“Kakak, ayo main ke rumah Emily,” ajak Emily antusias. Ia menggenggam tangan Darren dengan sorot penuh harap.
Darren menggeleng. Ia melepas genggaman Emily perlahan. “Hari ini Kakak mau ke makam papi.”
“Eh?” Cavan dan Abigail terkejut.
Kyra tersenyum maklum. Tangannya bergerak menyentuh bahu kecil Darren. “Suami saya sudah meninggal 5 tahun lalu, Nyonya, Tuan.”
Refleks Abigail menutup mulutnya dengan kedua tangan. Fakta barusan sangat tidak disangka oleh keduanya. Jadi, wanita di depannya ini seorang janda? Single parents?
“Daddy Kak Darren sudah meninggal?” Emily berkaca-kaca. “Emily punya daddy, tapi Emily nggak punya mommy. Kalau begitu, kita sama, Kakak.”
Kini, giliran Kyra yang mengerutkan dahi—sok bingung, padahal ia tahu jelas maksud perkataan Emily. Sejak Darren berteman dengan Emily, Kyra langsung mencari tahu latar belakang gadis kecil itu.
Dia Emily Kennedy, putri Eiden Atthallah Kennedy dan Clara Maeve. Keluarga Kennedy adalah salah satu keluarga yang disegani di Indonesia selain keluarga Refalino. Mereka memiliki banyak usaha di berbagai bidang yang berhasil masuk ke skala Asia dan mulai merambah ke benua lain.
Informasi yang Kyra dapat, Eiden dan istrinya sudah berpisah. Untuk alasannya, katanya perasaan keduanya memudar dan merasa tidak saling cocok satu sama lain. Namun, Kyra tahu itu hanya isu pengalihan. Tidak mungkin sepasang suami-istri yang diberitakan begitu bahagia tiba-tiba berpisah. Apalagi posisi mereka bercerai ketika Emily sudah lahir.
Masa iya ada orang tua yang setega itu? Hanya demi perasaan pribadi, mereka berpisah. Jelas sang anak-lah yang menjadi korban.
“Beda. Kamu punya daddy, Kakak punya mami. Itu beda, nggak bisa disamain.” Darren membalas. “Yang namanya daddy nggak bisa disamain sama mommy. Mereka orang yang berbeda, punya peran yang beda juga. Tugas daddy, kan, cari uang, kalo tugas mommy urus keluarga. Jadi, nggak sama.”
Emily mengerjap-ngerjapkan matanya, bingung dengan penuturan Darren yang melebihi batas otaknya.
Darren terkekeh melihat raut menggemaskan Emily. “Udah, udah, kapan-kapan Kakak main. Kakak pergi dulu, ya.”
Kyra dan Darren berpamitan pada keluarga Emily sekali lagi. Lanjut menaiki mobil dan meninggalkan area sekolah.
Hingga mobil jauh dari jangkauan, Emily terus menatapi kendaraan beroda empat itu. Gadis kecil itu tidak mengeluarkan suara sepatah pun, Abigail dan Cavan sampai khawatir dengan kondisi cucu mereka.
“Sayang,” panggil Cavan berlutut di samping Emily.
“Grandpa...” Emily menoleh dengan sorot mengembun. “Emily mau mommy seperti Aunty Kyra, apa boleh?”
Cavan terdiam. Ini dia harus menjawab apa?
...💫💫💫...
Kyra dan Darren berjongkok di samping makam bertuliskan Wildan Hermawan, suami Kyra dan papi Darren. Sepuluh menit berlalu, hanya suara semilir angin yang tertangkap di indra rungu masing-masing.
Perlahan namun pasti, tangan kecil Darren bergerak mengusap nisan sang papi. “Papi, Darren datang.”
Itu kalimat pertama yang Darren ucapkan. Bocah itu tidak menangis sama sekali. Bola mata hijaunya jernih tanpa air, namun sorotnya kosong. Tidak jauh berbeda, Kyra membisu. Selain ingin memberi kesempatan untuk sang putra, wanita itu tengah dilanda kerinduan yang mendalam.
Kyra ingat betul bagaimana karakter Wildan, suaminya. Sosok yang begitu bertanggung jawab, mencintainya dengan tulus, dan menerimanya apa adanya. Demi apa pun, Wildan benar-benar merupakan perumpamaan terbaik untuk suami idaman.
“Papi, Papi apa kabar? Darren baik, kok.” Darren duduk di tanah, tidak peduli jika seragam sekolahnya akan kotor. “Tahun lalu, Darren dapet juara kelas, lho. Darren selalu dapet nilai terbaik di semua mata pelajaran; mewarnai, menggambar, berhitung, menulis, membaca. Darren bisa semua.”
Kyra tersenyum kecil. Putranya bercerita dengan gaya lucu, seolah Wildan sungguh-sungguh ada di hadapan memperhatikan tingkahnya.
“Darren janji akan jadi anak yang baik, kok. Darren pasti bisa banggain mami sama Papi.” Tangan kecil itu bergerak mengusap nisan Wildan sekali lagi. “Darren juga akan jaga mami, Papi. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, Darren akan sayang dan jagain mami dari orang-orang jahat.”
“Jadi, Papi tenang aja, ya. Mami bakalan baik-baik aja di sini. Kan, ada Darren. Darren akan bahagiain mami juga. Pokoknya, semua tugas Papi akan Darren lakuin. Kecuali, cari uang, hehe.” Darren tertawa sendiri. “Darren masih sekecil pohon jagung, Papi. Belum boleh cari uang. Mami marah nanti. Tapi, nanti kalo Darren udah besar, Darren akan cari uang yang banyak buat mami.”
Kyra mengusap kepala putranya pelan. “Lihat, Sayang, putra kita sudah dewasa. Dia selalu buat aku bangga. Si kecil kita tumbuh jadi anak yang hebat, pemberani, dan bertanggung jawab..” Tatapan Kyra beralih pada makam Wildan. Seperti kamu, Sayang.
Puas berceloteh ria, Kyra meminta Darren untuk mendoakan sang papi. Mereka memanjatkan harapan dengan khusyuk. Lanjut membersihkan area makam dari rerumputan nakal. Bahkan, Darren dengan sengaja mengatur bunga-bunga supaya menghiasi makam Wildan.
Selepas itu, Kyra mengajak Darren pulang. Buket bunga carnation atau anyelir ditaruh di atas makam Wildan, melambangkan jika mereka akan selalu mengingat Wildan. Sekalipun raga suami Kyra telah terkubur, kenangan dan kasih sayang itu tetap terasa.
Entah Kyra akan menikah lagi atau tidak di masa depan, nama Wildan akan selalu memiliki tempat khusus di hatinya. Nama itu akan tersemat selamanya.
...💫💫💫...
“Mami, kalau orang yang udah meninggal seperti papi, mereka pergi ke mana?” tanya Darren ketika keduanya dalam perjalanan pulang.
Kyra melirik ke samping sekilas. Ia, kan, sedang menyetir. “Mereka pergi ke rumah Tuhan.”
“Oh, berarti kalo pergi ke rumah Tuhan, sekarang Tuhan yang jagain papi, ya?”
Kyra meringis. Ia tidak tahu. Kyra mana tahu penjelasan berbau agamis semacam ini. Kyra ini, kan, seorang pembunuh, jadi.. yah, kadang ia kurang merasa pantas.
“Mami—”
BRAKK!!
Darren terlonjak kaget, begitupun Kyra. Melalui kaca, Kyra bisa melihat ada tiga mobil hitam mengejar. Salah satu dari mereka menghantam mobilnya dengan sengaja.
S*it! Gimana bisa musuh tau kalo ini aku?!!
“Darren, pegangan sama apa pun kuat-kuat. Kita diserang. Mami akan ngebut,” kata Kyra tegas. Ia menarik tuas, lanjut menekan kakinya di pedas gas.
Darren menggenggam seatbelt kencang. Jantungnya berdebar keras. Sepasang matanya terpejam, tidak berani menatap ke depan yang hanya menunjukkan jalanan semu saking cepatnya Kyra berkendara.
Mami cuma lagi cosplay jadi pembalap. Mami sama Darren pasti baik-baik aja.
Kyra meremas kemudi hingga buku jarinya memutih. Seandainya ia sendiri, wanita itu tidak akan takut untuk turun dan menghabisi mereka. Namun, ada Darren yang harus ia lindungi. Wajah putranya, keberadaannya, ataupun eksistensi anak laki-laki itu tidak boleh diketahui.
Perempatan jalan, Kyra mengencangkan laju mobil dan menerobos lampu lalu lintas yang berubah merah. Ketiga mobil di belakang masih mengikuti.
Dor! Dorr!
Kyra hampir oleng. Untung saja ia masih bisa mengendalikan diri. Sebelah tangannya terulur ke samping, Kyra meraih tubuh Darren usai melepas seatbelt. Ia mendudukkan putranya di pangkuan. “Peluk Mami kenceng, Sayang. Jangan dilepas, ya. Kalo takut, tutup mata sama telinga,” pinta Kyra lembut, namun dengan sorot tajam ke arah jalanan.
“Iya, Mami,” lirih Darren patuh. Bocah itu merangkul pinggang Kyra erat sekali. Wajahnya ditenggelamkan di dada sang mami.
Dorr! Door!
Sialan!
Ban mobil tertembak. Demi menghindari kecelakaan, Kyra membanting setir ke kiri hingga menghantam pohon besar. Sebelum benar-benar menabrak, Kyra membalik tubuh sembari memeluk Darren. Orang-orang di sekitar menjerit histeris.
Punggung Kyra membentur setir. Tidak sakit. Bagi Kyra, asalkan putranya baik-baik saja, luka di tubuhnya tidak akan jadi masalah.
Kyra turun dari mobil. Dengan Darren di gendongan, wanita itu berlari sekencang mungkin. Melupakan pelipisnya yang sedikit tergores karena pecahan kaca. Mobil yang mengejar Kyra turut berhenti. Hampir 15 pria lebih turun dari sana dan mengejar Kyra.
Harus lari, harus lari. Darren harus baik-baik saja. Anakku harus baik-baik saja.
Kyra terus mengucapkan kalimat yang sama dalam hati. Anggap saja sebagai penyemangat supaya staminanya mau diajak bekerja sama.
Sebenarnya, lokasi pengejaran itu berada di tengah kota. Banyak insan yang berlalu lalang. Namun, tidak ada satu pun yang bergerak membantu. Mereka terlalu takut dengan para pria yang mengejar Kyra. Apalagi beberapa dari mereka membawa pistol.
“Aku harus ke mana?” gumam Kyra panik. Ia berlari sembari mengedarkan pandangan.
Tubuh Kyra mendadak berhenti. Pandangannya jatuh ke satu mobil di mana ada Emily di sebelahnya. “Itu...”
Kyra menatap Darren yang memeluknya kelewat erat. Bocah laki-laki itu sama sekali tidak membuka matanya. Demi Darren...
Kyra mengubah arah ayunan kakinya. Ia mendekati Emily yang masih bersama Cavan dan Abigail.
“Emily!” teriak Kyra.
Emily menoleh. Ia tersenyum lebar melihat aunty kesayangannya datang mendekat. “Aun—”
Gadis kecil itu membeku. Penampilan Kyra jauh dari kata baik. Bahkan, ada luka di kepala wanita itu.
Abigail dan Cavan ikut memutar kepala. “Kyra?” gumam mereka bingung.
Kyra berdiri di hadapan pasangan suami-istri itu. Ia melepas pelukan Darren usai melirik ke belakang. “Saya mohon, Nyonya, tolong saya.”
“Tolong jaga putra saya, saya mohon.” Kyra mengiba. Ia benar-benar memohon dengan sorot memelas.
“Mami?” Darren yang sudah berpindah pelukan membuka mata. Ia kini berada di gendongan Abigail. “Mami mau ke mana?”
“Mami pergi sebentar, ya. Nanti Mami jemput, oke.” Selepas itu, Kyra melempar senyum. Lanjut berlari ke arah yang berlawanan.
Mata Darren membelalak. “MAMI!!”
“MAMI!! JANGAN TINGGALIN DARREN DI SINI!!”
“MAMIIIIIII....!!!”
^^^To be continue...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kyra yg lari-lari..Aku yg ngos ngosan,Mana hp nya kenapa gak telpon kakitangan nya sih Kyra..
2025-01-20
0
Qaisaa Nazarudin
Nyesek aku..🥹🥹🥹😭😭😭
2025-01-20
0
Renireni Reni
tegang
2023-07-13
1