“Mami?” Darren memandangi Kyra yang berpakaian resmi siang ini—maksudnya serba hitam lengkap dengan senjata. “Mami mau ke mana?”
Kyra mendekat dan berjongkok. “Ada orang jahat yang mau celakai kita, Sayang. Jadi, sebelum orang jahatnya ke sini, Mami duluan yang ke sana buat kasih pelajaran. Jadi, Darren di rumah jaga diri, ya. Mami usahain nggak lama. Nanti Aunty Mauren ke sini, kok, temani Darren.”
Darren mengerjap-ngerjapkan bola mata hijaunya—selaras dengan milik Kyra. “Kenapa orang jahat dateng terus, Mami? Kenapa mereka terus serang kita? Memangnya kita salah apa?”
Kyra tersenyum penuh arti. Jelas dirinya tidak akan menerangkan apa pun. Darren masih terlalu kecil untuk mengetahui hal-hal berbau mafia, dunia yang menghalalkan segala cara demi keuntungan pribadi.
Untungnya, prinsip Black Rose tidak seperti itu. Mafia yang dipimpin oleh Kyra ini tidak akan menyerang jika tidak diusik. Operasi yang mereka lakukan hanyalah pengedaran senjata ilegal.
Kyra sendiri yang mendirikan pabrik tersebut dan menyebarkannya ke penjuru dunia. Inovasi yang wanita itu buat di bidang senjata membuat dirinya banyak diincar. Karena itulah, Black Rose diciptakan. Kepribadian Kyra yang kejam sangat sesuai baginya menghabisi para pengkhianat itu.
“Kalo ada orang baik, pasti ada orang jahat, Sayang.” Hanya sampai di situ penjelasan Kyra. Wanita itu memilih untuk segera berpamitan sebab Reven sudah menantinya di luar rumah. “Perintahkan anak buah kita untuk menjaga rumah saya. Darren ada di dalam,” suruh Kyra.
“Baik, Nona.” Reven melirik beberapa anak buahnya. Mereka mengangguk paham.
“Hubungi Mauren, suruh dia menemani Darren di rumah,” pinta Kyra lagi.
“Baik, Nona.” Reven meraih ponsel dan menelpon seseorang. Beberapa menit berbincang, lelaki itu mengatakan jika Mauren dalam perjalanan kemari. “Mari, Nona.” Membukakan pintu mobil untuk Kyra.
“Ada masalah apa di markas?” tanya Kyra sewaktu keduanya berada di dalam mobil. Ia duduk di jok tengah, sementara Reven mengemudi.
“Ada kelompok yang berusaha membobol gudang kita, Nona. Sebagian dari mereka sudah berhasil kami lumpuhkan. Tapi, sebagiannya lagi melarikan diri,” kata Reven. Ia menjeda kalimatnya demi bisa melirik sang atasan melalui kaca mobil. “Apa yang harus kita lakukan, Nona?”
Kyra menyeringai. “Apa lagi memang? Kita serang balik, lah!”
...💫💫💫...
“Di sini tempatnya?” Eiden memandang bangunan kumuh di depannya.
Garry dan Michael yang duduk di jok mobil depan mengiyakan. Pemilik bangunan di depan diduga memiliki hubungan dengan The Zero’s. Maka dari itu, mereka datang untuk menyelidiki—dan jika benar, orang-orang di dalam juga harus dihabisi.
“Ayo masuk.” Eiden turun lebih dulu. Dibalik jasnya tersimpan puluhan senjata sebagai persiapan.
Ketiganya melangkah sesenyap mungkin. Kian dekat, Eiden dibuat bingung karena tidak ada penjagaan sama sekali di gerbang.
Berhasil masuk ke pekarangan, suasana begitu sepi. Michael berinisiatif mengintip ke dalam guna memeriksa situasi. Ini terlalu mudah jika disangkutpautkan dengan The Zero’s. Pasti ada yang salah.
“Bagaimana?” tanya Eiden sekembalinya Michael.
Wajah Michael memerah. Lelaki itu memalingkan wajah, enggan menjelaskan karena malu. “Lagi ada pesta di dalam.”
Garry mengerutkan dahi. “Pesta?”
“Kayaknya.. pesta miras sama..”
“Sama?” desak Eiden ingin tahu.
“Wanita,” jawab Michael pada akhirnya. Dia benar-benar terkejut melihat orang-orang di dalam tengah menggauli banyak wanita. Suara de*ahan menggema di mana-mana. Satu wanita saja bisa digilir puluhan pria.
Eiden menghela napas. Jadi itu alasannya Michael memerah. “Ayo masuk,” ajaknya.
Michael menggeleng. “Nggak mau, jijik.”
Eiden melirik sinis. “Makanya, nikah!”
Tanpa memedulikan Michael yang semakin merengek tidak ingin ikut, Eiden dan Garry melangkah terlebih dahulu. Eiden menendang pintu masuk dengan mudah, mengejutkan para pria di dalam yang tengah mabuk dan bersorak.
Orang-orang di dalam segera membenahi diri walaupun dilanda rasa pening. Puluhan tangisan pecah, wanita-wanita di dalam meraung setelah dipakai berulang kali. Begitu saja Eiden bisa menyimpulkan.
Wanita-wanita itu dipaksa melayani.
Dengan tangan masuk ke dalam saku celana, Eiden melangkah di antara para pria dan wanita yang bertelanjang tanpa ekspresi. Seolah lelaki itu sama sekali tidak memiliki minat terhadap para wanita itu.
“Kau!” Eiden menuding pria yang duduk di bangku teratas. “Apa kamu memiliki hubungan dengan The Zero’s?” tanyanya to the point.
Pria yang ditunjuk—Mr. Fredy—adalah sang pemimpin perkumpulan. Pria itu duduk dengan angkuh di bangku teratas ditemani tiga wanita seksi sekaligus. Sepertinya, Fredy belum menyentuh siapa pun, hanya menyaksikan anak buahnya bermain tanpa iba.
“Siapa kamu?” tanya Fredy tak mengenali sosok Eiden dan Garry. Memang sedikit familiar, namun ia tidak terlalu ingat.
Eiden menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. “Jawab saja.”
“Jika iya, memangnya kenapa?” Fredy tertawa. “Apa kamu takut?”
Eiden berdecih. Apa barusan dirinya diremehkan? Itu tidak akan pernah terjadi seandainya pria itu mengenali siapa ia sebenarnya. Eiden tidak suka dianggap lemah—karena ia yang terkuat.
Tanpa basa-basi, Eiden mengeluarkan pistol dari balik jas, menodong Fredy yang masih nampak tenang. Lumayan juga untuk ukuran kaki tangan. Ketiga wanita yang bersama Fredy-lah yang memekik. Mereka bersembunyi dibalik kursi.
“Itu artinya, kamu tidak diizinkan hidup,” kata Eiden enteng.
“Atas dasar apa kamu—”
Dorr!
Fredy tertembak tepat di dahi. Pria yang semula angkuh itu seketika tidak bernyawa. Ketiga wanita tadi histeris, tidak percaya dengan adegan pembunuhan yang terjadi tepat di hadapan. Anak buah Fredy pun tidak sanggup menolong, mereka sedang mabuk.
“Garry, bakar tempat ini,” perintah Eiden.
“Baik, Tuan Muda.”
Eiden berbalik, berniat ingin pergi meninggalkan bangunan. Namun, suara gedoran menarik perhatiannya.
“TOLOONGGG!!! TOLOONGG SIAPA PUN DI LUAR!!”
Brakkk brakkk!!
“KELUARKAN AKU DARI SINI!!”
Itu suara wanita. Eiden menyuruh Garry untuk mengecek. Tanpa membantah, sang asisten mendekati pintu yang menjadi sumber suara. Ia membuka kunci dan menemukan seorang wanita berdiri dengan kondisi kusut di belakang pintu.
Eiden memicing. Wanita dengan kaus putih dan celana hitam itu terlihat familiar. Parasnya tidak asing di memorinya.
Wanita itu berjalan sempoyongan. Napasnya memburu. Sial! Aku lengah tadi. Kenapa malah jadi kayak gini, sih? Di mana Reven?!
Dia Kyra. Ia datang kemari untuk membalas kelompok Fredy yang sudah mengobrak-abrik gudang senjatanya. Tapi, yang ia dapat adalah pesta mengejutkan.
Seingat Kyra, Reven muntah-muntah sebelum berhasil masuk karena bau aneh. Lelaki itu pergi entah ke mana. Karena mengkhawatirkan kondisi Reven, Kyra lengah. Salah satu anak buah Fredy menembakkan suntik berisikan obat perangsang. Kemudian ia dikurung dalam ruangan. Katanya, menanti obatnya bereaksi.
Bukannya dia ibunya teman Emily?—batin Eiden usai memutar otak. Kenapa dia di sini?
“T–Tuan, tolong saya..” Tubuh Kyra ambruk ke arah Eiden. Ia memeluk tubuh kekar itu dengan nyaman, tubuhnya yang semula panas jadi dingin.
Garry meneguk saliva kasar. Selain Abigail, Emily, dan mantan istri Eiden, ia tidak pernah melihat atasannya membiarkan seseorang memeluk tubuh.
Eiden menggeram. Ia menarik dagu Kyra, menengadahkan kepalanya. Niat hati ingin menyemburkan kalimat mutiara, lelaki itu dibuat terpana dengan bola mata hijau wanita itu. Terlihat sayu dan menggoda.
Jarang sekali Eiden bisa melihat bola mata secantik ini di Indonesia. Ia jelas bisa membedakan mana yang asli dan mana yang menggunakan lensa. Ini murni dari sumber, bola mata yang menawan.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Eiden, tidak jadi memarahi Kyra.
Bukannya menjawab, Kyra malah menggesek-gesekkan hidung mancungnya ke leher Eiden. “Mereka menculikku tadi, terus aku dikurung.. bawa aku pergi, ya.”
Eiden mendesis merasakan suhu tubuh Kyra yang sangat panas. Ia tebak jika wanita itu diberi obat perangsang sebelumnya. Apalagi ketika Kyra menggesekkan tubuhnya, darah Eiden mendadak berdesir.
“S*it! Jangan salahkan aku dengan apa yang terjadi. Kamu yang memulai semuanya, Nona.”
^^^To be continue...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
sekurang-kurangnya Eidin mikir kalo Kyra itu korbannya..😂
2025-01-20
0
Qaisaa Nazarudin
GILA..
2025-01-20
0
HNF G
haiishhh.... beruntung, dpt durian runtuh nih, rejeki gak kemana 🤭🤭🤭
2023-08-24
0