Pagi harinya, Yujerian terbangun paling awal. Matanya terbiasa bangun pagi-pagi memang, untuk memastikan Hestia sarapan sebelum pergi, lalu menemani Yuveria berlatih menyanyi pagi-pagi.
Sedikit malas untuk bangun, Yujerian hanya bergerak memeluk Yuveria. Adiknya agak susah bangun kecuali dia tidak merasakan Yujerian di sekitarnya atau disuruh bangun karena satu alasan.
Karena sudah tidak merasa sangat lelah, Yujerian mengingat lagi pertandingan catur kemarin. Baru pertama kali ia merasakan sensasi seperti itu.
Tapi yang sulit dilupakan adalah kode morse yang orang itu kirimkan. Tidak mungkin kebetulan dia menyebut nama Ibu.
"Aniki." Yujerian merasakan Shin bergerak bangun. "Aku hanya tahu satu orang yang bisa memakai kode morse di desa ini."
"...."
"Itu Aniki sendiri." Yujerian menoleh. "Nanikashita no?" [Ada sesuatu yang kamu lakukan?]
Shin diam sejenak sebelum dia mengajak Yujerian untuk bangkit.
Mereka masuk ke kamar mandi bersama, sementara dia berendam di bak air panas, Yujerian berdiri di atas bangku untuk memudahkannya mencuci muka di wastafel.
"Sebenarnya ... aku menyuruh Kakakku melakukan sesuatu."
"Shun Aniki?"
"Ya. Aku menyuruhnya mengirim sesuatu pada perusahaan milik ayahmu. Jujur saja, itu hanya ide selintas." Shin menjatuhkan kepalanya ke pinggiran bak. "Aku hanya merasa kamu selalu tidak bisa jujur pada perasaanmu sendiri."
"...."
"Kebetulan, di Harajuku ada beberapa orang dari negaramu. Lalu aku hanya meminta agar Shun memalsukan lokasi, dan mengirim pesan yang mengisyaratkan keberadaan Bibi Hestia."
Yujerian mengerjap dalam diam.
"Apa aku kebetulan melakukan kesalahan, Yuuki?"
"Entahlah."
"Tapi aku pun tidak berpikir pria itu akan mencarimu. Maksudku, pada akhirnya dia tidak akan tahu bahwa itu dari siapa."
Tapi melihat dari pesan kemarin, ada kemungkinan bahwa pria itu mencarinya.
"Aku minta maaf, Yuuki."
Yujerian melompat turun dari bangku yang memudahkannya menatap cermin tadi.
"Aku baik-baik saja. Lagipula pria itu mencariku pun belum tentu bisa menemukanku. Kalaupun bisa menemukanku, dia belum tentu bisa melakukan sesuatu padaku. Jadi aku tidak marah padamu, Aniki."
"Omae na." Shin menutup wajahnya dan tertawa pasrah. "Aku selalu merasa seperti bocah berhadapan denganmu."
"Itu hanya perasaanmu."
"Tapi bicara soal itu, bagaimana dengan caturnya?"
"Aku tidak akan ke final." Yujerian berbalik bersamaan dengan suara teriakan Yuveria mencarinya. "Hanya semi final. Hadiahnya sudah cukup membeli mainan baru, kan?"
"Dasar sombong."
Yujerian terkekeh. Menghampiri adiknya yang berpikir dia ditinggalkan.
"Yuje-nii jahat padaku!"
"Aku baru beranjak dua menit darimu, Yuve. Aku tidak pergi ke mana pun."
Yuveria masih terisak, tapi dia patuh mengikuti Yujerian untuk keluar kamar.
Niat Yujerian mau pamit pulang karena ibunya khawatir, ternyata Hestia sudah berada di ruang makan.
"Oya-oya, apa Putri Kecilku mengadakan konser besar pagi-pagi?"
Lekas Yuveria berlari pada Hestia. "Nii menghilang saat aku bangun, Haha-ue."
"Aku ke kamar mandi membasuh wajahku." Yujerian duduk di samping ibunya. "Maafkan aku, Yuve. Lain kali tidak akan kuulangi."
Hestia mencium wajah Yuveria. "Apa putriku tidak bisa hidup tanpa kembarnya? Lalu bagaimana? Yuje-nii kesayanganmu besar nanti akan punya kekasih, loh."
"Tidak mau! Aku saja yang jadi kekasih Yuje-nii!"
Para orang tua tertawa sementara Yujerian lebih ingin makan.
Satu per satu temannya pun bangun, ikut bergabung sambil mulai ditanyai ada apa. Tentu saja mereka hanya menjawab mereka main game semalam suntuk, lalu menjual nama Yuveria agar perilaku mereka dimaklumi.
Takdir anak perempuan. Apalagi masih kecil. Kalau dia seenaknya, ya itu kodrat.
Setelah sarapan, Hestia langsung mengajak mereka pulang. Katanya hari ini dia memutuskan libur saja sehari, karena memang biasanya Hestia tak libur jika tidak mengambil waktu libur sendiri.
Pekerjaan di pelabuhan tidak membutuhkan hari, lagipula.
Masing-masing tangannya digenggam oleh tangan malaikat kecilnya. Berjalan santai menikmati udara dingin pagi hari yang damai.
"Yujerian, Yuveria."
Keduanya kompak mendongak, tidak terlalu biasa dipanggil dengan nama mereka langsung oleh sang ibu.
"Hai, Haha-ue?"
"Bolehkan Mama bertanya?"
"Tentu saja."
Hestia menatap mata keduanya dan tersenyum samar. "Kalian ... merindukan Ayah?"
...*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments