Keesokan Pagi.
Suasana sarapan lebih meriah karena kehadiran Maira. Gadis ayu itu sudah berdebat dengan Rey tentang dua gaya siaran saat membawakan acara Radio.
"Coba tanya pendapat Bunda deh Uncle, aku lebih cocok DJ style daripada gaya lainnya, macam PT ya mungkin sesekali butuh sih ... pakai tehnik Ad Libitum yang santai, enjoy tanpa naskah," ungkap Maira saat Rey memintanya banyak bersuara jika membawakan satu program siaran radio milik Naya.
"Aku gak paham lah, PT dan DJ itu apa Kak?" sambung Mifyaz.
"Personal Touch, penyiar banyak ngomong mengenai apa yang dia bahas, berkaitan dengan wawasan atau semacam itu ... kalau DJ itu ya seperlunya aja, sebutkan judul lagu, kisah atau nama penyanyi, Dek ... kan cocok di program aku," terang Maira pada Mifyaz.
"Sesekali di coba gak ada salahnya loh Kak, biar skill kamu berkembang juga. Bunda dulu karena the power of kepepet lari dari Ayah dan keluarga, nekad jadi penyiar padahal tidak punya skill dasar," saran Naya pada anak gadisnya.
"Dan suara kamu sayang loh Maira, kan merdu, bisa buat narik traffic pendengar loh. Macam Bunda dulu kan gitu ... suaranya menarik banyak fans," sanggah Rey, di angguki Naya.
"Suara wanita bukannya aurat ya Bun?" sambung Mifyaz lagi.
"Jumhur ulama mengatakan bahwa suara wanita bukan aurat, Ayaz ... kecuali jika digunakan untuk yang bertujuan maksiat, contoh agar menarik lawan jenis dengan mendayukan, merayu, mendesah dan sebagainya ... atau berniat tidak baik, mengundang hasrat, hawa nafsu berkaitan apapun itu, dihukumi tidak boleh ... namun jika sebaliknya, menyampaikan satu ilmu manfaat, tidak melebih-lebihkan nada bicara dan gaya irama, itu boleh," terang Naya.
"Bagaimana dengan mendengarkan musik, Bun? katanya hmmm anu, perbuatan sia-sia menurut surat Luqman ayat 6," Mifyaz mengajukan pertanyaan kembali.
Mahen tersenyum mendengar pertanyaan anak bungsunya.
"Apabila pesan yang disampaikan dalam musik adalah baik dan memiliki nilai keagamaan, maka ini tidak jauh berbeda dengan nasihat serta ceramah keagamaan ... kata Imam Ghazali, merujuk pada ayat ke 19 dalam surat yang sama."
"Asal isinya bukan kemaksiatan, fitnah ... Imam syafi'i, Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat makruh karena termasuk perbuatan sia-sia apalagi jika kita terlena hingga malas beraktivitas."
"Dasar kaidah al-ashlu fi al-asyaa al ibahah (boleh). Batasan kaidah ini yakni selama musik tersebut tidak berlawanan dengan hukum Islam atau Syariat ... sudah paham, Gantengnya Bunda?" pungkas Naya menjelaskan sebisa yang ia pahami.
"Wuah, Bunda keren ... aku nanya juga ke Eyang kan, ternyata dapat jawaban dengan garis besar yang sama," Mifyaz mengangguk kian paham.
"Apalagi isi program Bunda di Radio itu healing, sholawat, terus instrumen ... Ayah cari tahu dahulu siapa penggubahnya, apa makna juga banyak hal lain. Gak asal, karena tujuan kami untuk Ummat ... nah program Kakak itu pun, semua lagu lolos playlist berisi motivasi agar semangat namun easy listening, audible," imbuh Mahendra menimpali.
"Kalian berdua, dengar ... kami menjemput rezeki berusaha hingga ke thoyyib, bukan sekedar halal. Bunda itu betul-betul rewel ngingetin Ayah, sedekah juga lainnya agar yang kalian makan, tiada hak orang lain tersangkut disana," tegas Mahen, dia harus menanamkan ini sejak dini terutama pada Mifyaz.
Rey dan Maira, kompak mengacungkan jempol. Tak pernah meragukan langkah kedua orang tuanya menjaga mereka bahkan untuk hal sepele.
"Tentang siaran ... mana saja yang buat Maira nyaman menjalani," imbuh Mahen angkat suara, tentang perdebatan antara Rey dan Maira.
"Naaaaahh, Ayah paling tahu aku." Maira girang bukan kepalang mendapat dukungan dari sang ayah.
Sarapan berakhir setelah Rey dan Mifyaz berangkat, juga bertepatan dengan Adnan masuk dalam hunian, menunggu Mahen di ruang kerja.
Melihat asisten pribadinya telah tiba, kepala rumah tangga yang masih gagah itu bangkit berdiri. Mengecup pucuk kepala istrinya sebelum melangkah menemui Adnan.
"Sayang, setelah urusan with Om Adnan done. Nanti kita juga berangkat ke kebun dan rumah singgah," ujar Mahen untuk Maira, sambil lalu sebelum masuk ke ruangannya.
Maira hanya mengangguk, masih duduk di ruang makan dengan sang Bunda.
"Bun, aku boleh gak hmmm miara ku---cing," sebutnya lirih nan terbata.
Naya berpura terkejut, menghentikan sejenak kegiatan merapikan meja setelah sarapan. Dilihatnya lekat sang anak gadis, rasa hati ingin menggoda dengan tatapan tajam nan serius.
Mendapat pandangan sedemikian rupa, nyali Maira menciut. Kepalanya menunduk, duduknya pun tak setegap tadi. Susah payah dia menelan sisa kunyahan roti selai kacang favoritnya.
Satu detik. Dua detik. Menjeda lama.
"Hmm boleh."
Uhuk. Uhuk. Uhuk.
Naya tertawa melihat wajah panik Maira sekaligus terkejut mendengar jawaban darinya. Dia menyodorkan segelas air minum agar gerakan peristaltik di kerongkongan anak gadis itu dapat mendorong makanan turun menuju lambung.
"B-un, dih tega," keluh Maira masih dengan tangan mengusap dada.
"Maaf, sakit gak? sini bunda pijitin dulu tengkuk Kakak," Naya mendekat, menelusupkan jemari ke balik hijabnya, memijat pelan di sana.
"Enak Bun ... lagi," pinta Maira menikmati pijatan Bundanya.
Naya mengikuti permintaan putri ayu itu, seraya melafalkan sholawat berkali dari mulutnya. Berharap pada Ilahi, agar kecintaan pada titipanNya tak melalaikan bahwa Allah lah Maha Segala.
"Loh, kenapa Maira. Honey?... Kak, kamu sakit?“ Mahen telah selesai dengan Adnan dan kembali bergabung dengan mereka. Bertanya pada Naya, karena melihat istrinya memijit tengkuk sang putri.
"Biasa, Maira lagi manja," imbuh Naya dihadiahi cebikan lucu Kakak Mifyaz ini.
"Om Adnan mau breakfast dulu ya Maira, kalau kamu sakit, jangan pergi ... Mbaak, tolong piring dan kopi," pinta Mahen pada ART mereka.
Satu jam kemudian, setelah sholat duha. Semua penghuni mulai beraktivitas. Naya dengan Mega ke kantor Queenny sedangkan sisanya bertolak menuju kota hujan, Bogor.
...***...
Menjelang sore hari.
Mahendra kembali ke Jakarta hanya berdua dengan Naya. Putri sulungnya itu puas bermain dengan para anak asuh yang dia kelola sejak remaja di bawah naungan Exona.
Kini dalam perjalanan pulang, Maira asik searching kucing ras yang dia inginkan, lewat Google.
"Sayang, kita kemana dulu? latihan mau? atau memanah?" tawar Mahen.
"Nembak Yah, kemarin aku meleset. Coba Ayah analisa bidikan ku nanti ya. Kata dia karena arah angin dan posisi badan tidak menyeimbangkan itu," ingat Maira akan saran si pemuda tampan keturunan timur tengah.
"Dia siapa?"
"Entah, gak tahu siapa namanya tapi keren Yah, ke-tiga tem-bakannya tepat sasaran di titik yang sama, jadi hanya ada satu lubang," kagum Maira.
"Ok. Ayah analisa. Oh ya tentang semalam, nikah muda. Maira memang sudah pikirin itu? katanya mau S2, gak jadi?" Mahendra hati-hati bertanya pada sang gadis, menoleh ke arahnya dengan hati was-was.
"Kata Abi Amir, kalau ada lelaki sholeh yang datang wajib di pertimbangkan. Apalagi jika nasab dan agamanya baik. Tidak malas juga penuh cinta kasih," ungkapnya pada sang Ayah.
"Hmmm ... Fayyadh gimana?" pancing Mahendra, ingin tahu apa tanggapan Maira.
"Kak Fayyadh, baik banget emang sih. Pria idaman, apalagi dia romantis gitu," Maira tersipu, wajahnya merona.
Mahen tersenyum simpul. "Kamu suka dia, Sayang?"
"Hmmmm, gak tahu Yah, Kak Fayyadh terlalu tinggi buat aku ... dia hafiz, tampan, brondong juga kalem dan mandiri," kagum Maira menyebutkan semua kelebihan sepupunya seraya terkekeh renyah.
"Jadi gimana?" imbuh Mahen masih dengan sisa senyum tadi, paham dilema hati putrinya.
"Gak tahulah, gimana entar. Masa ngarep sih, dia juga belum lulus kuliah. Setahuku, type Kak Fayyadh itu kayak Umma Aish," lirih Maira seakan terselip kecewa.
Mahen mengelus kepala putrinya lembut. Mengalihkan pembicaraan mengenai calon peliharaan.
"Ayah, nanti aku mau jenis ini kayaknya lucu ya? imut-imut," usul Maira menunjukkan gambar salah satu ras Munchkin.
Mahen melihat sekilas foto kucing dari gawai yang putrinya tunjukkan. Dia mengangguk tanda setuju.
Obrolan seru antara Ayah dan anak, semua hal yang ingin di ketahui Maira tentang strategi, akhirnya dia dapatkan hingga tanpa terasa mereka tiba di lokasi latihan.
Lapangan Tembak.
Mahendra melenggang masuk tanpa menunjukkan kartu member pada petugas. Seakan dia pemilik kawasan ini.
"Ayah, ko bisa langsung masuk aja? kalau aku kudu lapor dulu," keluh Maira.
Mahen tertawa. "Ayah sudah konfirmasi sehari sebelumnya, Maira. Bukan asal, ayo ambil bilik dan posisi," ajak Mahen merangkul anak gadisnya.
Keduanya asik bercengkrama. Hingga tiba Maira mengarahkan pis-tol namun tembakan meleset jauh dari papan bidik.
"Nah bener ini kata temen kamu tadi. Posisi badan kamu bukan gini, Sayang. Tapi begini," Mahen menarik bahu Maira, mendorong kaki kanannya sedikit maju dan menopang sikut agar presisi. "Try again, tegap," Mahen memperhatikan seksama.
Dor. Dor. Dor. Ia mencoba lagi.
Papan bidik mendekat, menunjukkan hasil.
"Yeeaaayyy, bisa!" soraknya memeluk sang Ayah.
"Hebohnya, ya Allah. Diliatin orang banyak, Sayang ... kamu dikira sugar baby nanti," kekeh Mahen, membelai kepala putrinya.
"Wah selamat ya, akhirnya berhasil," suara seorang pria dari bilik sebelah.
Maira mengurai pelukan. Menoleh ke sumber suara. Wajah ayu itu berbinar, sementara sang Ayah hanya tersenyum.
"Hai, ketemu lagi. Eh, jangan salah paham ... ini Ayahku," Maira gugup kala tatapan aneh dilayangkan padanya.
"Aku tahu, kalian sangat dekat. Maa sya Allah, cinta pertama anak gadis adalah Ayah. Calon suaminya pasti sulit merebut perhatian ... eh, maaf, abaikan. Aku duluan ya ... Assalamu'alaikum." Seperti biasa, dia melenggang pergi begitu saja.
"Wa'alaikumsalam."
"Lah ... tuh Yah, dia gitu. Gak jelas tapi keren," sungut Maira terlihat kesal.
Mahendra mencoba mengingat, mencocokkan dengan sebuah foto semalam.
"Apa itu dia? tapi Rey bilang?" batin Mahen.
"Penasaran ya? ... sudah yuk, Bunda bentar lagi pulang. Kita jadi cari kucing enggak?" ajak Mahen mengingatkan.
"Jadi jadi," Maira antusias berkemas, mengabaikan pertanyaan awal ayahnya.
Kusuma, tak lama meninggalkan lokasi menuju sebuah petshop yang lumayan terkenal dengan adopsi anakan kucing ras berkualitas.
"Dia sebenarnya siapa sih? ko sering latihan, apa anak tentara ya? atau perwira mungkin juga intel," batin Maira
Tiga puluh menit setelahnya.
"EL--- apa sih itu tulisannya?"
.
.
...______________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Siti Yuliatin
masyaAlloh... keren2...👍👍
2024-09-30
1
Arra
best 👍
2023-06-10
2
mingming
asek...ketemu pasti di petshop
2023-01-12
2