Chapter 18 | Tantangan Berbumbu Tawaran

“MOMMY!”

Kyra terkejut melihat Emily berlari menghampirinya. Bukan, bukan karena panggilan yang tersemat. Melainkan gaun hitam yang Emily kenakan dan mata bengkak gadis kecil itu.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Kyra berlutut dengan tangan merentang yang disambut pelukan dari Emily. Tangis gadis kecil itu pecah, sangat keras hingga menarik atensi seluruh insan. Bahkan, Darren saja terkejut melihat Emily menangis sekencang itu di pelukan maminya.

Abigail, Cavan, Eiden, dan anggota keluarga Kennedy lainnya menyusul. Mereka tadi kaget karena Emily langsung berlari keluar usai menerima berita jika Kyra dan Darren ada di sini.

“Emily kenapa, hm?” tanya Kyra lembut. Sekilas, wanita itu melirik pakaian yang dikenakan keluarga Emily. Semua hitam. Kayaknya emang ada yang meninggal..

“Hiks.. Mommy... huaaa..” Emily meraung-raung. Pokoknya, semua tidak ditahan lagi. Air matanya luruh. “Uty... Uty Varsha pergi, Mommy.. hiks...”

Walaupun tidak tahu siapa Uty Varsha yang dimaksud, Kyra tetap mengangguk. Yang ia tahu, Emily menyayangi Varsha, tapi orang itu sudah meninggal. Wanita beranak satu itu tidak mengucapkan sepatah kata pun, membiarkan Emily menangis di bahunya sembari mengusap punggung Emily.

Karena tidak tega, Eiden menyusul. Ia ingin mengambil alih putrinya, namun kalungan tangan Emily terlalu kuat di leher Kyra. “Ikut Daddy, ya.”

“Nggak! Emily mau Mommy, hiks.. mau sama Mommy...” raung Emily. Ia melingkarkan kakinya di pinggang Kyra dengan kepala tenggelam di ceruk leher.

Kyra memberi kode supaya membiarkan Emily. Alhasil, Eiden berhenti mencoba.

Beberapa menit berlalu. Tangis Emily mereda, menyisakan senggukan kecil. Kyra merenggangkan pelukan. Tangannya bergerak mengusap pipi basah Emily. “Udah puas nangisnya?” tanya Kyra.

Emily cemberut. Ia mengangguk lucu dengan hidung memerah dan bibir mengerucut.

“Jadi, Uty Varsha meninggal?” tanya Kyra memastikan.

Emily mengangguk.

“Makanya, Emily sedih?”

“Iya, Mommy.”

“Emily sedih nggak kalau Uty Varsha sedih?”

“Sedih,” jawab Emily cepat.

“Emily tau nggak, orang yang meninggal itu bisa liat kita dari atas, lho.”

Emily mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. “Beneran, Mommy?”

Kyra mengangguk. “Kalo Uty Varsha liat Emily kayak gini, kira-kira dia sedih nggak, ya?” Kyra memasang raut sendu. “Sedih boleh, Sayang. Tapi, jangan lama-lama. Karena sedih itu nular. Kalo Emily sedih, Uty Varsha di sana juga ikut sedih. Emily mau Uty Varsha sedih?”

Buru-buru Emily menggeleng. Ia, kan, sayang pada aunty kecilnya itu.

“Nah, makanya Emily jangan nangis lagi.” Kyra mengusap pipi Emily gemas. “Lagian ada yang lebih parah, lho.”

“Apa?” tanya Emily ingin tahu.

Kyra menunjuk dengan dagunya. Sontak Emily menolehkan kepala, memperhatikan keluarganya yang tengah menatapnya sendu. “Seperti yang Mommy bilang, sedih itu nular, Sayang. Gara-gara Emily nangis, yang lain ikut sedih. Daddy, grandma, grandpa, semuanya sedih.”

“Jadi, sudah, ya, nangisnya. Nangis nggak akan ngehasilin apa-apa, Sayang, malah buat kamu capek sendiri. Nanti mukanya jelek,” tambah Kyra menggoda gadis kecil itu.

Emily langsung kesal. “Emily nggak jelek, ya, Mom!” ketusnya melipat tangan di depan dada.

Kyra terkekeh. Ia menggendong putri Eiden itu, lalu berdiri. Ia berjalan menuju pintu utama yang diisi keluarga besar Kennedy. “Semua orang pasti meninggal, Sayang. Cuma.. kapan kita meninggal, nggak ada yang tau.”

Kyra menurunkan Emily di depan Abigail. “Walaupun Uty Varsha udah nggak ada, tapi, kan, Emily masih bisa ingat-ingat Uty Varsha. Kenangan Uty Varsha masih tetep ada. Jadi, Emily jangan sedih. Nanti nular ke banyak orang. Mommy juga ikutan sedih nanti. Tadi aja Mommy hampir nangis, untung ditahan.”

“Emang nangis bisa ditahan, ya, Mommy?” tanya Emily polos.

Kyra cengengesan. “Bisa dong. Tapi, mata Mommy jadi sakit. Aduuhh..” Sok pura-pura mengusap mata.

Bibir Emily kembali menekuk ke depan. Tangan mungilnya bergerak mengusap mata Kyra. “Sakit, ya, Mommy?”

“Iya, Sayang, aduuhh.. sakit.” Kyra berakting.

Darren yang melihat berdecih. Si ratu drama memang suka sekali bertingkah. “Udah, ya, Mami.” Buru-buru ia mendekat dan menepuk lengan Kyra. “Apa-apaan barusan? Adegan pengabaian anak kandung demi anak tiri?”

“Astaga, Mami salah apa sama kamu, Darren?” protes Kyra mengusap lengannya. Nggak kira-kira putranya menggeplak tangannya.

“Itu tadi, Mami gendong Emily terus ngelewatin Darren gitu aja. Darren jadi pemeran anak nggak dianggap gitu?” Yang ini Darren sungguhan kesal tidak, sih? Bocah itu melipat tangan di depan dada dengan botol di genggaman. Raut wajahnya nampak sebal.

“Darren, Mami, kan, sedang berbuat baik, menenangkan gadis kecil yang sedang sedih. Harusnya kamu contoh.” Kyra kesal. “Ikut tepuk-tepuk kek, atau kasih kalimat penenang kek. Nggak liat apa kalo Emily lagi sedih?”

“Iya, sih, sedih. Darren punya mata dan masih berfungsi dua-duanya.” Darren melotot ke arah sang mami. “Tapi, emang perlu Mami lewatin Darren gitu aja? Apa Darren cuma patung pajangan doang? Minimal diajak kerja sama kek, gitu, lho.”

“Apa? Kamu cemburu?” ledek Kyra.

“Cih, cemburu?” Darren memaksakan diri untuk tertawa. “Enak aja Darren cemburu. Ini cuma perasaan tidak terima, ya, Mi. Tujuan kita ke sini, kan, bukan jadi pemeran drama anak tiri dan anak kandung. Tapi, balikin botol minum. Kalo mau main drama, Darren jadi anak kandungnya dong. Nggak seru, ah, kalo gini.”

“Ppfftt...” Beberapa orang di belakang Abigail menahan tawa melihat interaksi Darren dan maminya. Unik sekali.

Kyra mendesis sinis. Ia baru saja ingin membalas, namun tawa Emily pecah duluan. Anak perempuan itu bertepuk tangan riang. “Mommy sama Kakak lucu, deh.”

Sementara Emily fokus tertawa, Darren dan Kyra saling melirik. Keduanya menyunggingkan senyum misterius. Tanpa diketahui Emily, sepasang ibu dan anak itu bertos ria, lalu mengacungkan jempol.

Misi menghibur Emily, sukses.

...💫💫💫...

“Kenapa saya dipanggil kemari, Nyonya?” tanya Kyra. Usai menenangkan Emily tadi, ia tidak langsung pulang. Gadis kecil itu mengajaknya dan Darren untuk tinggal sebentar.

Ribuan pertanyaan Kyra terima. Banyak yang menanyainya ini dan itu. Pasalnya, jarang sekali Emily bisa dekat dengan orang luar. Putri Eiden itu bahkan tidak berhubungan dekat dengan kerabat yang memiliki ikatan darah. Ada pun hanya beberapa.

“Menikahlah dengan anak Tante, Kyra,” ucap Abigail.

Shock!

Kyra sampai tidak bisa berkata-kata. Begitupun dengan lelaki di sebelahnya. Ini ada badai apa, sih, sebenarnya? Kenapa maklumat tak diduga begini bisa menggema tiba-tiba?!

“Maksud Mama apa?” Dengan raut datarnya, Eiden bertanya.

“Mama ingin kalian menikah, itu aja.”

Kalau itu, saya juga tahu, Nyonya. Kyra geregetan sendiri, deh. “Maksudnya, alasan Anda ingin kami menikah apa, Nyonya? Ini sangat tiba-tiba dan tidak... saya duga.”

Abigail membisu. Wanita paruh baya itu memandang Kyra dan Eiden bergantian dengan sorot rumit. Usai menghela napas, ia berkata, “Menikahlah demi anak-anak, Nak.”

Tahu jika kedua insan berbeda gender di hadapan masih tak mengerti, Abigail melanjutkan. “Demi Darren dan Emily. Kalian berada di situasi yang sama, kan? Kalau kalian menikah, Emily dan Darren akan punya orang tua lengkap.”

Ah, Kyra mendapat sedikit titik terang di sini. Apa Abigail menyerukan permintaan—atau mungkin perintah—tak terkira ini akibat adegan pelukan di luar mansion beberapa menit lalu? Jika iya, ini cukup masuk akal.

Iya, masuk akal bagi seorang nenek yang menyayangi cucunya.

“Selama ini, Emily nggak pernah dekat sama wanita mana pun, Nak. Cuma kamu, cuma kamu yang dia sebut. Tante aja kaget waktu dia manggil kamu ‘mommy’ tadi,” papar Abigail pada Kyra. “Tante paham kalian sama sekali nggak punya perasaan satu sama lain. Tapi, apa salahnya mencoba? Seenggaknya, anak-anak kalian bahagia.”

Punya bapak triplek datar kayak ginigini bahagia?! Hahaha... lucu sekali, Nyonya. Dunia jungkir balik kalo gitu.

Kyra menggeleng. “Tidak, Nyo—”

“Panggil ‘tante’ saja, Nak. Atau ‘mama’ juga boleh,” sela Abigail dengan senyum lembut.

Kyra mengerjap-ngerjapkan matanya. Lalu, berdeham. “Tante, perkataan Tante mungkin ada benarnya. Tapi, putra saya tidak membutuhkan itu. Dia sudah mengikhlaskan kepergian papinya.”

Abigail mengulas senyum. “Apa kamu yakin, Kyra?”

“Hm?”

“Mungkin Darren bertingkah seperti itu demi kamu, supaya kamu nggak sedih. Apa kamu bisa jamin kalau Darren nggak pernah mau kasih sayang seorang ayah?”

Sial! Kalau begini, Kyra jelas tahu jawabannya. Ia saksi di beberapa malam ketika sang putra mengigau papinya atau menatapi figura Wildan yang dipajang.

Hanya saja, menikah lagi? Itu kegiatan terakhir di daftar prioritas Kyra.

Apalagi calonnya Eiden. Yang ada Kyra bisa mendadak kehilangan nyawa karena tekanan darah tinggi.

“Tante, saya tetap ti—”

“Oke. Akan kami pikirkan,” sela Eiden yang sukses membuat Kyra terkejut. Usai berpamitan, ia menarik lengan Kyra keluar ruangan, ruang kerja Eiden.

“Kau!” Kyra menyentak tangannya. Usai mengamati sekitar yang jauh dari keramaian, ia menuding wajah Eiden. “Apa maksud kata-kata Anda tadi, hah?!” Kalimat Eiden bukannya sedikit ambigu? Itu artinya mereka memberi harapan pada Abigail jika mereka akan berdiskusi untuk menindaklanjuti, kan?

“Lakukan saja.” Eiden menatap Kyra datar. Bedanya, kali ini Kyra bisa merasakan jika sorot itu sedikit melunak dari biasanya. “Menikah denganku.. demi anak-anak.”

“Hei, Tuan Narsis.” Kyra menajamkan pandangan. “Menikah dengan Anda? Hah! Itu mustahil.”

Dahi Eiden mengerut. “Mustahil? Kenapa?”

Kyra melipat kedua tangannya di depan dada, menunjukkan jika ia memiliki otoritas tersendiri. Wanita itu tidak akan kalah atas intimidasi yang Eiden beri. “Saya tidak mau menikah dengan laki-laki kaku seperti Anda.”

“Apalagi, kita tidak saling mengenal. Tidak ada perasaan sama sekali antara saya dengan Anda. Saya malah berpikir Anda menyebalkan sekali.” Kyra berdecak. “Bukannya pernikahan ini akan sia-sia?”

“Setidaknya, kedua anak kita bahagia bukan?” balas Eiden dengan alis terangkat sebelah.

“Mungkin lebih tepatnya, anak Anda, bukan anak kita.” Kyra maju satu langkah. Bola mata mereka bersirobok satu sama lain. “Selama ini, saya memang dekat dengan putri Anda. Tapi, memangnya Anda dekat dengan putra saya?”

Eiden terdiam.

Kyra tersenyum miring. “Seandainya kita menikah, Emily akan sangat senang. Lalu, Darren? Dia akan merasa tersisihkan karena perhatian maminya terbagi dan dia tidak mendapat kasih saya papinya. Itu tidak adil, kan?”

Melihat Eiden bungkam, Kyra tersenyum penuh kemenangan. Perkataannya barusan pasti menampar balik lelaki itu. Selama ini, kan, Eiden cuek sekali, termasuk pada Darren. Memikirkan putranya yang terabaikan membuat Kyra tidak nyaman.

“Jadi, Tuan Narsis.” Kyra menekan setiap kata pada kalimatnya. “Jangan suka berpikir yang aneh-aneh. Kita berdua tidak akan menikah karena pernikahan ini hanya menguntungkan sepihak. Jadi, permisi. Saya pamit pulang.”

Kyra berbalik, melangkah menjauh dari Eiden yang bergeming di posisi.

“Gimana kalau ini menguntungkan kita berdua?”

Suara bernada datar itu mengalun di telinga Kyra. Wanita itu menghentikan ayunan kakinya, lalu berbalik melihat Eiden yang mendekat. “Apa?”

“Gimana kalau pernikahan ini menguntungkan kita berdua? Apa kamu setuju?” tanya Eiden.

Kyra menaikkan sebelah alisnya, bingung.

“Satu minggu.”

“Apanya?” Kyra tidak paham.

“Aku akan mendekati Darren selama satu minggu. Jika Darren menyukaiku, maka kamu harus menerima pernikahan ini. Bagaimana?”

Wow, apa barusan Eiden menantang Kyra? Sebuah tantangan yang dibumbui tawaran aneh?

^^^To be continue...^^^

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Nah mending nikahin aja mereka oma..Untung aja kerja keras Eiden malam itu gak membuahkan hasil adek untuk Emily dan Darren..😆😆

2025-01-20

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

SKAKMATT buat Eiden..Emily mah untung Darren yg buntung..😌😌

2025-01-20

0

Dara duri Rose

Dara duri Rose

manis banget

2024-03-11

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Chapter 1 | Kyra dan Darren
3 Chapter 2 | Eiden dan Emily
4 Chapter 3 | Pertemuan Kedua
5 Chapter 4 | Apa yang Kamu Lakukan Padaku?!
6 Chapter 5 | Akan Kuhajar Dia
7 Chapter 6 | Kedatangan Tamu
8 Chapter 7 | Aku Tidak Bisa
9 Chapter 8 | Pasti Mami Jemput
10 Chapter 9 | Bukan Kali Pertama
11 Chapter 10 | Darren Nggak Masalah, kok
12 Chapter 11 | Apa Lebih Baik Menikah?
13 Chapter 12 | Undangan Acara Fashion
14 Chapter 13 | Di Mana Suami Anda?
15 Chapter 14 | Ada yang Aneh Dengannya
16 Chapter 15 | Ledakan
17 Chapter 16 | Pembantaian
18 Chapter 17 | Gaun Hitam dan Mata Bengkak?
19 Chapter 18 | Tantangan Berbumbu Tawaran
20 Chapter 19 | Menilai dan Membujuk
21 Chapter 20 | Momen Pertama yang Canggung
22 Chapter 21 | Pesan Nomor Tidak Dikenal
23 Chapter 22 | Diculik
24 Chapter 23 | Diculik (2)
25 Chapter 24 | Aksi Kyra
26 Chapter 25 | Di Mana Mommy?
27 Chapter 26 | Nasihat Bocah 6 Tahun
28 Chapter 27 | Tentang Tawaran Pernikahan
29 Chapter 28 | Kamu Dukung Mereka?
30 Chapter 29 | Menikah Dadakan
31 Chapter 30 | Perubahan Suasana
32 Chapter 31 | Malam Apa?
33 Chapter 32 | Siapa yang Datang?
34 Chapter 33 | Bodyguard Pribadi
35 Chapter 34 | Raja Sehari Darren
36 Chapter 35 | Raja Sehari Darren (2)
37 Chapter 36 | Nyonya Menangis?
38 Chapter 37 | Masih Raja Sehari?
39 Chapter 38 | Pasti Rindu
40 Chapter 39 | Serangan
41 Chapter 40 | Ungkapan Perasaan
42 Chapter 41 | Pertemuan Kakak Beradik
43 Chapter 42 | Resepsi Pernikahan
44 Chapter 43 | Resepsi Pernikahan (2)
45 Chapter 44 | Ada Mama
46 Chapter 45 | Dibawa Pergi
47 Chapter 46 | Belajar di Mana?
48 Chapter 47 | Kita Saling Melengkapi
49 Chapter 48 | Si Ratu Sehari
50 Chapter 49 | Nenek Sihir!
51 Chapter 50 | Liburan di Villa
52 Chapter 51 | Pergi ke Markas
53 Chapter 52 | Kyra Menghilang
54 Chapter 53 | Kyra Menghilang (2)
55 Chapter 54 | Fakta Baru
56 Chapter 55 | Beban yang Kamu Tanggung...
57 Chapter 56 | Ingin Bicara
58 Chapter 57 | Cerita Cavan
59 Chapter 58 | Harus Diselesaikan
60 Chapter 59 | Kerja Sama
61 Chapter 60 | Minta Izin
62 Chapter 61 | Penuh Darah
63 Chapter 62 | Kejujuran Eiden
64 Chapter 63 | Terbongkar
65 Chapter 64 | Ikut ke Markas
66 Chapter 65 | Keraguan
67 Chapter 66 | Perang Dingin
68 Chapter 67 | Terima Kasih, Wildan
69 Chapter 68 | Apa Dia...
70 Chapter 69 | Diawasi
71 Chapter 70 | Ingin Cerita?
72 Chapter 71 | Happy Birthday, Darren
73 Chapter 72 | Happy Birthday, Darren (2)
74 Chapter 73 | Mommy Emily?
75 Chapter 74 | Cerita Eiden
76 Chapter 75 | Ancaman Kyra
77 Chapter 76 | Mainan Baru
78 Chapter 77 | Alih Tugas
79 Chapter 78 | Perang Pecah
80 Chapter 79 | Rencana Gagal?
81 Chapter 80 | Kyra ke Mana?
82 Chapter 81 | Jenis Kelamin si Baby?
83 Chapter 82 | Kakek Jerome
84 Chapter 83 | The Last: Welcome, Baby Boy
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Prolog
2
Chapter 1 | Kyra dan Darren
3
Chapter 2 | Eiden dan Emily
4
Chapter 3 | Pertemuan Kedua
5
Chapter 4 | Apa yang Kamu Lakukan Padaku?!
6
Chapter 5 | Akan Kuhajar Dia
7
Chapter 6 | Kedatangan Tamu
8
Chapter 7 | Aku Tidak Bisa
9
Chapter 8 | Pasti Mami Jemput
10
Chapter 9 | Bukan Kali Pertama
11
Chapter 10 | Darren Nggak Masalah, kok
12
Chapter 11 | Apa Lebih Baik Menikah?
13
Chapter 12 | Undangan Acara Fashion
14
Chapter 13 | Di Mana Suami Anda?
15
Chapter 14 | Ada yang Aneh Dengannya
16
Chapter 15 | Ledakan
17
Chapter 16 | Pembantaian
18
Chapter 17 | Gaun Hitam dan Mata Bengkak?
19
Chapter 18 | Tantangan Berbumbu Tawaran
20
Chapter 19 | Menilai dan Membujuk
21
Chapter 20 | Momen Pertama yang Canggung
22
Chapter 21 | Pesan Nomor Tidak Dikenal
23
Chapter 22 | Diculik
24
Chapter 23 | Diculik (2)
25
Chapter 24 | Aksi Kyra
26
Chapter 25 | Di Mana Mommy?
27
Chapter 26 | Nasihat Bocah 6 Tahun
28
Chapter 27 | Tentang Tawaran Pernikahan
29
Chapter 28 | Kamu Dukung Mereka?
30
Chapter 29 | Menikah Dadakan
31
Chapter 30 | Perubahan Suasana
32
Chapter 31 | Malam Apa?
33
Chapter 32 | Siapa yang Datang?
34
Chapter 33 | Bodyguard Pribadi
35
Chapter 34 | Raja Sehari Darren
36
Chapter 35 | Raja Sehari Darren (2)
37
Chapter 36 | Nyonya Menangis?
38
Chapter 37 | Masih Raja Sehari?
39
Chapter 38 | Pasti Rindu
40
Chapter 39 | Serangan
41
Chapter 40 | Ungkapan Perasaan
42
Chapter 41 | Pertemuan Kakak Beradik
43
Chapter 42 | Resepsi Pernikahan
44
Chapter 43 | Resepsi Pernikahan (2)
45
Chapter 44 | Ada Mama
46
Chapter 45 | Dibawa Pergi
47
Chapter 46 | Belajar di Mana?
48
Chapter 47 | Kita Saling Melengkapi
49
Chapter 48 | Si Ratu Sehari
50
Chapter 49 | Nenek Sihir!
51
Chapter 50 | Liburan di Villa
52
Chapter 51 | Pergi ke Markas
53
Chapter 52 | Kyra Menghilang
54
Chapter 53 | Kyra Menghilang (2)
55
Chapter 54 | Fakta Baru
56
Chapter 55 | Beban yang Kamu Tanggung...
57
Chapter 56 | Ingin Bicara
58
Chapter 57 | Cerita Cavan
59
Chapter 58 | Harus Diselesaikan
60
Chapter 59 | Kerja Sama
61
Chapter 60 | Minta Izin
62
Chapter 61 | Penuh Darah
63
Chapter 62 | Kejujuran Eiden
64
Chapter 63 | Terbongkar
65
Chapter 64 | Ikut ke Markas
66
Chapter 65 | Keraguan
67
Chapter 66 | Perang Dingin
68
Chapter 67 | Terima Kasih, Wildan
69
Chapter 68 | Apa Dia...
70
Chapter 69 | Diawasi
71
Chapter 70 | Ingin Cerita?
72
Chapter 71 | Happy Birthday, Darren
73
Chapter 72 | Happy Birthday, Darren (2)
74
Chapter 73 | Mommy Emily?
75
Chapter 74 | Cerita Eiden
76
Chapter 75 | Ancaman Kyra
77
Chapter 76 | Mainan Baru
78
Chapter 77 | Alih Tugas
79
Chapter 78 | Perang Pecah
80
Chapter 79 | Rencana Gagal?
81
Chapter 80 | Kyra ke Mana?
82
Chapter 81 | Jenis Kelamin si Baby?
83
Chapter 82 | Kakek Jerome
84
Chapter 83 | The Last: Welcome, Baby Boy

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!