"My Princess, welcome."
Tuan Abraham membuka lebar-lebar tangan nya. Berharap putri cantik nya mendekat untuk memberikan nya sebuah pelukan rindu. Namun, yang terjadi Raline hanya terdiam dan memalingkan wajah nya. Tuan Abraham yang mengerti pun tersenyum.
"Baik lah, Raline Anggelina. Peluk Papa." Pria paruh baya itu harus meminta dulu.
Seketika Raline tersenyum. Dengan cepat dia berlari dan memeluk papanya erat.
"Papa, aku merindukan mu," bisik Raline. Walau mereka sering bertengkar, tetapi tetap saja kalau dia sangat menyayangi sang papa. Tuan Abraham tersenyum seraya menepuk pundak putri nya pelan.
"Papa juga anak ku, sangat-sangat merindukan mu. Penerbangan mu berjalan lancar?" tanya Tuan Abraham.
Raline melepaskan pelukan mereka dan mengangguk memberi jawaban.
"Tapi papa tahu kamu sudah membuat masalah begitu tiba di Jakarta." Tuan Abraham mengingatkan, berniat bercanda.
Raline tertawa saja. Apa yang tidak di ketahui sang papa tentang diri nya. "Hanya hiburan kecil untuk menyambut kedatangan ku," kekeh nya pelan.
Seorang wanita paruh baya dengan seragam nya muncul dari arah belakang. "Makan malam nya sudah siap, Tuan," ucap nya memberi tahu. Tak lama mata nya terpaku pada sosok gadis yang berdiri di sebelah majikan nya.
Wanita itu tersenyum haru. Dan Raline sangat-sangat merindukan senyuman lembut nya.
"Bibi Ria ...." Raline memeluk wanita itu erat. Sangat merindukan sosok yang sudah merawat nya sejak kecil itu.
"Astaga, Nona. Tidak apa-apa?" tanya nya memeluk Raline erat.
"Hmm, aku makan dengan baik seperti yang Bibi katakan."
Bibi Ria mengusap air mata nya yang jatuh. "Senang melihat mu kembali, Nona," ucap nya dengan suara parau. Raline tersenyum dalam pelukan hangat nya. Saat dia memutuskan untuk ke New Zealand dulu, bibi Ria lah yang paling tidak bisa melepas nya.
"Di mana Om Liam?" Raline menanyakan sosok yang dulu juga sering menemani nya ke mana pun ia pergi.
"Dia sedang mengurus sesuatu di luar kota. Dia akan kembali lusa," jelas Bibi Ria.
"Memang nya apa hal penting yang di lakukan Om Liam sampai tidak bisa menjemput ku?" protes nya cemberut. Bibi Ria hanya tertawa dan menghapus air mata yang mengalir di wajah nya.
"Aishh, kalau Bibi masih menangis aku kembali ke New Zealand saja," Rajuk Raline berniat mencairkan suasana.
"Tidak, jangan." Bibi Ria menggeleng dan segera menarik tangan Raline. "Ayo, Bibi sudah siapkan makanan yang sangat enak dan spesial untuk Nona."
"Benarkah?" tanya Raline senang.
"Kalau begitu, ayo, kamu pasti merindukan masakan khas Indonesia," ajak Tuan Abraham.
"Ya, melebihi rindu ku pada Papa."
Gadis itu tertawa dan segera menarik tangan bibi Ria pergi. Tuan Abraham yang di tinggal pun hanya tersenyum lembut dan mengikuti kedua nya menuju meja makan.
***
Usai makan malam, Raline masuk ke ruang kerja papa nya. Sudah sepuluh tahun ia tidak menginjak ruangan itu. Namun, nuansa nya masih sama. Tidak ada yang berubah sedikit pun. Bahkan photo orang yang paling di cintai nya masih terpasang rapi di tempat biasa.
"Terima kasih Papa." Raline tiba-tiba berterima kasih.
Tuan Abraham tersenyum lembut. Raline tidak akan mengucapkan terima kasih pada nya kecuali untuk satu hal.
Tuan Abraham memeluk putri nya. Kedua nya sama-sama terlarut dalam suasana mengingat sosok yang begitu mereka rindukan.
"Aku tahu Papa pasti mengalami hal yang sulit selama ini. Terima kasih, Papa sudah menjaga hati Papa untuk Mama." Raline berucap dengan air mata yang mengenang di pelupuk mata nya. Tuan Abraham mengusap pundak Raline untuk memberi nya ketenangan.
"Aku selalu berharap, aku bisa mendapat kan seseorang seperti Papa. Yang tetap setia walau apa pun yang terjadi sekalipun maut yang memisahkan," kata Raline sangat berharap.
Tuan Abraham mengusap wajah mendiang istri nya yang tersenyum cerah bersama nya dan Raline. "Hmm, semoga dia yang terbaik," gumam nya.
"Siapa?" Raline mendongak dengan kening berkerut.
Tuan Abraham terkesiap. "T-tidak...," ucap nya kembali memeluk Raline. "Ah, andai putri ku selalu bersikap manis seperti ini."
"Papa ...." Raline merajuk manja yang di balas papa nya dengan tawa.
"Astaga, semoga mama mu tidak memarahi papa karena papa terlalu memanjakan mu.” Raline tersenyum di bahu pria paruh baya itu.
"Aku tahu, aku banyak mengecewakan kalian. Maaf tapi seperti ini lah putri kalian. Ku harap kalian tidak akan membenci ku," kata Raline.
Tuan Abraham kembali tertawa seraya menatap poto mendiang istri nya. "Tidak Sayang. Kamu adalah apa yang paling kami syukuri di dunia ini.“
Raline tersenyum dan mempererat pelukan nya. "Terima kasih Papa ...."
Bersambung ....
Om Liam sama Bibi Ria itu suami istri yah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments