💖
💖
"Kau sudah siap Der?" Darren menyelinap ke kamar saudara kembarnya.
"Hmm …." Pria itu masih tertegun di depan cermin.
"Sini aku bantu." Darren seperti biasa membantunya mengancingkan kemeja.
"Kenapa kau malah memakai kemeja? Bukankah kau tidak suka?" Lalu dia bicara.
"Masa aku memakai kaus? Bukankah ini hari penting bagimu?" Daryl diam saja.
Darren hanya tersenyum.
"Semoga kau bahagia, Ren." Daryl berujar.
"Yeah, you too."
Mereka terdiam.
"Sepatumu?" Sang adik mengambilkan sepatunya.
"Sepertinya aku harus mulai membeli lagi sepatu lain yang tidak bertali. Agar tidak menyulitkan diriku sendiri nanti."
Darren terkekeh.
"Sudah aku katakan kau butuh pengasuh lagi, atau perawat mungkin?" Dia mengikatkan tali sepatu yang sudah Daryl kenakan.
"Aku bukan orang jompo." Daryl mengerucutkan mulutnya.
"Memang, tapi bayi besar."
"Hmmm …."
"Saranku, datangilah dokter atau orang yang mengerti hal seperti ini, jadi …."
"Aku nggak sakit." tukas Daryl seperti biasa.
"Dyspraxia bukan sakit, Der."
Daryl menatap wajah saudara kembarnya.
"Tapi gangguan perkembangan motorik. Ada sesuatu yang tidak tumbuh dengan benar di otakmu sehingga kau seperti ini."
"Aku gila?"
Darren malah terkekeh.
"Kau tahu kau tidak gila! Hanya sesuatu di otakmu yang tidak tumbuh dengan baik." Darren mengulang kalimatnya.
"Tapi bodoh."
"No! Dyspraxia bukannya bodoh. Seperti halnya Disleksia, kau hanya nggak bisa melakukan hal-hal tertentu yang sangat spesifik."
Daryl terdiam.
"Kau pintar, bisa melakukan banyak hal. Termasuk bercinta dengan Bella jika itu harus aku jelaskan, tapi …."
"Hey! Kenapa kau menghubungkan hal ini dengan dia?"
Darren tertawa.
"Tutup mulutmu! Jangan sampai Mama atau Papi dengar soal ini!"
"Kau kira kita ini anak siapa sehingga bisa berkata begitu? Kau tahu, selama nama kita masih Nikolai maka tak ada satupun rahasia yang akan mampu disembunyikan dari Papi. Dan kau beruntung jika Mama tak diberi tahu soal ini. Karena kalau Mama tahu, bisa habis kau disiksa."
Daryl menghembuskan napas keras.
"Hakmu untuk melakukan apa pun yang kau mau, dan aku tidak bisa melarangmu. Tapi aku mohon hati-hatilah! Jangan bertindak ceroboh seperti itu, atau kau akan menghacurkan dirimu aendiri." Darren merapikan jas sang kakak.
"Aku sedang bersenang-senang, tahu?" Daryl tertawa.
"Tidak, kau tidak sedang bersenang-senang. Tapi sedang melarikan diri dan menutupi kemarahanmu akan sesuatu."
"Can you please stop talking that ****?!"
Darrean tertawa lagi.
"Kita sudah dewasa, dan seharusnya kau bersedia untuk menangani masalah ini. Ada banyak ahli yang bisa kita sewa untuk memulihkanmu." Dia kembali pada topik sebelumnya.
"Semua orang akan tahu soal ini, dan aku akan membuat Mama dan Papi sedih." Daryl dengan suara tercekat.
"Kau akan pulih, Der!"
"Tapi aku akan membuat orang tua kita malu."
"No! Kami mencintaimu bagaimanapun keadaannya. Ini bukan soal harga diri, dan Dyspraxia bukanlah aib. Jadi kenapa keluarga kita harus malu?"
"Entahlah, rasanya nanti perhatian semua orang akan tertuju kepadaku. Dan orang yang tidak mengerti soal ini akan mengolok-olok. Lihat, dia keturunan Nikolai yang bodoh. Tidak bisa mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu padahal sudah dewasa. Dan semua orang akan menertawakan."
"Itu hanya di pikiranmu saja, Der."
"No. Aku merasa kalau kelemahan itu akan menjadi bahan ejekan orang-orang. Dan kau tahu, hal itu akan membuat Mama dan Papi sedih kalau mendengarnya. Mereka sangat bangga kepada anak-anaknya, tapi ini? Pasti akan sangat mengecewakan."
"Tidak begitu! Ini hanya hal kecil. Kau hanya harus …."
"Kau benar, ini hanya hal kecil. Jadi bisa disembunyikan seperti yang selama ini kita lakukan."
Darren menghembuskan napas berat. Namun dia tak bisa memaksa sang kakak untuk melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Itu adalah haknya, dan dia bebas berbuat apa pun untuk dirinya sendiri.
"Nah, sudah selesai. Kau lebih tampan dari aku." Lalu dia kembali merapikan jas sang kakak dan memastikan penampilannya sempurna seperti biasa. Kemudian mereka berjalan bersisian ke arah pintu.
"Semoga di rumah Kirana ada gadis yang tertarik kepadamu, sehingga aku tak harus mendahuluimu untuk menikah." ujar Darren, yang membuat Daryl menendang kakinya.
"Aww!!! Jangan kejam kepadaku!"
"Kau menyebalkan!" Sang kakak memukul bahunya agak keras, lalu merangkul pundak seraya menepuk-nepuk kepalanya.
"Mom!! Daryl memukulku lagi!!" Darren berteriak di tangga.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kami hanya akan menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada anak-anak, Pak." Ayah Kirana buka suara setelah Satria mengutarakan niat keluarganya bertamu ke rumah mereka.
"Baik, Kirana apa kamu bersedia menerima niat baik Darren untuk meminangmu?" Kemudian Satria beralih kepada Dokter kirana.
Perempuan yang dimaksud tak langsung menjawab. Tapi dia menatap kedua orang tuanya, dan yang malam itu mendampingi Satria juga Darren.
Sofia, Arfan dan Dygta, Dimitri dan Rania, juga Daryl dan Galang yang sama-sama menunggu jawaban darinya.
"Please." Tiba-tiba saja Darren berucap, membuat semua yang ada di ruangan itu tertawa.
"Dia sudah tidak sabar ingin menikahimu." ucap Satria yang juga tertawa.
Tentu saja membuat wajah Dokter Kirana merona seketika.
"Saya …
"Jangan bicarakan umur denganku, karena aku tidak peduli soal itu." Darren sekali lagi mengingatkan.
"Diamlah! Kau membuatnya malu, bodoh!" Daryl menepuk kepala saudaranya, dan orang-orang kembali tertawa.
"Bagaimana? Apa perkataannya di depan semua orang tidak cukup meyakinkanmu?" Satria kembali berbicara.
"Mmm … saya hanya tidak percaya semuanya akan terjadi secepat ini. Tapi … kalau Mama dan Papa mengizinkan, saya akan menerimanya."
"Yah, dibolak-balik?" Celetuk Rania dengan spontanitasnya.
"Apa … Mama dan Papa setuju?" Kirana beralih kepada kedua orang tuanya.
"Apa yang membuatmu bahagia kami setuju, Nak." jawab sang ayah yang tentu melegakkan semua orang.
"Kalau begitu baiklah, saya terima pinangan Darren." Lalu Kirana kembali pada keluarga Nikolai.
Pria yang dimaksud hampir saja melonjak jika tak ditahan oleh saudaranya. Tapi dia memang tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya sama sekali.
"Ah, senang sekali! Ayo kita rencanakan tanggal pernikahannya dari sekarang!" Sofia begitu bersemangat.
"Harus secepat itu?" Kirana bereaksi.
"Tidak juga, tapi niat baik itu harus disegerakan, apalagi soal menikah. Kalian sudah sama-sama dewasa kan? Jadi apa lagi yang harus ditunggu?"
"Tapi … saya pikir …."
"Oh, tidak mau sekarang-sekarang ya?" Sofia terlihat kecewa.
"Tenang Mama, jangan terlalu terburu-buru." Satria meraih tangan istrinya.
"Soal tanggal pernikahan kami hanya akan mengikuti keputusan Kirana dan keluarga saja, Pak. Nanti bisa dibicarakan lagi. Yang penting Darren sudah mengutarakan niat baiknya." Satria kembali berbicara.
"Baik Pak. Soal tanggal kami akan rundingkan lagi dengan keluarga."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Nania menendang batu kerikil di jalan yang dia pijak. Tidak biasanya malam itu dia tak mendapatkan ojek online, padahal sudah beberapa kali melakukan pesanan. Jadilah gadis itu memutuskan untuk jalan kaki saja. Padahal waktu sudah cukup larut, namun dia tak punya pilihan. Sambil beberapa kali dia mengecek ponsel untuk kembali melakukan pesanan ojek online.
"Nania!!" Teriakan dari samping memecah perhatiannya.
Tampak seperti orang yang dia kenal berada jauh dari seberang dengan motornya yang berisik. Yang kemudian melaju menghampirinya.
"Minta duit!" Sandi menghentikan motor berisiknya si samping Nania.
"Duit buat apa Bang?"
"Nggak usah banyak nanya. Pokonya minta duit!" Sandi turun dari motornya.
"Nggak ada Bang,"
"Lu kan kerja, masa nggak ada?"
"Kemarin udah diminta ibu." Nania menjawab.
"Ah, banyak omong lu!" Lalu pria itu merebut tas selempang milik Nania dan membukanya.
"Nggak ada Bang!'
"Diam!" Sandi membentaknya.
"Mana??" Dia mengobrak-abrik tas tersebut, namun tak ditemukannya uang yang dimaksud.
"Mana?" Dia berteriak.
"Udah aku bilang nggak ada, makanya aku jalan kaki kan?" Nania merasa lega. Keputusannya menyembunyikan uang tip yang didapatnya dibalik pakaian ternyata berguna juga. Mengingat pengalamannya beberapa hari belakangan yang sering dimintai uang oleh kakaknya.
"Dasar be*o!" Sandi melempar tas miliknya dengan kesal, lalu pergi.
Nania tertegun kemudian menjatuhkan dirinya di trotoar. Dia menekuk lutut dengan kedua tangannya yang bertumpu, lalu membenamkan wajahnya di sana. Bahunya tampak bergetar dan dia menangis sesenggukkan.
Rasanya dia sudah tak tahan lagi karena ini bahkan menjadi lebih buruk setelah terakhir kali dia mendapatkan perlakuan yang sama hampir setiap hari.
Hardikan ibunya setelah dia mengutarakan banyak tuntutan, sikap Sandi yang semakin hari menjadi semakin tak karuan, lalu apa lagi? Apakah ada yang lebih buruk dari ini?
Dia berhenti menangis setelah beberapa saat, kemudian bangkit. Ini harus segera berakhir, dan dirinya harus segera pergi. Tapi satu hal yang Nania ingat, yakni surat rumah yang ada di tangan Mirna harus dia rebut terlebih dahulu. Agar dirinya bisa kembali ke rumah itu dan melanjutkan hidup dengan baik seperti saat ayahnya masih ada.
💖
💖
💖
Bersambung ...
Duh, tega-teganya kayak gitu sama Nania 😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
Dwisur
jangan lemah dunk nan, harus tegas
2023-08-05
1
May Keisya
semangat Nania jgn lemah...lawan yg semena2 sama km...pergi dr rmh ibumu yg kejam itu,hdp sndr lbh baik drpd dgn makhluk ky gitu😏
2023-06-08
0
May Keisya
ya ampun🤣🤣🤣
2023-06-08
1