Fayyadh melajukan Toyota Yaris hitam membelah jalanan Ibu Kota. Hatinya gundah, terngiang ucapan ayahanda padanya tadi.
"Kok Abi kayak yang keberatan gitu sih. Ya emang sih beliau menikah pertama kalinya itu kan saat usia dua puluh tujuh tahun dan sudah punya kemantapan finansial. Kan aku juga sama, bimbel sudah jalan dan preschool Arza juga sudah beroperasi baik satu tahun ini ... lalu apa? bukankah kedewasaan itu tidak terukur dari umur?" Fayyadh bergumam sepanjang jalan, ditemani audio dari saluran relay Ratislo, statiun radio milik Naya.
"Akustik Rose selalu menenangkan. Konsep Bunda tuh gak pernah gagal, makanya Maira juga begitu, detail dan sempurna ... radio ini isinya beda, banyak manfaatnya untuk healing. Ah, gimana mau move on coba kalau keluarga Ayah Mahen itu perfect," tutur Fayyadh lagi, jemarinya mengetuk pada stir saat lampu lalu lintas berwarna merah.
Masih satu kilometer lagi untuk sampai pada tujuan. Hingga beberapa menit selanjutnya, papan nama rumah sakit swasta nan elit itu terlihat. Fayyadh mengarahkan mobilnya turun ke basement agar leluasa meninggalkan kendaraan roda empat itu disana.
Setelah memastikan mobil Jiddah nya aman, dia melangkahkan kaki panjangnya menaiki lift menuju lantai lima dimana Mahen berada.
Nampak dari kejauhan, dua orang pria sedang berbincang. Bunda Naya sudah tidak terlihat disana, mungkin beliau pulang ke apartemen sejenak.
"Ayah, assalamu'alaikum." Sapanya pada Mahen yang duduk di sofa tunggu luar ICU bersama asisten pribadinya.
"Wa'alaikumussalam, loh Mas kata Bunda Naya, mau ke sini lagi sama Abi? gak jadi?" tanya Mahen saat anak itu mencium tangannya.
"A-nu ... itu, Yah," Fayyadh terbata, segan karena ada Adnan disana.
Merasa ada kecanggungan atas kehadirannya, Adnan yang peka pun undur diri.
"Aku pulang dulu, Bos. Besok sore kembali ke sini dengan Rey setelah mengurus panen kebun juga anak Omah singgah," Adnan pamit, sudah dua hari dirinya tidak pulang menjenguk keluarga di Bogor.
Mahendra memberikan tempat tinggal untuk keluarga Adnan agar pria itu tenang ketika diberikan tanggung jawab mengurus bisnis perkebunan milik mantan petinggi Exona.
"Ad, minta Pras fokus pada Omah singgah agar kamu concern di kebun dengan Kang Ujang. Mifyaz biarkan dengan Rio," usul Mahen agar semua orang kepercayaannya itu dapat bekerja dengan baik dan maksimal.
"Siap, Bos. Rio anak baru, apakah aman?" ragu Adnan.
"Ayaz, bisa mengatasinya. Sekaligus, uji coba apakah Rio mampu menjaga keluargaku, terutama si bungsu, mereka seumuran bukan?"
"Hmm, baik Bos. Iya seumuran. Saya permisi ... Bos, Den Mas," Adnan membungkukkan badannya di hadapan dua pria beda usia.
Fayyadh takjub melihat ketegasan ayah Maira. Abinya type kalem dan lembut, namun Mahen sebaliknya, cool meski kadang eror juga jika sudah bercanda dengan putra bungsunya itu.
"Mas, kenapa tadi?" Mahendra melanjutkan percakapan dengan keponakannya.
"Abi dan umma tadinya mau ke sini, tapi karena aku mungkin urung," tunduknya malu.
Suami Naya telah mendapatkan berita dari Amir belum lama ini, mengenai niatan Fayyadh yang hendak mengajukan lamaran untuk Maira, putrinya. Hanya saja, Mahen ingin mendengarkan langsung penuturan serta alasan di balik niatan sang calon hafiz ini.
"Karena kamu? kenapa memangnya?" pancing Magen lagi.
Fayyadh menundukkan kepala, antara ragu dan malu. Ada rasa segan menguar saat ini padahal mereka sudah bagai ayah dan putra kandung.
"Aku ... hmm, A-aku," ucapnya terbata, sesekali melirik dari ekor mata pada pria yang duduk disamping.
Mahen tak ingin mendesak lebih jauh, memilih membiarkan Fayyadh bertarung dengan batinnya lebih dulu. Jika mental telah siap, pasti anak itu akan berbicara serius.
Satu. Dua menit berlalu.
Sunyi.
Hanya langkah suster yang terdengar di lorong tak jauh dari tempat mereka duduk.
"Allahu, susahnya. Ternyata begini rasanya berhadapan langsung dengan...." keluh Fayyadh mengusap peluh yang tiba-tiba hadir di dahinya.
"Dengan siapa?" Mahen tersenyum tipis melihat keponakannya salah tingkah.
Huft.
Fayyadh menghela nafas, menghembus beberapa kali. Dia gugup, terlebih Mahendra masih menatapnya penuh harap juga kesabaran.
"Yah, jangan liatin aku kayak gitu sih," rengek Fayyadh semakin gelisah.
Ayah Maira hanya tersenyum lagi, tanpa berniat menimpali.
Huft.
Lagi, pemuda tampan bergelar Raden Mas itu menarik nafas panjang.
Degh.
Degh.
Degh.
"Bismillah ... Hmm, Ayah, aku ingin mengajukan lamaran untuk Maira. Setelah wisuda nanti, jika Ayah merestui aku ingin melangsungkan akad nikah ... gak peduli kondisi Maira saat itu, hatiku hanya ingin dia," ucap Fayyadh lancar dalam satu hembusan nafas.
Hoosshh.
Nampak kelegaan terpancar dari wajah teduh keturunan Amirzain, dia pun berdiri sejenak melepaskan rasa gugupnya.
"Kayak lagi ijab qobul aja, Mas. Cepet amat ngomongnya ... gimana gimana, apa tadi?" Mahen menggoda putra sulung Amir itu hingga Fayyadh keki dan melongo.
"Aku susah payah ngomong tapi Ayah Mahen gak dengerin? ya Allah, lemes...." keluhnya bernada kekesalan, masih berdiri, kali ini menghadap sang paman.
Mahendra tertawa, teringat saat dia akan melamar Naya namun tak jua bertemu Abah hingga akhirnya takdir lah yang mendatanginya.
"Denger ko, bercanda Mas," ujar Mahen menepuk duduk tempat duduk disampingnya.
Fayyadh tersipu, dia lalu mengikuti saran Mahendra, duduk kembali dengan tenang meski hati masih berdebar.
"Nanti Ayah bicarakan dengan keluarga besar dulu ya. Bukan karena Ayah tidak berwenang atau kuasa menentukan keputusan sebab Maira putriku, namun karena kita ini masih saudara. Mas Fayyadh, paham kan?"
"Jadi, apapun keputusan Ayah nanti, ini bukanlah sepihak melainkan demi kebaikan bersama. Juga, berusaha tidak mengabaikan signal dari Maira jika dia tetap dalam kondisi seperti saat ini," terang Mahen.
"Makasih banyak ya Mas, sudah care dan sayang sama Maira. Ayah gak mau kasih harapan apapun, hanya bisa berharap semua menemukan jalan terbaik tanpa ada yang tersakiti pada akhirnya nanti...." Mahendra khawatir. Hal ini riskan memicu perselisihan dikemudian hari.
Dia dan Naya telah mendengar curhatan Maira sebelum kejadian nahas ini, namun ia tidak sepenuhnya yakin bahwa sosok yang di ceritakan Maira adalah Fayyadh, sang keponakan.
Tak lama, Naya datang bersama seorang wanita bercadar, didampingi beberapa orang dengan busana yang sama.
"Sayang ... loh Mas Fayyadh sendiri? mana umma?" ujar Naya seraya mencium telapak tangan suaminya.
"Assalamu'alaikum, Ustadzah Aminah Al-kahf." sapa Mahen mengucap salam seraya berdiri.
"Wa'alaikumussalaam. Ana boleh jenguk Maira?" tanya ustadzah lembut.
"Fadhol Ustadzah, Naya akan menemani."
Ibunda Maira memandu guru mulia yang Maira kawal tempo hari hingga terjadi insiden ini.
Lama keduanya berada didalam ruangan ICU hingga menit berikutnya mereka kembali.
"Sabar ya. Allah punya maksud terhadap beliau. Wajahnya teramat teduh, tanda rahmat Allah mengalir, tiada kesakitan terpancar disana," Hubabah Aminah meneteskan air mata. Menepuk telapak tangan Naya yang dia genggam.
"Kami tidak menyalahkan siapapun, bahkan Allah. Belajar menerima apapun yang terbaik bagi Maira. Terlebih, aku ... a-ku justru sangat bersyukur ketika mengetahui Maira berhasil mengawal Syarifah keluar dari sana dalam afiat meski putriku sedang kurang beruntung ... agama Allah harus tetap tegak, para pejuang mulia dzuriyah Rosulullah semoga diberi keselamatan juga panjang usia agar dakwah terus berjalan ... entah bagaimana rasa hatiku apabila kejadian ini menimpa Hubabah," tangis Naya pecah, bukan tidak sayang pada buah hatinya. Namun dia setuju dengan Maira yang mengutamakan keselamatan cicit keturunan nabiyullah.
"Kheir in sya Allah. Mulai malam ini Ana izin titip 3 team santri akhwat disini, bergantian khatamkan qur'an sebagai hadiah untuk Maira. Semoga Allah menjaganya, Allah yubarik Bu Naya, telah melahirkan Maira ke dunia," tutur Syarifah Aminah, lembut, bertasbih seraya memeluk Naya.
Pemandangan ini mengukuhkan niat Fayyadh untuk tetap teguh memilih Maira sebagai pendamping kelak.
"Maira ... beruntung sekali, di cintai oleh dzuriyah Rosulullah," batin Fayyadh.
.
.
..._________________________...
...Ini judul sekuel Di antara 3A dan Suara untuk Dilara. Tapi, semoga bisa dibaca secara mandiri. ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Mega Ahmad
krn terlanjur jatuh cinta sm keluarga kusuma akhirnya langsung lanjut kesini baca sampai bab ini, tp untung mommy kasi petunjuk klo ini sequel dari Dilara jg jd balik kesana dulu berkenalan dg Shan 😀😍
2023-07-23
1
Arra
🤣 bang mahen, itu fayad setengah mati ngomongnya gada titik koma malah pura2 tuli
2023-06-08
1
Ersa
Dilara sdh tuntas ku baca , 3A next ya
2023-05-21
1