“Jam berapa ini?” tanya Kyra seperti orang linglung.
“Sembilan malam.”
Kyra membelalakkan matanya. Ia terduduk cepat usai mendorong Eiden dari atasnya. “DARREN!”
“PUTRAKU DI RUMAH!”
...💫💫💫...
Eiden berbaring menyamping dengan tangan menyangga kepala di ranjang. Ia terkekeh melihat kepanikan Kyra yang baru teringat putranya di rumah. Wanita itu sudah berganti pakaian, berjalan ke sana kemari dengan raut bingung.
“Ponselku mana, sih?” Kyra mengitari kamar, mencari keberadaan ponselnya. Lelah berputar-putar, ia menatap Eiden sengit. “Hei, Tuan Narsis, kamu menyembunyikan ponselku, ya?” tuduhnya.
Eiden menaikkan sebelah alisnya. ”Emangnya kamu punya bukti?”
Kyra mengerucutkan bibir ke depan. “Tentu saja tidak! Aku, kan, baru bangun. Aku itu lagi tanya!” ketusnya tidak mau kalah.
“Seingatku, kamu nggak bawa ponsel.”
Kyra memaksa otaknya mengingat ulang kronologi peristiwa. Seharusnya, ia membawa ponsel. Tetapi, ponsel itu ada di... AH, SIAL! PONSELNYA DIBAWA REVEN!
Kyra mengacak-acak rambutnya sendiri, kakinya menghentak-hentak lantai. Kenapa jadi kesal, sih?
Eiden yang melihat sampai mengulum bibir. Kenapa wanita di depannya ini terlihat sangat menggemaskan?
Wanita itu menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. Ketika maniknya menangkap keberadaan kunci mobil, ia menyambarnya tanpa permisi. “Aku pinjam mobil.”
Lantaran sudah mendapatkan apa yang diinginkan, Kyra bergegas keluar mansion. Sepanjang kakinya mengayun, wanita itu terus menggerutu tidak jelas. Intinya, Kyra mengomeli bangunan itu karena terlalu luas hingga membuatnya tersesat. Untung saja ada pelayan yang membantunya menunjukkan jalan, ia jadi bisa keluar.
Kyra menekan tombol buka kunci, disahut suara dan nyala lampu mobil Eiden—yang kebetulan terparkir dekat pintu utama. Kayaknya Tuan Narsis pake mobil ini, deh, ke sininya.
Tidak ingin semakin membuat Darren menanti, wanita itu menaiki mobil dengan cepat. Kendaraan beroda empat itu melaju cepat di tengah gelapnya malam. Banyak mobil lain yang disalip oleh Kyra. Masa bodoh jika terjadi tabrakan lalu benda ini tergores. Yang penting adalah kondisi putranya di rumah.
Hanya dalam 14 menit, Kyra tiba di rumah. Ia menghiraukan para bodyguard yang berjaga di depan tengah memberi hormat, memilih segera masuk ke dalam. “Darren! Mami pul—”
Kyra terdiam seribu bahasa. Kenapa situasi rumah tidak seperti dalam bayangan, ya?
Pikir wanita itu, putranya akan menangis atau merengek karena dirinya belum kembali. Namun, apa yang Kyra lihat sekarang. Darren duduk manis di sofa ditemani Mauren sembari menonton film Spongebob. Bocah itu tampak anteng, begitu khidmat menikmati es krim cokelat di tangan.
“Oh, Mami baru pulang?” Darren turun dari sofa. Cup es krim di tangan diletakkan di atas meja. Darren melangkah santai mendekati Kyra yang mematung di ambang pintu. “Mami ke mana aja? Udah selesai hajar orang jahatnya?”
Kyra mengerjapkan matanya beberapa kali. Menyadari pikiran buruknya tidak terjadi, ia menghembuskan napas lega. Wanita itu berlutut, menyamai tingginya dengan sang putra. “Udah selesai, Sayang. Maaf, ya, lama.”
Darren manggut-manggut, mencoba memahami kondisi maminya.
“Darren nggak cari mami, kah?”
Darren berpikir sejenak. “Darren khawatir, kok, sama Mami. Tapi, Darren jauh lebih percaya sama Mami. Mami, kan, hebat, Mami pasti bisa kalahin orang jahat itu.”
Kyra tersenyum haru. Putranya sangat mempercayainya. Namun, yang ia lakukan tadi... ah, bodo amatlah. Lupakan Eiden, fokus dengan kehidupan sendiri dan Darren.
“Darren, kok, belum tidur? Besok, kan, sekolah.” Kyra menuntun putranya untuk kembali ke sofa.
“Darren nggak bisa bobo’ kalo Mami belum pulang. Jadi, Darren tungguin Mami.” Ia tersenyum manis. “Karena Mami udah pulang dan baik-baik aja, Darren mau bobo’ dulu.”
“Iya, Sayang. Tidur, ya. Mami mau bersih-bersih badan dulu, baru nyusul kamu, oke?”
“Oke, Mi.” Darren mengambil cup es krim miliknya yang masih tersisa cukup banyak. Ia membawanya ke dapur, menaruhnya di kulkas. Lanjut masuk ke dalam kamarnya untuk mengistirahatkan diri. Pikirannya sudah plong usai melihat maminya pulang.
Kyra menatap Mauren. “Makasih, Mauren, udah temenin Darren.”
“Santai aja, Kak. Dia itu keponakan gue.” Ya, itu memang benar. Mauren adalah sepupu Kyra, jadi Darren adalah keponakan gadis itu. “Gue numpang nginep, ya? Udah malem, males pulang.”
“Iya, kamu pake aja kamar yang biasanya.”
“Oke.” Mauren pamit ke kamar karena gadis itu pun sudah mengantuk.
Sepeninggalan Mauren dan Darren, Kyra menghembuskan napas panjang. Ia menyandarkan punggungnya di sofa. Hari ini terasa melelahkan baginya—sekalipun ia tidak berkelahi sama sekali.
Sebenernya, apa yang terjadi antara aku sama Tuan Narsis itu, sih? Kenapa aku nggak bisa ingat apa pun?
Pusing memikirkannya, Kyra memutuskan untuk mandi. Ia belum sempat melakukan itu di mansion Eiden tadi karena terlalu panik akan kondisi Darren. Di kamar mandi, Kyra melepas pakaiannya satu per satu. Ia hendak melangkah ke area shower, tapi pandangannya malah jatuh ke cermin.
Kyra melotot. “KYAAA!!! BADANKU KENAPA MERAH-MERAH SEMUA?!!!”
Kyra mengepalkan tangan, menyalurkan kegeramannya. “DASAR BRENGSEK! COWOK MESUM! AWAS, YA, KAMU NANTI!! AKU PASTI BAKALAN HAJAR BURUNG KECILMU ITU!!”
...💫💫💫...
Keesokan harinya...
“Mami, Mami, kok, cemberut gitu, sih?” tanya Darren bingung. Kyra nampak kesal, wanita itu terus memasang raut datar dengan alis menukik tajam selama menyajikan makanan di atas meja makan.
Mauren yang juga ada di sana mengerutkan dahi. “Kakak kenapa?”
Sebelum memasang senyum penuh keterpaksaan, Kyra menghirup napas dalam. Akibat bercak-bercak merah yang ia temukan di tubuhnya semalam, mood wanita itu anjlok ke jurang terdalam. “Nggak pa pa, kok. Lagi kesel aja.”
“Mami kesel sama siapa?”
“Ada, Sayang. Udah, sarapan dulu, yuk.”
Ketiganya pun sarapan bersama dengan khidmat. Masakan yang Kyra buat tidak pernah gagal memanjakan lidah siapa pun. Mungkin memang cocok jika Kyra dijuluki wanita multitalenta. Banyak kemampuan yang belum Kyra tunjukkan di novel ini.
“Gue balik dulu, ya, Kak. Sorry, Jagoan, Aunty nggak bisa anter kamu sekolah. Aunty harus pergi sekarang,” tutur Mauren sebelum pergi.
Darren menggeleng pelan. “No problem, Aunty. Hati-hati di jalan, ya.”
“Oke, Sayang.” Mauren melambaikan tangan yang dibalas sama oleh Darren.
Selepas kepergian Mauren, Kyra menyiapkan pernak-pernik kebutuhan Darren ke sekolah. “Udah siap semua, Sayang?”
“Udah, Mi.”
“Oke, kita berangkat.”
Darren terkikik melihat maminya kembali ceria. “Lets go, Mom!”
...💫💫💫...
“Selamat belajar, Sayang. Yang rajin, ya, biar jadi pintar.” Kyra mengecup puncak kepala putranya sebelum membiarkan Darren masuk ke dalam pekarangan sekolah.
Bocah laki-laki itu tersenyum lebar. “Oke, Mami. Mami hati-hati di jalan, ya.”
“Iya, Sayang.”
Darren melambaikan tangannya, kemudian berjalan memasuki area sekolah. Taman Kanak-Kanak yang lumayan terkenal dan terfavorit di Jakarta.
“Hai, Aunty Kyra.”
Merasa disebut, wanita itu menoleh. Senyum Kyra mengembang melihat Emily tiba dengan gaya rambut dikuncir dua. Namun, raut wajah Kyra berubah masam melihat daddy Emily—yang saat ini terlihat berlipat-lipat lebih menyebalkan.
“Hai, Cantik. Kok baru berangkat?” tanya Kyra basa-basi pada Emily.
Emily mengangguk kuat. “Daddy bangun kesiangan, Aunty. Untung Emily nggak telat tadi,” gerutunya.
Kyra tertawa renyah. Ia mencubit pelan sisi wajah gadis kecil itu. “Masuk dulu sana. Nanti telat beneran, lho.”
Emily tidak membantah sekalipun ia masih ingin berada di dekat Kyra. Ibu dari Darren ini benar-benar membuatnya nyaman. Ia seperti merasa... memiliki mommy yang sangat ia dambakan selama ini.
Emily berpamitan pada Eiden dan melambai pada Garry yang ikut mengantarnya pagi ini. Lalu, berlari kecil memasuki area sekolah.
“Oh, pakai mobilku kemari, Nona Kyra?”
Kyra mendesis sinis melihat senyum mengejek Eiden. Tanpa memedulikan kehadiran Garry, wanita itu menyeret lengan Eiden supaya mengikutinya.
“Kita harus bicara, Tuan Narsis!”
^^^To be continue...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Daddy kamu malam tadi lembur bikin adek makanya telat bangunnya..🤣🤣🤣
2025-01-20
0
Renireni Reni
garry bingung
2023-07-13
2