Part 17

Me ngepel lantai, me-nyiap kan sarapan, men cuci dan men jemur pakaian, semua nya sudah beres. Bagas me raih koran pagi nya sambil me nunggu Raline turun untuk sarapan ber sama. Hari ini hari libur, jadi dia me miliki cukup banyak waktu untuk me lakukan pekerjaan rumah.

Bagas sebenar nya ingin saja me nyuruh Raline me lakukan semua tugas itu. Namun, ia juga tahu kalau Raline masih perlu banyak belajar dan menyesuai kan diri.

Bagas me nyimpan koran nya begitu Raline muncul. Senyum nya ter ukir saat gadis itu langsung duduk tanpa mau me lihat ke arah nya. Apa Raline me rasa malu karena peristiwa se malam? Tapikan itu hanya sebuah ciuman?

"Ayo, kita sarapan ber sama," ajaknya.

Raline meng angguk saja. Di raih nya sendok untuk men coba sup yang di hidang kan Bagas. Mata nya terus me lirik objek apa saja selain Bagas. Tanpa sengaja mata nya me lirik jemuran yang ada di halaman samping rumah. Pria itu men cuci pakaian mereka? Raline me natap seluruh ruangan, juga sudah bersih dan sangat rapi. Tunggu, pria itu mengerja kan semua pekerjaan rumah?

"Bagas."

Bagas men dongak untuk me natap wajah cantik Raline.

"Kamu mengerja kan semua pekerjaan rumah?" tanya nya hati-hati.

"Hmm..."

"Karena ciuman semalam?"

Bagas ter diam sesaat. Tidak lama kemudian dia tertawa men dengar pernyataan itu.

'Astaga, ter nyata cara ber pikir gadis ini sangat sempit.'

"Kamu sungguh ber pikir seperti itu?"

"Kalau kamu mengerjakan semua pekerjaan rumah hanya karena ciuman se malam, bagai mana kalau aku mem beri kan diri ku utuh?" tanya nya pelan, ter lihat sedikit ketakutan di wajah putih bersih nya.

"Kamu akan mem beri kan nya?" tanya Bagas senang.

Raline melotot. "Tidak sekarang!"

"Ber arti nanti."

"Jangan ber mimpi!" Bagas ter tawa me lihat wajah kesal Raline.

"Cepat habis kan sarapan mu. Hari ini Nenek ber kunjung ke rumah mama jadi kita di suruh ke sana."

"Apa? Kenapa kamu tidak mengatakan nya pada ku lebih dulu?"

"Mama baru menelpon ku tadi pagi. Lagi pula kamu tidak me miliki rencana lain, bukan?"

Raline diam saja dan kembali me lanjut kan sarapan pagi nya. Semoga hari ini tidak ter jadi hal yang buruk.

...M.E.M.O.R.I.E.S...

Bagas mem beri salam pada Nenek dan orang tua nya di ikuti Raline.

"Bagai mana per nikahan kalian?"

"Sangat bahagia, Nenek." Bagas men jawab santai pertanyaan nenek nya. Raline me lirik pria di samping nya itu.

"Bagai mana dengan mu?“

"Ya?" Raline me natap wajah Nenek Bagas kaget. Ia me ringis. Seperti nya wanita tua itu tidak menyukai nya. Bukti nya dari tadi Raline tidak pernah me lihat nya ter senyum. "Aku... juga bahagia, Nenek."

Nenek mengangguk. "Lalu, kapan kalian akan me miliki anak?"

Mata Raline me lebar. Hei, usia pernikahan mereka bahkan baru genap seminggu.

"Secepat nya, Nek.“

"Apa?" semua orang me noleh ke arah Raline. Gadis itu ter senyum canggung dan meng garuk tengkuk nya.

"Oh, maafkan aku," ucap nya.

"Hahha ...." Nyonya Wiatama ter tawa untuk mencair kan suasana yang tampak menegang kan itu.

"Sudah lah, Ma. Raline pasti malu jika kita mem bahas masalah ini. Biar saja itu men jadi urusan mereka," ucap Nyonya Wiatama me natap kagum pasangan anak dan menantu nya.

"Bagai mana dengan rumah kalian. Kamu nyaman tinggal di sana?" kali ini Tuan Wiatama yang ber tanya.

"Iya, Pa," jawab Raline singkat. Tuan Wiatama meng angguk paham.

"Kalau kamu merasa kurang nyaman kata kan saja. Kalian bisa pindah ke rumah baru jika kamu mau."

Raline menatap Tuan Wiatama dengan senyum senang. Sejenak dia ber pikir, mungkin kebaikan yang ada pada diri Bagas me nurun dari papa nya.

"Lalu, kalian akan ber bulan madu ke mana?"

Raline me lirik nenek cepat. "Kami tidak akan me lakukan per jalanan bulan madu, Nek," jawab Raline mem buat per hatian para orang tua itu kembali ke arah nya.

"Kenapa, semua orang menginginkan nya, Sayang," tanya Nyonya Wiatama.

"Tidak perlu sungkan, Raline. Kita sekarang keluarga. Kata kan saja kamu ingin ke mana, kami akan menyiap kan nya," ungkap Tuan Wiatama.

Raline tampak meng gigit bibir bawah nya. Aish, kenapa pria di sebelah nya tidak mengatakan apa pun untuk hal ini.

"Raline?"

"Oh, iya, Ma." Raline meng angkat wajah nya dan ter senyum kaku, "Itu... kami tidak perlu me lakukan per jalanan bulan madu. Bukan kah kami bisa melakukan nya di rumah?"

Oh sungguh. Raline sungguh butuh bantuan napas sekarang. Mem bayang kan nya saja dia tidak sanggup.

Bagas ter senyum saja men dengar pen jelasan Raline. Orang tua nya pun tampak mengiyakan.

"Kalau itu sudah jadi keputusan kalian, apa boleh buat." Raline ter senyum semringah.

"Benar kah, Ma? Aku-"

"Tidak bisa!" Raline me natap Nenek Bagas. "Kalau kamu tidak bisa pergi ke luar negeri, ke luar kota saja. Yang penting kalian harus pergi."

"Tapi Nek."

"Oho! Kamu mem bantah orang tua?" hardik nya marah.

Raline meremas erat rok nya. Di sikut nya Bagas agar pria itu ber suara dan ikut mem bantu nya ber bicara.

"Baik lah, kalau itu yang Nenek ingin kan, kami akan melakukan nya." Tanpa Raline duga Bagas malah men jawab seperti itu. Membuat jantung nya hampir melompat keluar.

"Kalian ingin ke mana?"

"Pulau Bidadari? Yang dekat dari sini saja," usul Nyonya Wiatama.

"Itu sudah biasa Ma. Kami akan ke Pulau Putri saja." Raline mengernyit. Pulau Putri? Pantai apa itu? Dia hanya tahu Pulau Bidadari di Indonesia ini.

Nyonya Wiatama me lirik Raline yang tampak diam sejak tadi. "Kamu sudah pernah ke Pulau Putri, Raline?"

Raline meng geleng. Nenek Bagas ter senyum kecil. "Ya sudah. Pulang lah dan ber kemas. Kalian akan berangkat siang ini juga.“

"Apa?!"

...M.E.M.O.R.I.ES...

Akhir nya usai packing dan ber pakaian, kini Raline dan Bagas me nuju ke Dermaga. Raline terus meng gerutu, kata nya dia me miliki suami kaya raya. Namun, kenapa harus me numpang kapal feri? Kenapa tidak menyewa boat atau menaiki wahana zip ware saja? (Untuk Zip Wire, Raline ngawur). Tidak keren sekali.

"Kamu tidak mabuk per jalanan, bukan?"

"Kamu pikir aku wanita lemah?" kesal nya.

Bagas ter tawa, “Aku tahu kamu wanita yang kuat."

Raline me ninggal kan kursi nya dan Bagas. Dia me milih menikmati pemandangan dari belakang kapal. Me lihat arus air yang di timbul kan kapal itu mem buat nya me rasa lebih tenang. Jujur saja, dia sangat gugup me mikir kan apa yang akan ia dan Bagas lakukan selama per jalanan bulan madu ini.

Tubuh Raline mendadak mem beku. Bisa di rasakan nya pelukan hangat Bagas men jalar ke seluruh tubuh nya. Bagas memeluk nya? Raline ber usaha untuk menormalkan tarikan napas nya. Ia tidak boleh gugup. Itu memalukan.

Bagas ter senyum dan meletak kan dagu nya di bahu Raline.

"Kamu tidak me rasa ini seperti adegan dalam film?"

Raline men cibir, tidak ter tarik sama sekali. "Jangan konyol, Bagas. Kamu ingin kapal ini tenggelam?"

Bagas ter senyum saja di bahu kanan Raline.

"Kapan kita sampai?" tanya nya mengalih kan topik. Dia tidak mau ter larut dalam suasana seperti ini.

"Sekitar sembilan menit lagi. Aku bisa memeluk mu selama itu jika kamu mau.“

Wajah Raline me merah. Dia seolah kehilangan kata-kata untuk mem balas ucapan itu. Jadi yang ia lakukan hanya diam sampai kapal itu mem bawa mereka tiba di tempat tujuan.

...B.E.R.S.A.M.B.U.N.G ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!