke daftar kalau misalnya ada ide lain?" ucap Sofia lagi.
"Saya sepertinya oke-oke saja, Bu."
"Benar?"
"Ya, rasanya ini sesuai dengan pestanya. Lagi pula tidak terlalu formal kan?"
"Baiklah kalau begitu." Mereka kembali beralih kepada Amara yang menunggu dengan sabar.
"Kamu sudah dengar sendiri kan?"
Amara menganggukkan kepala.
"Oke, soal makanan kita sudah sepakat ya?" Sofia meraih ponselnya yang tergeletak di meja.
"Bagaimana soal harga?"
Amara menunjuk jumlah yang tertera di kertas lainnya di belakang menu.
"Oke, Mama sudah transfer ya?" Beberapa saat kemudian perempuan itu memperlihatkan layar ponselnya.
"Duh? Dibayar langsung?" Amara bereaksi. "Mama nggak mau nego dulu gitu? Siapa tahu kemahalan?" Amara sedikit berkelakar.
"Tidak, sepertinya itu sepadan dengan yang kamu kerjakan." Sofia menjawab.
"Duh, jadi nggak enak."
"Kenapa tidak enak? Bukankah ini bagus? Biar kamu dan pegawai semangat kerjanya." Sofia mengerling.
"Oh, itu pasti." Mereka kemudian tertawa.
"Nah, habis ini kita ke mana?" Sofia membereskan ponsel dan barang lainnya.
"Kita ke butik untuk fitting pakaian?" Jawab Kirana yang melakukan hal sama.
"Kita menunggu Darren?"
"Sepertinya kita bertemu di sana saja, Bu. Darren sedang di luar kantor sekarang ini."
"Begitu?"
"Ya barusan mengirim pesan." Kirana menunjukkan layar ponselnya.
"Baik. Sebaiknya kita segera pergi sebelum Papi merasa bosan dengan Arfan di lapangan golf." Sofia pun bangkit dari kursinya, diikuti Kirana yang sedikit tertawa.
"Nah Ara, untuk seragam keluarga nanti Mama kirim pictnya dulu, kalau kamu setuju kita kirim ke rumah ya?"
"Oke Ma."
"Tadinya mau ajak kamu ke butik, tapi pasti tidak akan Galang izinkan."
"Umm … ya … Soal itu Kak Galang sedikit ketat."
"Hmm … Makanya."
Dan bersamaan dengan itu Nania masuk sekembalinya ia dari tugas mengantar makan siang Daryl.
"Selamat siang?" Gadis itu menyapa Sofia yang dikenalnya.
"Nania, apa kabar?" Sofia pun menjawab sapaannya.
"Baik Bu."
"Kamu kenapa?" Perempuan yang masih cantik di usia paruh bayanya itu mendekat. Melihat plester pada wajah dan memar di pipi gadis itu membuatnya merasa heran.
"Nggak apa-apa Bu, cuma kecelakaan kecil." Nania sedikit canggung.
"Kecelakaan?"
Gadis itu mengangguk.
"Waktu mengantar makanannya Daryl?" Sofia sedikit terkejut.
"Bukan, Bu."
"Ara, kenapa membiarkan Nania yang mengantar? Bukankah disini juga ada pegawai yang lainnya?"
"Ee … itu … Kak Darylnya yang …."
"Seharusnya tidak boleh begitu dong, tidak kasihan apa?" Sofia memotong ucapan Amara.
"Maaf ya, Daryl pasti sering membuatmu kerepotan." Dia lalu menepuk pundak Nania.
"Mama pamit, Ara." Kemudian mereka segera pergi dari sana.
"Itu calon istrinya Kak Daryl." Amara berujar saat Nania tak bisa memalingkan pandangan dari dua perempuan beda usia itu.
"Oh … cantik ya?"
"Ya."
"Pengusaha juga?" Nania menoleh kepada sang pemilik kedai.
"Bukan."
"Sekretaris?"
"Bukan juga."
"Terus apa?"
"Dokter kecantikan di NMC."
Nania menahan napasnya sebentar.
"Dia yang bedah wajah aku sampai bisa bagus lagi."
Kalau jodohnya Pak Darren saja seorang dokter kecantikan, maka jodohnya Pak Daryl kemungkinan sekelas artis. Ya, model gitu lah. Batinnya, lalu dia teringat ketika memergoki pria itu yang tengah bercumbu dengan Bella kemarin siang.
Tuh kan? Udah pasti begitu ujungnya. Lagian kenapa sih hati ini malah ada rasa yang …
"Ah!!" Nania mende*ah kesal.
Dia tak percaya dengan apa yang dirasakannya saat ini, dan hal tersebut mulai membuatnya frustasi.
Fokus Nania! Kamu harus memikirkan hal lain. Saat ini kebebasanmu lebih penting dari pada perasaanmu.
Lagi pula kamu tidak layak memiliki perasaan seperti ini. Sadarlah! Batinnya, dan dia segera masuk ke pantry untuk melanjutkan pekerjaannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Baby!!! Aku rindu padamu!!" Bella segera berlari menerobos pintu ruangan Daryl.
"Astaga! Kenapa dia kembali?" Namun reaksi berbeda diterima perempuan itu.
"Apa Dinna tidak ada di depan?" Pria itu menatap pintu yang tertutup rapat.
"Beruntungnya tidak. Dia sedang menangani pekerjaan di bawah sehingga aku bisa menyelinap kemari."
"Hmm … seperti biasa." Pria itu menggumam.
"Apa kamu juga merindukan aku?"
"No. Kenapa aku harus merindukanmu?" Daryl dengan jujurnya.
"Ah, kenapa kamu sekejam itu padaku?"
"Kejam katamu? Aku ini jujur."
"Kejujuranmu sangat menyakiti aku."
"Maka pergilah, jangan mendekati aku terus." jawab Daryl dengan nada dingin dan datar.
Dia bahkan tak memalingkan perhatian dari pekerjaannya.
"Apa?"
"Pergilah. Jangan mendekatiku lagi."
"Baby, kamu sadar apa yang kamu katakan?"
"Ya."
"Baby, lihat aku!" Bella meraih wajah pria itu agar berpaling kepadanya.
"Bukankah sudah aku katakan jangan memanggilku begitu? Aku bukan kekasihmu." Daryl menepis tangannya hingga terlepas.
Bella terdiam sebentar.
Semua yang dikatakan pria itu memang benar, tapi mengapa dirinya merasa tidak suka? Sepertinya posisinya mulai terancam?
"Kamu bosan kepadaku?"
Daryl tak menjawab.
"Kamu menemukan orang lain?"
Pria itu menutup mulutnya rapat-rapat.
"Daryl! Ada apa denganmu ini?" Bella mengguncangkan pundak pria itu.
"Bukan urusanmu, dan tak ada satu pun dari hal ini yang berkaitan denganmu."
"Apa?"
"Kita bertemu hanya untuk bersenang-senang bukan? Tanpa ada ikatan dan perjanjian apa pun. Jadi sudah seharusnya tidak ada yang menjadi masalah soal itu?"
"Maksudmu?"
"Look …." Daryl menghentikan pekerjaannya, kemudian beralih kepada Bella.
"Kau adalah modelku, dan aku bisa disebut pemilik kantor majalah ini. Hubungan kita profesional hingga kita bertemu dalam suatu pesta. Dan kita sama-sama lajang yang hanya sedang mencari kesenangan. Thats it, nothing more."
Bella masih terdiam, namun kemudian dia tertawa seraya duduk di pangkuan Daryl sambil memeluknya.
"Kamu pasti sedang bercanda kan? Aku tahu kamu sedang bercanda." Katanya yang hampir mencium bibir pria itu.
"No! Let me make it clear! (Tidak! Biar aku jelaskan!)." Daryl setengah berteriak seraya mendorong tubuh Bella sehingga perempuan itu terjatuh ke lantai.
"Daryl!" Dia memekik.
"Maafkan aku jika mungkin kau menganggap hal ini lebih jauh. Tapi aku tidak sesuka itu kepadamu, jadi …."
"Apa katamu?" Bella berusaha bangkit sendiri.
"Sudah kuterangkan sejak awal jika kita tidak ada hubungan apa pun, dan aku pikir kau pun mengerti soal itu."
Bella mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
Sekali lagi Daryl memang benar. Bahwa apa yang mereka lakukan selama ini adalah hanya sebagai bentuk kesenangan semata, dan memang seperti itu biasanya.
"Jadi sepertinya aku mau berhenti saja."
Bella masih bungkam.
"Tenang saja, pekerjaanmu masih aman di Fia's secret sampai kontraknya berakhir, dan kau bisa memperpanjangnya jika memang masih pantas berada di sini. Hanya satu syaratnya, jangan pernah berulah di depanku, apa lagi mengungkit hal-hal yang tidak seharusnya."
"Kamu serius?"
"Seribu persen serius."
Bella menghembuskan napas keras.
"Baik." katanya, yang membenahi pakaiannya.
"Are you clear?" Daryl meyakinkan keadaan.
"Ya, tentu saja." Lalu dia memasang senyumnya yang paling manis.
"Baik, kau tahu apa yang harus kau lakukan setelah ini?"
"Ya Pak." Perempuan itu kemudian melenggang ke arah pintu.
Dia tidak mungkin mampu berbuat sesuatu karena pria ini tidak dapat diprediksi. Dan Bella sadar siapa yang tengah dihadapinya.
"Bye Bella. Jangan pernah datang lagi kemari kecuali untuk kepentingan pekerjaan seperti model-model lainnya." ucap Daryl sebelum akhirnya perempuan itu benar-benar keluar dari ruangannya.
"Lho, kirain Mbak Bella sudah pulang?" Dinna yang sudah kembali ke mejanya sedikit merasa terkejut.
"Diam!" Bella menunjuk wajah perempuan itu, lalu menggebrak mejanya dengan keras.
"Whoaaaa!!! Tenang Mbak, ada apa? Bukan karena dipecat kan?" ujar Dinna setengah mengejek.
"Aku bilang, diam!" Bella kembali menggebrak meja, kemudian dia berjalan tergesa meninggalkan tempat itu sambil menggerutu.
"Dasar Nikolai sialan! Dia pikir dia siapa berani mempermainkan aku seperti ini? Dia mau menyingkirkan aku? Yang benar saja! Model sialan mana yang berani menggeser posisiku? Akan aku beri perhitungan nanti!"
Sementara Dinna hanya tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui semua yang diucapkan oleh atasannya beberapa saat yang lalu.
💖
💖
💖
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
Hearty 💕
Pasti takutlah... takut di....
2023-11-02
2
mama kennand
kabur lah takut d sosor lagi 😅😅😅🏃🏃🏃
2023-07-23
1
May Keisya
udah ketakutan duluan😂😂
2023-06-08
2