Jepang. Salah satu negara yang ia sukai ketika datang dan memiliki banyak pemandangan alami yang indah.
Tujuan Hestia bukanlah Tokyo atau Osaka atau distrik besar yang dipadati penduduk. Dirinya terbang ke sebuah pulau terpencil, berharap dalam hati bahwa di sana dirinya tak akan ditemukan oleh siapa pun entah Darius atau Eros.
Hestia menyeret kopernya sementara Wija menelepon pemilik rumah yang akan mereka beli. Cukup banyak uang yang Hestia harus keluarkan dari kekayaan pribadinya, tapi itu tidak masalah sebab ia akhirnya merasa bebas.
Aneh. Apa selama ini diam-diam hatinya berharap keluar dari kekangan Darius?
Hestia selalu berpikir bahwa ia memang anak Darius, jadi apa pun yang pria itu lakukan, takdir Hestia adalah berada dalam kuasanya.
Orang tua adalah Tuhan bagi anaknya.
"Aku memang membencinya." Hestia berguman di depan pot bunga kecil bunga matahari.
Sekarang sedang musim panas. Anaknya mungkin akan lahir di musim dingin.
"Hestia."
Gadis itu tersenyum kecil. "Aku menantikanmu, bayi mungil."
"Hestia?"
Hestia berbalik. "Aku sedang bicara pada bunga. Kuharap anakku seindah mereka."
Wija mengangkat alis. "Kamu tidak bersedih?"
Aku tidak terbiasa, pikir Hestia diam-diam.
Jika seumur hidup kalian dididik dengan kekerasan dan diminta untuk selalu melakukan segalanya dengan sempurna, apa kalian pikir kesedihan adalah hal yang lumrah?
Bahkan kalau Hestia bersedih dan ingin menangis, itu hanya boleh dilakukan diam-diam. Sebab ia Hestia dan selama ia menjadi Hestia, maka ia tidak boleh lemah.
"Aku menantikan teman baruku. Kenapa harus bersedih?"
Wija ikut tersenyum. "Setidaknya kamu bahagia. Ayo pergi."
"Kita hanya berjalan?"
"Jemputan akan datang. Kepala desa tempat ini akan menjagamu. Rumah yang kamu tempati itu rumah lamanya."
"Hmmm. Seperti apa dia?"
"Kurasa cukup baik. Bicara soal itu, bahasa Jepangmu masih lancar, kan?"
"Lumayan." Hestia menguasai cukup banyak bahasa selain bahasa Indonesia. Ada banyak relasi bisnisnya dari Jepang jadi Hestia belajar dan menguasainya agar bisa berkomunikasi secara langsung.
"Kamu tidak lupa jika logat desa berbeda dari kota, kan? Bahasa mereka akan sedikit berbeda dari bahasa Jepang umum."
"Daijoubu datte." [Sudah kubilang baik-baik saja.]
Hestia mengibaskan tangannya malas. Berjalan tenang menarik kopernya sampai sebuah mobil datang mengangkut mereka.
Mereka sempat berbincang juga berkenalan di dalam mobil. Kepala desa menceritakan kondisi rumahnya, kondisi desanya, dan beramah-tamah agar Hestia nyaman.
Sesuai kata Wija, memang logat mereka agak beda. Ibaratnya Hestia orang Jakarta gaul, dihadapkan pada orang Sunda tulen.
Agak sulit memahaminya, tapi Hestia bisa menangkap inti dari perkataan pria itu.
Mereka tiba di rumah kayu sederhana tempat baru Hestia. Serupa rumah-rumah Jepang kuno pada umumnya, pintu masuk rumah itu digeser, dan mereka dihadapkan pada lantai kayu serta meja kotak kecil dengan bantal duduk.
"Saya sudah mendengar Nona sedang hamil muda." Pria itu berbicara pada Hestia lagi. "Istri saya akan menemani Nona untuk pemeriksaan bersama setiap bulan. Jangan sungkan memberitahu saya kebutuhan Nona."
"Terima kasih, Kitamura-san. Dan mohon bantuannya kedepan."
"Jangan sungkan, Nona."
Pria bernama Kitamura itu berpamitan untuk memberinya waktu menikmati rumah barunya.
Wija sedang menelepon Sela untuk memberitahukan mereka sudah sampai di kediaman. Sementara dia sibuk bercerita seperti apa tempatnya, Hestia menggeser pintu sambil yang mengarah langsung pada kebun bunga matahari.
Ada rasa tak sabar dalam hatinya membayangkan nanti anaknya lahir dan bermain di sana. Dan rasa lega bahwa ia berhasil kabur diam-diam.
Sekarang tidak boleh ada yang mengganggunya.
"Kamu hanya milik saya." Hestia mengusap-usap perutnya lagi. "Hanya milik saya."
Bahkan ia tak sabar menunggu sensasi bayi menggeliat di sana.
Monster itu tidak akan pernah mengusik anaknya. Dan tidak akan boleh pernah.
"Hestia, kamu membawa ini juga?"
Wija mengangkat sebuah kartu nama bersama goresan tulisan Eros yang telah Hestia press.
"Aku ini gampang lupa pada pria." Hestia mengangkat bahu. "Setidaknya ayah anakku harus kuingat, kan?"
"Kukira kamu menyukainya." Wija terkekeh dan meletakkannya kembali.
Omong-omong Eros ... tidak mencarinya, kan?
Yah, tidak mungkin juga, sih.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Warijah Warijah
Semoga ditmpat yg baru Jestia bersama anak² nnti bisa hidup bahagia. Eros masa ga nyari si..
2023-09-20
1