“Tidak ada luka dalam, hanya luka luar saja yang lumayan serius. Untuk memantau kondisi pasien, kami sarankan supaya pasien dirawat beberapa hari,” ucap dokter yang memeriksa Kyra.
Abigail dan Cavan menghembuskan napas lega. Mereka menoleh ke arah brankar Kyra, ada Darren yang duduk di samping. Bocah itu sama sekali tidak ingin pindah dari sisi sang mami. Tangan mungilnya menggenggam jemari Kyra erat. Sumpah, Darren benar-benar takut kehilangan maminya.
“Nak, mamimu baik-baik saja,” kata Abigail menenangkan Darren.
Darren menoleh. Mata hijaunya berkaca-kaca. “Darren udah nggak punya papi, Oma. Darren nggak mau mami pergi juga,” tuturnya.
Abigail terenyuh. Ia paham betul perasaan Darren. Anak itu tengah ketakutan. Sekalipun wajahnya tampak tenang, hati anak itu pasti berkecamuk.
“Mamimu baik-baik aja, Nak. Jangan sedih lagi, ya,” pinta Abigail mengusap kepala Darren. Anak itu tidak bereaksi. Ia hanya bergerak menaruh kepalanya di telapak tangan Kyra usai mengecupnya.
Abigail hendak berbicara, namun Cavan melarang. Pria itu tahu jika Darren ingin sendiri. Maka dari itu, Cavan meminta salah satu perawat untuk menjaga ruang VVIP yang satu ini selama 24 jam. Namun, Cavan juga meminta supaya perawat itu diam, tidak mengganggu Darren yang ingin menenangkan diri.
Abigail berpamitan pada Darren, akan tetapi anak itu tidak menanggapi. Malahan Abigail mendapati fakta jika Darren tertidur di posisinya. Emily sendiri sudah diantar pulang sejak tadi oleh Cale.
Tersisa Darren dan Kyra di ruang tersebut. Perawat yang berjaga menanti di luar ruangan, tepat di depan bilik, duduk manis di kursi besi. Di dalam, sepasang ibu dan anak itu tertidur lelap. Seandainya situasinya tidak seperti ini, sudah pasti keduanya akan terlihat sangat manis.
...💫💫💫...
Tiga jam kemudian...
Sepasang kelopak mata Kyra mengerjap-ngerjap. Perlahan, bola mata hijau itu menampakkan diri, bergerak ke kanan dan ke kiri guna mengenali lokasi.
Aku di rumah sakit?
Merasakan tangannya berat, Kyra menoleh ke kanan. Putranya terlelap di sana, terlihat nyenyak. Wajah polosnya yang kadang tidak sesuai otak, dan pergerakan dada yang menghirup napas. Ah, Darren-nya ini memang menggemaskan sekali. Diam aja udah lucu, apalagi kalau lagi ngomel.
Kyra ingat kronologis kejadian sebelum ia pingsan. Selepas dari makam sang suami, mobilnya dikejar. Tiga buah mobil dengan belasan pria di dalamnya mengincar Kyra. Beruntung Kyra bisa menitipkan putranya pada gran—tunggu sebentar!
Apa rahasiaku kebongkar? Apa mereka udah tau siapa aku?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkeliaran di kepalanya. Kyra resah. Bagaimana jika orang tua Eiden benar-benar mengetahui jati dirinya? Walaupun mereka tidak pernah terlibat masalah, tapi, kan, Kyra ingin hidup tenang.
Ah, tidak-tidak. Harus positif thinking. Kyra yakin identitasnya belum terkuak. Darren-nya, kan, sangat pintar.
“Mami? Mami udah bangun?” Darren mengucek-ucek matanya.
Tindakan itu diperhatikan dengan cermat oleh Kyra. Wanita itu menyadari jika pakaian yang Darren kenakan masih sama, seragam sekolah. Pasti putranya itu menemaninya tanpa henti.
“Ada yang sakit, Mi?” tanya Darren khawatir.
Kyra menggeleng pelan dengan seulas senyum. “Mami baik-baik aja, Sayang.” Wanita itu melebarkan lengkungan di bibirnya kala melihat sang anak menghembuskan napas lega. “Kamu belum pulang, ya, Sayang? Kok belum ganti baju?”
Darren menggeleng. “Darren, kan, udah janji sama papi buat jagain mami. Jadi, Darren di sini.”
Ah, mereka persis sekali, sih. Sifat Wildan yang suka menepati janji dan bertanggung jawab sepertinya menurun pada Darren.
Kyra melirik sebentar jam yang menggantung. “Ini udah mau jam makan malam, Sayang. Kamu telepon Uncle Reven dulu, ya, buat antarin kamu pulang.”
Darren langsung menggeleng, menolak permintaan Kyra.
“Tapi, kan, Sayang—”
“Darren mau di sini, titik.”
Astaga, kenapa sifat keras kepalaku nurun ke Darren, sih?—batin Kyra meringis.
Kyra menghela napas berat. Kalau sudah memutuskan sesuatu, Darren pasti akan melaksanakan hingga akhir. Sekalipun dinasihati itu berbahaya, Darren pasti tetap kukuh. Bocah ini sangat keras kepala.
Mau nyalahin Darren, tapi dia, kan, dapet sifat itu dari aku. Hadehh..
...💫💫💫...
Darren membantu Kyra minum menggunakan sedotan. Mereka baru saja menyelesaikan acara makan malam bersama.
Karena tidak mau pulang, Kyra menyuruh Darren untuk menghubungi Reven supaya membawakan makanan dan pakaian ganti untuk Darren. Anak lelaki itu tidak membantah sama sekali. Makanya, sekarang baju Darren yang sebelumnya terkena darah telah berganti.
Anak usia 6 tahun itu sudah sangat terbiasa dengan hal-hal berbau rumah sakit. Bau antiseptik, suara monitor Holter, atau cipratan darah. Darren terbiasa dengan semuanya. Maminya ini, kan, sering sekali masuk rumah sakit dan selama ini Darren-lah yang menemani.
Iya dong, Darren yang menemani. Memangnya siapa lagi?
“Darren, apa yang terjadi selama Mami pingsan?” Kyra tampak cemas. “Apa ada yang tau soal siapa Mami?”
Darren melipat tangannya di tepi brankar. Sebenarnya ukuran ranjang rumah sakit itu cukup besar. Kalau Kyra bergeser sedikit, masih banyak ruang yang tersisa. Jelas Darren akan muat.
“Tenang aja, Mi.” Darren mendekatkan bibirnya ke telinga Kyra. “Identitas Mami nggak bocor, kok,” bisiknya.
Kyra mengulum bibir. Yaah.. anaknya ini memang selalu bisa diandalkan. “Kamu pake alasan apa?”
Sebelum menjawab, Darren memperbaiki posisi duduknya. “Darren bilang kalo kemarin Darren tabrak ibu-ibu, terus ibu-ibunya marah dan pukul Darren. Habis itu Mami balas pukul. Karena nggak terima, ibu-ibunya balas Mami, deh.”
Kyra tergelak. Ia mengacungkan jempol kanannya—karena yang kiri sedang diinfus. “Aduh, anak Mami pintar banget, sih.”
Kyra cekikikan melihat putranya bergaya sok cool dengan tangan menyibak rambut. Udah kayak artis Korea saja.
Namun, senyum bangga Darren berangsur luntur melihat perubahan air muka Kyra yang tiba-tiba. “Mami, Mami kenapa? Kok sedih?”
Tangan kanan Kyra terangkat, bergerak mengusap pipi gembul putranya. Bola mata hijau itu mirip sepertinya, namun wajah Darren cenderung mirip dengan Wildan. “Mami minta maaf, ya.”
Bocah laki-laki itu mengerutkan dahi. “Minta maaf? Kenapa Mami minta maaf?”
“Harusnya, Mami ajarin kamu biar nggak suka bohong, Sayang. Tapi, Mami malah suruh kamu buat bohong terus.” Kyra menghela napas berat. “Mami ngerasa bersalah karena udah ngajarin kamu yang nggak benar.”
Darren menggeleng cepat. “Nggak, kok. Mami udah ajarin Darren banyak banget.” Mengulas senyum manis. “Darren ingat, Mami pernah bilang kalo bohong itu nggak baik. Tapi, kalo bohong buat nyelamatin orang, itu dibolehin, kan?”
“Itu yang Darren lakuin, Mami. Darren bohong sama banyaaaaakkk orang biar Mami baik-baik aja. Kalo Darren jujur, pasti banyak orang yang nggak suka sama Mami terus mau celakain Mami. Darren nggak mau itu. Darren tau, kok, mana bohong yang baik sama yang jelek. Darren nggak masalah harus bohong terus asalkan orang yang paliiiinng Darren sayang sehat terus,” sambung Darren semangat.
Hei, apakah Kyra diizinkan menangis di sini? Kenapa kata-kata putranya yang masih berusia 6 tahun ini begitu mengena di hati?
Entah mengapa, Kyra bisa menangkap maksud lain dari kalimat Darren. Putranya itu seolah tidak keberatan melakukan banyak hal demi dirinya. Demi keselamatan Kyra.
Sungguh, Kyra sangat ingin berteriak sekarang. Memberitahu seluruh dunia betapa bangganya ia memiliki anak seperti Darren.
“Mami—”
Ceklekk...
“Kyra?”
Deg!
Mata Kyra membelalak seketika. Kenapa dia datang ke sini?!
^^^To be continue...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Babang Eiden datang..👏👏👏😄😄 Pasti kerjaannya Emily nih pengen nempel Aunty/calon mommy nya terus...
2025-01-20
0
Qaisaa Nazarudin
Bohong demi untuk kebaikan itu di perboleh kan lho Kyra..😄👍
2025-01-20
0
HNF G
cieeee..... dijenguk babang eiden🥰🥰🥰
2023-08-25
0