“Aunty Kyra mana, Kak?” Emily celingukan.
Darren menunjuk ke arah lain. “Mami di san—”
BOOMMM..!
Ledakan besar dari sisi kanan gedung terdengar.
“Aaaa...” Semua orang berteriak ketakutan. Mereka mulai kalang kabut, berlarian ke sana kemari mencari jalan keluar.
“Mami..” Tidak menghiraukan yang lain, Darren berlari menuju meja Kyra. Anak itu masih ingat betul letaknya.
Reven terkejut. “TUAN KECIL!” Buru-buru ia menyusul majikan kecilnya itu.
Abigail segera menggendong Emily. Wanita itu menghubungi sang suami jika terjadi sesuatu di acara dan memintanya datang sembari melangkahkan kaki. Cavan yang mendengar cucu perempuannya menangis mengatakan akan menyusul secepatnya.
Sementara itu, Darren berlarian melewati orang-orang. Beberapa kali tak sengaja tertendang, bocah itu kembali bangkit untuk mencari sang mami. Yang ada di pikiran Darren saat ini hanyalah Kyra. Keselamatannya tidak dipedulikan.
“MAMI!” panggil Darren setengah berteriak. Ia panik luar biasa.
Tiba-tiba saja, Darren merasakan tubuhnya melayang. Ketika ia menoleh, anak laki-laki itu menghembuskan napas lega. Kyra-lah yang menggendongnya.
“Mami baik-baik aja, kan? Ada yang luka?” tanya Darren cemas.
Kyra tersenyum lembut dan menggeleng. “Mami fine, Sayang. Mana Uncle Reven?”
“Nona! Tuan Kecil!” Baru dibicarakan, Reven tiba. “Kita harus segera keluar, Nona.”
Tidak ada yang kekurangan. Kyra, Darren, Reven, serta kelima bodyguard lengkap. Mereka berjalan cepat di antara ribuan manusia lain yang berdesakan keluar. Seandainya tidak ada Darren di sana, mungkin mereka bisa mencari pelaku dari ledakan barusan. Namun, situasinya berbeda.
Acara fashion diadakan di ballroom hotel mewah yang luas. Menurut terkaan Kyra, ledakan tadi berasal dari bom. Siapa yang meletakkan, Kyra jelas tidak tahu karena ini di luar pemikiran.
Menurut tebakan Kyra, si pelaku mengincar seseorang. Namun, orang itu benar-benar bodoh karena melakukan di tempat umum sehingga membahayakan khalayak ramai.
Kedelapan orang—termasuk Kyra—itu berhasil keluar dan menjauh. Wanita beranak satu itu tampak mengamati bangunan hotel yang perlahan hancur karena salah satu pondasinya rusak. Jago merah melahap sebagian besar bangunan sehingga puing-puing hotel berjatuhan.
“Ayo kita pulang, Sayang.” Kyra berkata pada Darren.
Tanpa menunggu lagi, mereka pergi menaiki mobil yang baru datang. Atas inisiatifnya, Reven menghubungi anggotanya untuk datang dengan beberapa mobil. Itulah mengapa mereka bisa pulang.
Di sisi lain, Abigail dan Emily selamat. Hanya saja, pengawal yang mereka bawa terluka ketika menyelamatkan keduanya.
“Grandma, Emily takut.” Tubuh gadis kecil itu bergetar hebat di pelukan Abigail. Wajar, kan, kalau ia ketakutan.
“Ssstt.. kita aman, Sayang,” bisik Abigail. Ia menepuk-nepuk punggung cucunya.
Tidak lama, Cavan dan Eiden tiba. Mereka langsung menghampiri Abigail juga Emily karena sudah menerima pesan dari sang pengawal mengenai posisi mereka.
“Kalian baik-baik aja?” tanya Cavan khawatir. Abigail mengiyakan, namun sorot matanya nampak sendu ketika ia melirik Emily. Tubuh gadis kecil itu masih terus bergetar.
Eiden mengambil alih putrinya. Lelaki itu ingat bagaimana putrinya sangat antusias untuk datang ke acara fashion. Namun, yang ia dapati sekarang malah sebaliknya. “Daddy di sini, Sayang.”
Kalungan tangan Emily semakin erat di leher Eiden. Berangsur-angsur tubuhnya mengendur, tidak setegang tadi. Kalimat-kalimat penenang yang dibisikkan Eiden sedikit banyak mempengaruhi Emily.
“Ayo kita pulang,” ajak Eiden merasakan dengkuran halus di telinganya. Napas teratur Emily terasa hangat di leher.
Sebelum benar-benar pulang, lelaki itu melirik anak buahnya. Paham maksud sang tuan, mereka mengangguk pelan, kode jika perintah Eiden akan dilaksanakan.
...💫💫💫...
“Apa yang kamu dapatkan, Reven?” tanya Kyra. Usai pulang dan membersihkan diri, Kyra meminta lelaki kepercayaannya itu untuk menyelidiki dalang dibalik pengeboman hotel. Darren sendiri sudah tertidur di kamarnya.
“Beberapa anggota kita sedang turun ke lapangan untuk menyelidiki secara langsung, Nona. Untuk saat ini, yang bisa saya dapatkan hanyalah.. incaran mereka bukan kita, tapi orang lain,” ucap Reven yakin.
Kyra menaikkan sebelah alisnya. “Hm? Apa yang membuatmu yakin?”
Reven menyerahkan ponselnya. Sebuah video terputar di sana. “Seluruh CCTV di ballroom hotel rusak, Nona. Tapi, saya berhasil memulihkan beberapa dan meretas CCTV lain di sekitar gedung.”
Kyra memperhatikan dengan saksama. CCTV di samping gedung hotel merekam dengan jelas beberapa persona berpakaian hitam tengah mengendap-endap masuk. Lalu, CCTV lain menunjukkan jika orang-orang itu tengah mengintai ke dalam ballroom.
Benar dugaannya. Mereka mengincar seseorang di antara para tamu hari ini.
“Di rekaman tersebut tertera tanggal dan jamnya, Nona. Dari situ saja, kita bisa menyimpulkan jika incaran mereka bukan kita, melainkan orang lain. Mereka sudah memasuki gedung dan mengintai sebelum kita datang,” sambung Reven mengakhiri penjelasannya. Lagipula, ia tahu nonanya paham tanpa ia terangkan sekalipun.
Kyra menghela napas berat. “Ya sudah, jangan ikut campur urusan mereka.”
“Nona tahu siapa incaran mereka?” tanya Reven tak percaya. Padahal, belum ada laporan apa pun dari anak buahnya.
“Mungkin.. ya.” Kyra bergumam tidak jelas. “Intinya, kita jangan ikut campur.”
Walaupun penasaran siapa orang yang dimaksud, Reven tetap mengangguk. “Baik, Nona.”
...💫💫💫...
Keesokan harinya...
Eiden duduk termenung di tepi ranjang. Sorot matanya begitu dingin mengarah ke depan. Ia jelas ingin mengumpat, tapi tak berdaya. Putrinya terlelap tepat di sampingnya dengan posisi menggenggam jemari lelaki itu.
Ada banyak pikiran yang mengelilingi otaknya. Ia geram karena tindakan musuh semalam sukses membuat Emily—batas kesabaran Eiden—ketakutan.
Jika yang diserang papa dan mamanya, Eiden tidak terlalu mempermasalahkan. Kedua orang tua itu sanggup melawan dengan tenaga dan otak cerdas masing-masing. Apalagi Cavan, kan, mantan pemimpin mafia Blood Moon, mafia yang saat ini ia pegang.
Hanya karena melepas jabatan, bukan berarti Cavan benar-benar mengundurkan diri dari dunia hitam.
Namun, beda urusannya jika Emily yang dijadikan target. Putrinya itu terlalu polos—entah mendapat sifat dari siapa. Mungkin efek karena sangat dimanjakan. Emily sama sekali tidak tahu apa itu sasaran, pistol, mafia, dan semacamnya. Bocah itu pasti memilih bermain dan menyantap permen dibandingkan melakukan sesuatu yang memacu adrenalin.
“Sepertinya aku harus memberi mereka peringatan,” gumam Eiden menyeringai bak iblis.
Susah payah ia melepas genggaman putrinya, Eiden bangkit dan meraih ponsel. Lelaki itu menghubungi seseorang dan berkata, “Beri mereka peringatan kecil. Ingat, jangan terlalu besar.”
“Baik, Tuan.”
Sambungan telepon terputus. Eiden menarik sebelah sudut bibirnya ke atas, tersenyum miring. “Kalian salah karena mencari masalah denganku.”
...💫💫💫...
Di rumahnya, Kyra berlarian menuju kamar Reven. Baru saja ia menerima pesan yang mengatakan ada kejanggalan yang sukses membuat Kyra bahagia dan berharap besar.
“Ada apa, Reven?” tanya Kyra to the point.
Reven yang tengah sibuk dengan laptopnya bergegas memindahkan dan berdiri. “Nona, ini....”
^^^To be continue...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Harusnya Emily sebagai puteri Mafia satu2 nya,Eiden harus mengajarkan Emily ilmu bela diri juga menggunakan beberapa senjata tajam lainnya, Karena musuh akan menargetkan keluarga terdekat incarannya,Jadi gak salahkan untuk berjaga-jaga..
2025-01-20
1
Qaisaa Nazarudin
Jangan hilang incaran itu Emily dan Oma nya..kok aku deg degan nih..
2025-01-20
0
Qaisaa Nazarudin
Kan Kyra udah curiga sama Ayara tadi??
2025-01-20
0