Brukk!
“Aww..” Gadis kecil itu meringis kesakitan. Karena tidak berhati-hati, ia tersandung batu hingga jatuh tersungkur. Tidak ada luka yang tercipta, hanya sedikit memerah di bagian lutut.
Ia mendongak, menatap orang-orang berseliweran, namun tidak ada satu pun yang memedulikan dirinya. Anak-anak seusianya berlalu begitu saja, tidak jauh berbeda dengan para orang tua. Mereka hanya melirik gadis kecil itu sekilas, kemudian melenggang pergi.
Sepasang mata bulat gadis itu berkaca-kaca. Kenapa nggak ada yang mau bantuin Emily..? Emily salah apa?
Baru saja gadis kecil bernama Emily itu ingin meraung, sebuah tangan terulur padanya. Ia mendongak, memandang bocah laki-laki yang tersenyum kecil padanya.
“Kamu nggak pa pa?” tanya anak laki-laki itu.
Emily meraih uluran itu dan berdiri. Sedikit meringis ketika merasakan perih di lututnya. “Emily nggak pa pa.”
“Nama kamu Emily?”
Emily mengangguk.
“Aku Darren.”
“Halo, Kak Darren.” Setelah diperhatikan lebih jauh, paras bocah laki-laki di depannya sangat elok. Tampan dan menawan dengan bola mata hijau. Ditambah lagi, Darren memiliki kepribadian yang baik—mau repot-repot membantunya berdiri. Ah, Emily jadi malu-malu.
“Ada yang sakit?” tanya Darren perhatian. Ia meneliti tubuh gadis kecil di depannya dengan saksama dan menemukan sesuatu di lutut. “Itu sakit?”
Emily menatap lututnya yang memerah, tapi tidak berdarah. “Nggak, Kakak.”
“Sayang!”
Darren dan Emily menoleh bersamaan. Sosok wanita dengan celana hitam dan blouse pita cream melambai ke arah mereka. Darren balas melambai pula.
“Mami,” seru Darren semangat.
Wanita yang dipanggil ‘mami’ oleh Darren itu mendekat. Lantaran sudah dekat, ia berjongkok di samping putranya. “Mami terlambat, kah?”
“No, Mi,” jawab Darren.
Mami Darren menoleh, memandang Emily yang menatapnya tanpa berkedip. “Halo, Cantik. Kamu teman Darren, ya?” tanyanya seraya mengusap pipi gembul Emily.
Emily mengerjap-ngerjapkan matanya. Wanita di hadapannya sangat cantik dengan bola mata hijau dan rambut bergelombang. “Emily... em..”
“Ini teman Darren, Mi, namanya Emily.” Darren mengambil alih dengan memperkenalkan Emily. Ia tahu jika gadis kecil itu tampak ragu mengiyakan perkataan maminya. Mereka, kan, baru saja bertemu.
Wanita itu tersenyum cerah. “Halo, Sayang. Nama Aunty, Aunty Kyra.”
“Halo, Aunty Kyra,” cicit Emily malu-malu.
“Emily udah dijemput?” tanya Kyra.
Emily mengedarkan pandangan. Dirasa tidak menemukan presensi keluarganya, kepalanya menggeleng.
Kyra berpikir sejenak. “Darren, kita temani Emily dulu, ya. Kasihan kalau ditinggal sendiri.”
Darren mengiyakan.
Kyra membawa Darren dan Emily duduk di bangku dekat pos satpam. Ketiganya berbincang seru—terutama Emily dan Kyra. Kedua perempuan berbeda generasi itu langsung akrab dalam sekejap. Seolah keduanya sudah saling mengenal dan pertemuan kali ini bukan yang pertama.
“Emily.”
Emily menoleh. Bibirnya melengkung lebar. “Daddy!” serunya antusias. Ia berlari kencang menerjang lelaki yang tengah berlutut. Gadis kecil itu tertawa kala tiba di pelukan sang daddy. “Daddy lama banget,” sungutnya.
Lelaki itu tersenyum tipis. “Maaf, ya, Daddy ada meeting penting tadi.”
“Permisi.”
Daddy dan anak itu memutar kepala menghadap Kyra yang mengulas senyum. “Anda orang tua Emily?”
Lelaki itu mengangguk. “Nona siapa?”
“Ah, anak Anda teman anak saya.” Kyra melirik putranya di samping. “Saya ibu Darren.”
“Oh.” Lelaki itu memasang raut datar, tidak peduli sama sekali.
“Karena Anda sudah datang, kami pulang dulu. Putri Anda sendirian tadi, jadi kami menemaninya sebentar. Kalau begitu, mari.” Kyra tersenyum manis sebagai salam. Darren melambai kecil pada Emily. Keduanya masuk ke dalam mobil dan pergi.
“Daddy,” panggil Emily.
“Iya, Sayang?” sahut Eiden, Daddy Emily.
Emily nampak ragu untuk mengutarakan isi kepalanya. Setelah dikuatkan, ia berkata, “Di mana mommy Emily, Dad?”
Eiden terpaku. Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun, hanya diam memandangi putrinya. Tidak lama, lelaki itu mengukir senyum. “Ayo kita pulang.”
...💫💫💫...
“Mami? Mami mau ke mana?” tanya Darren melihat Kyra sudah berganti pakaian usai keduanya makan siang bersama di rumah. Pakaian yang dikenakan maminya serba hitam dari atas sampai bawah.
Kyra berjongkok dan mengusap kepala putranya gemas. “Mami mau ke markas, Sayang.”
Manik hijau Darren berbinar seketika. Bocah itu merengek ingin ikut. Kyra mengiyakan dengan syarat Darren harus patuh dan tidak mengganggu.
“Oke, Mi. Darren jadi anak baik dan tidak mengganggu.”
“Kalo gitu, ganti baju sana.”
“Oke, Mi. Tunggu Darren, ya.”
“Iya, Sayang.”
...💫💫💫...
“Selamat datang, Nona, Tuan Kecil,” sambut mereka seraya membungkuk hormat.
“Halo, Uncle-Aunty semua.” Darren melambai antusias.
Kyra masuk ke dalam bangunan. Tidak ada raut keibuan seperti sebelumnya. Wanita itu memasang raut datar. Tidak sebanding dengan Darren yang menebar senyum di samping. Bocah usia 6 tahun itu tampak semangat memasuki markas maminya.
Clarissa Kyra Adiva, itu nama lengkap mami Darren. Jangan disangka wanita itu merupakan sosok lembut dan seperti wanita kebanyakan yang menghabiskan waktu di rumah. Kyra tidak seperti itu.
Dia merupakan ketua mafia Black Rose. Sosok yang dikenal dengan kekejamannya. Hanya ketika bersama Darren, wanita itu berubah manis dan hangat.
“Uncle Reven!” teriak Darren menghampiri lelaki bernama Reven. Bocah itu langsung memeluk kaki Reven dengan kepala menengadah. “Uncle udah pulang dari misi?”
Reven tersenyum dan berjongkok. “Udah.”
“Kok nggak jemput Darren tadi?” Berkacak pinggang.
Reven terkekeh. “Kan, udah dijemput sama mami.”
“Reven.” Kyra mendekat. “Apa kamu sudah menyelesaikan tugas dari saya?”
Dia Reven, tangan kanan Kyra. Orang yang paling ia percaya di komplotan.
Reven berdiri, namun tangannya tetap bertengger di kepala Darren, mengusapnya gemas. “Sudah, Nona.”
“Di mana?”
“Di ruang bawah tanah.”
Kyra mengangguk. Ia menoleh pada putranya. “Darren di sini sama Uncle Reven dulu, ya. Mami ada urusan di bawah.”
“Oke, Mami. Mami hajar orang jahatnya, ya, biar kapok.”
“Iya, Sayang.”
...💫💫💫...
Kyra duduk dengan kaki diangkat ke atas. Wanita itu tersenyum sinis menatap pria yang diikat dengan rantai. “Anda berani sekali, ya, Tuan.”
Pria itu berkeringat dingin merasakan aura mencekam dari Kyra. “M–maafkan saya, Nona. S–saya janji tidak akan mengulanginya.”
Kyra menarik sebelah sudut bibir. Ia melirik anak buahnya yang berdiri di belakang—yang dengan sigap mengambilkan pisau kecil. “Menurut Anda, hukuman apa yang cocok untuk seorang pengkhianat, Tuan?”
“A–ampuni sa–saya, Nona.” Pria itu gemetar ketakutan.
“Ampun?” Kyra tertawa bengis. “Jangan harap, Tuan Pengkhianat! Saya tidak pernah melepaskan siapa pun yang berani mengusik saya dan keluarga saya!”
Kyra berlutut di hadapan pria itu dengan senyum iblis. Pisau kecil di tangan diacungkan ke atas. “Waktunya main...”
“T–tidak, N–Nona. AAARRRGGHHH...!!!”
^^^To be continue...^^^
...💫💫💫...
Ay comeback, nih, guys, dengan cerita baru. Seperti biasa, Ay paling nggak suka pemeran wanita yang menye-menye. Suka yang kuat dan berpendirian teguh.
Nikmatin ceritanya, ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Sedari kecil Darren udah Kyra kenalkan dengan dunia Mafia,Semoga Darren menjadi Mafia yg hebat juga gantiin mommynya kelak..
2025-01-20
0
Qaisaa Nazarudin
Kan ku bilang juga apa, Dari kecil aja menunjukkan minatnya ke kerasan..
2025-01-20
0
Qaisaa Nazarudin
Wooow 2 anak MAFIA bergabung,Bakalan jadi adek kakak yg baek nih..👍👍
2025-01-20
0