"Pasti Allah punya maksud, 'ala bidzikrillah tathmainnu qulub ... Allahumma inni as'aluka nafsan bika mutmainnah tu'minu billiqo-ik wa tardho bii qodho-ik wataqna'u bii atho-ik, aamiin," batin Naya saat ia telah menutup mushaf.
(Ya Allah aku memohon kepadamu jiwa yang tenang kepadaMu, yakin akan bertemu denganMu, redho dengan ketetapanMu dan merasa cukup dengan pemberianMu.)
Dalam renung, suara lembut seorang wanita memanggil namanya.
"Naya," Dewiq menghampiri wanita keturunan Kasunanan Solo itu dalam ruang tunggu ICU.
Raden Ayu Ainnaya, mendongakkan kepala pelan ke arah suara.
"Hai, Wiq. Maaf merepotkan ya, baru pulang dinas Bu Dokter?" tanya Naya dengan tatapan haru saat menyambut uwa Fayyadh dari garis Aiswa.
"Repot apanya, Maira ponakan aku juga. Maaf lama ya, tadi gantikan Papa bentar ... gimana? kata Bear, eh Mas Ahmad, diagnosa Maira berujung koma?" lirih dokter muda specialis internist.
Naya mengangguk samar, satu bulir bening menyembul di ujung netra. "He em, do-ain yah. Everything is gonna be alright especially m-y he-art," ucapnya terbata.
Dewiq tak kuasa, dadanya di himpit sesak seketika. Ia menarik wanita sebaya dalam pelukan, mengelus lembut punggung rapuh seorang Ibu yang tengah di gempur rasa remuk redam.
Istri Ahmad membiarkan Naya menangis sejenak di bahunya. Ia tahu rasa ini, kala Aiswa juga Aeyza, sang adik dalam kondisi sama. Berkat ke nekad-annya itulah akhirnya dia menciptakan satu booster yang dapat mempercepat pemulihan semua sel rusak akibat trauma berat.
"Aku akan berusaha maksimal, tapi Allah Maha Kuasa segalanya. Yakin ya Naya dan selalu suntikkan semangat bagi Maira," bisik Dewiq lembut.
Naya mengurai pelukan, mengusap air mata juga meraih tisu dari atas meja untuk menyeka cairan yang meluncur dari hidung bangirnya.
"Bismillah, do'ain juga ya karena aku yakin Maira bisa melewati ini. Namun aku memasrahkan semua padaNya, apapun itu pasti yang terbaik," tambahnya.
"Kapan aku bisa ketemu Dokternya?"
"Ba'da Maghrib, tapi kalau kamu mau balik gak apa. Nanti aku bakal mengajukan perpindahan Maira ke Hermana Hospitals atau baiknya di rumah ya, Wiq?" Naya menimbang opsi yang ringan bagi semuanya, karena urusan ini akan panjang maka dia jiga harus memikirkan Mifyaz dan kesehatan sang suami jika harus pergi pulang Orchid dan RSPP.
"Jika kondisi Maira stabil dan semua hasil diagnosis akhir merujuk pada vegetatif. Baiknya di rumah, nanti peralatan penunjang aku kirimkan ke sana juga dua suster senior. Gak usah pikirkan biaya, itu dari Hermana ... Naya, aku masih ingat moment haru di Bandara saat itu. Izinkan kami, membalas budimu dan Mahen ya," ujar sang penerus klan Hermana.
Naya terpana. Sungguh tiada niat untuk meminta budi baik, namun Allah seakan membayar tunai apa yang telah mereka lakukan dulu.
"Aku dan Abang, tulus Wiq. Gak ngarep ... in sya Allah kami mampu untuk beri yang terbaik bagi Maira," istri Mahen tak enak hati. Namun Dewiq bersikukuh sehingga ibu dua anak ini menerima.
"Aku tunggu konfirmasi kamu ya, mau lihat Maira boleh? agar aku dapat mempersiapkan semua peralatan di Orchid. Kamar bawah atau atas?"
"Tetap di atas, agar dia bisa merasakan kehangatan di sana," jawab Naya sebelum mengantar sang Dokter masuk ke dalam ruangan ICU.
Kedua wanita jelang usia empat puluh tahun akhirnya berpisah setelah Dewiq mencatat semua hasil obrolan dengan dokter jaga terhadap kondisi keponakannya.
...***...
Di tempat lain.
Ba'da ashar Mahen sudah dalam perjalanan kembali ke RSPP. Karena ingin mengunjungi pusat latihan dipinggir kota, maka ia harus memutar jarak lebih jauh.
King of Ranch.
Hari menjelang petang ketika ia sampai, saat menuju kantor tempat latihan pacu kuda itu, ia melihat dua orang coach tengah duduk di sofa. Mahendra menghampiri salah satunya.
"Maaf selamat sore, saya Mahen Ayah Mahya, mau tanya sesuatu boleh?" tanya sang pria tampan.
"Oh Ayah Mahya, si Angelisbeth ... silakan Pak. Ada sesuatu yang mengganggu Anda?" coach dengan baju hijau, menyilakan Mahen untuk duduk.
"Hmm Angelisbeth? ... gak begitu penting sih tapi saya ingin menanyakan tentang nama Rollies, apakah di sini ada member dengan panggilan itu?" sebut Mahen tentang sebuah inisial.
"Julukan Mahya dari para coach, karena dia bagai Angel kala bersama Elizabeth ... si kuda hitam yang sulit di taklukkan. Luwes dan indah, hijab panjang yang berkibar itu bagai sayap angel," ungkap salah satu coach berbaju biru.
Mahen baru tahu, bila putrinya punya julukan seindah itu disini. Ia sejenak tertegun, lalu tersenyum samar.
"Rollies? dia bukan member tapi penghuni tetap di sini. Kenapa dengan Rollies, mau sewa? dia full booking hingga akhir tahun nanti. Maksimal 3 orang dalam satu tahun, itupun harus yang expert ... paling tahun depan kalau mau," jelas sang coach.
Degh.
"Siapa dia? bisa di sewa, booking segala, dan expert? apa ani-ani pria? masa Maira suka sama gi---" batin Mahen, semua kalimat pelatih ini ambigu.
"Maksudnya penghuni? sewa? hmm booking? maah aku kurang paham, bisa tolong jelaskan?" akhirnya suami Naya mengutarakan kegundahan.
"Rollies itu salah satu kuda blasteran, turunan ras unggul dan di pakai sebagai kuda pacuan untuk latihan para atlet. Kesehatannya sangat dijaga, performanya gak main-main. Banyak medali yang sudah Rollies dapatkan termasuk predikat kuda penyumbang donasi terbanyak saat charity kemarin. Dia membantu tuannya dapat gold," terang coach.
"El?" tebak Mahendra.
Pelatih terheran. Sangat jarang yang mengenal member ekslusif mereka.
"Anda tahu El?"
"Ada apa dengan El?" Mahen semakin penasaran.
"El itu ibarat artis emas disini. Keberadaannya sangat sulit di jumpai. Jika Anda kebetulan menyaksikan dia latihan atau berpapasan dengan beliau ya berarti Anda sedang beruntung. Pria muda itu humble tapi gitu, jarang yang bisa ketemu apalagi sempat interaksi ... dan Rollies itu kuda khusus untuk El, dia di sewa penuh tahun ini olehnya," pungkas sang pelatih.
"Aku dan Maira, bahkan beberapa kali jumpa di dua tempat berbeda, berinteraksi dengan mudah. Bahkan pelatihnya menerima Maira sebagai murid pindahan ... apa ini isyarat?"
"Oh nama kuda, ya Allah. Baik, Terima kasih banyak coach. Aku permisi, maaf sudah menahan Anda," Mahen pamit. Ia tak enak hati ingin bertanya lebih lanjut, karena melihat dua orang satpam telah menunggu mereka untuk keluar dari ruangan FO.
Merasa mendapatkan informasi yang ia cari, Mahendra memutuskan kembali ke rumah sakit segera.
Tepat saat adzan maghrib. RSPP.
Kepala keluarga Guna, melangkah panjang dan lebar, ia tergesa-gesa ingin segera jumpa istrinya. Mengutarakan hasil temuan sore ini.
Saat mencapai ruang tunggu.
"Sayang."
Naya melihat ke arah suara. "Hai Sayang, gimana? dapat info apa?"
"Aku tahu siapa pemuda itu kini. Maghrib dulu ya, sekalian mandi sih maunya. Kamu gak apa? ko kuyu gini? Naya, putriku kenapa?" tanya Mahen beruntun, curiga melihat raut wajah sang istri.
Huft.
Naya menghela nafas. "Ba'da maghrib kita di minta menghadap team dokter di ruangan Dokter Salman," ujar ibu dua anak ini.
"Dewiq minta Maira di pindahkan ke Hermana atau ke rumah apabila diagnosa akhir nanti keluar ... intinya keluarga Hermana, siap memberikan bantuan alat pada Maira dimanapun putri kita di rawat," ungkap Naya.
"Alhamdulillah, semoga putriku bisa bertahan dan lekas pulih. Yakin selalu ya Sayang dan semangat. Maira butuh kita," Mahen memegang tautan jemari diatas pangkuan istrinya. Menepuk lembut disana, meski hatinya sama remuk.
.
.
...__________________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
mingming
isyarahnya nyata...dan allah makbulkan di lauhul mahfudz bahkan sebelum semua tercapai...ah gimana ya jelasinnya.pokonya gitu deh..lekas sembuh ahya 😍 bang el menunggu
2023-01-13
0
Fia Maziyya
menurut ku biarkan mahya sama el, dan fayyad sama yg lain, cerita nya akan lebih luas, tidak berpusat pada satu keluarga😁😁🙏
2022-12-06
2
@Ani Nur Meilan
Maira mendapatkan segala yg terbaik oleh Hermana sebagai rasa trimakasih Dewiq..
2022-12-06
1