Reina Pingsan

Perusahaan Ditama Group

'Enak saja kau. Ingin meminum kopi buatan wanitaku. Tak akan ku biarkan.' Batin Adnan.

Tanpa sadar Adnan telah mengakui Reina sebagai wanitanya, walau tak keluar dari mulut manisnya. Namun hatinya tak rela jika ada lelaki lain yang dekat dengannya.

Reina kembali meletakan cangkir kopi di meja Adnan, saat Reina kembali untuk duduk ditempatnya, tiba-tiba...

Bruuak

"Reina!!!" Pekik Adnan.

Reina ambruk di pinggiran meja Adnan. Felix langsung beranjak dari sofa dan berlari ke arah Reina.

"Stoop!! Felix." Ucap Adnan dengan mengangkat telapak tangannya. Felix langsung mundur dari tempatnya.

"Telvon dokter sekarang." Pinta Adnan pada Felix, sambil mengankat Reina ke gendongannya dan membaringkan di sofa panjang yang berada di ruangan itu.

Dengan duduk di samping Reina, Adnan menatap Reina lekat. 'Cantik' itulah yang ada di pikiran Adnan sekarang. Tanpa sadar Adnan sedang senyum-senyum sendiri saat menatap Reina.

"Tuan. Anda baik-baik saja?" Tanya Felix.

"Kenapa?" Bentak Adnan. "Di mana dokternya?" Lanjut Adnan dengan suara keras.

"Tenang Tuan. Jangan panik." Ujar Felix bingung dengan keadaan bosnya.

"Felix! Aku tidak panik." Kilah Adnan.

"Dokter dalam perjalanan Tuan." Jawab Felix. Habis sudah kata-katanya.

"Kenapa lama sekali?" Adnan tampak frustasi. Sedangkan dia sendiri tak tau ada apa dengan dirinya.

"Kurasa, Tuan memerlukan psikiater!" Gumam Felix, yang masih dapat di dengar oleh Adnan.

"Apa kau pikir aku gila?" Suara Adnan menggelegar dalam ruangan itu.

"Suuutttt" Felix meletakan jari telunjuk di bibirnya. "Nanti nona itu bangun Tuan!" Ucap Felix lagi.

"Oh!!! Ya, ya!! Kau benar." Adnan seperti orang bodoh yang tak tau apa-apa.

"Ternyata, Bos bisa jadi orang bodoh di depan wanita." Gumam Felix sambil tersenyum, sesuatu muncul di kepala Felix, dia mendapatkan ide.

"Felix, bagaimana kalau memanggil ambulans?" Adnan resah karna dokter tak kunjung datang juga.

Tok...tok...tok...tok...

"Mungkin ini dokternya Tuan!" Sahut Felix mendengarkan ketukan pintu dan segera membukakannya.

Ceklek

"Siang!!" Sapa dokter muda yang baru saja datang.

Adnan menatap Felix, "Kenapa kau memanggilnya?" Tanya Adnan.

"Ma-maaf Tuan. Tapi biasanya juga dokter Richard," Ucapan Felix di selah Adnan.

"Woy.., Bro. Ada apa ini?" Tanya dokter Richard sambil tersenyum.

"Aku membutuhkan dokter wanita. Karna pasiennya wanita. Aku tak butuh pria sepertimu." Ujar Adnan ketus.

Adnan dan Richard adalah sahabat semasa mereka masih SMA namun mereka saat kuliah mereka terpisah karena memilih jurusan yang berbeda. Biar pun begitu namun komunikasi mereka lancar-lancar saja.

Richard menoleh kearah di mana Reina dibaringkan. "Wanita! Siapa dia." Saat Richard ingin mendekat Adnan dengan cepat menghalanginya.

Adnan tahu bahwa temannya ini adalah seorang casanova sejati. Richard merasa tidak akan pernah cukup dengan satu wanita saja. Setiap malam dia akan bergonta-ganti wanita, deperti pakaian saja yang selalu fi gantinya.

"Tunggu! Kau mau apa?" Tanya Adnan.

"Hei, ayolah. Aku seorang dokter! Aku akan memeriksanya." Jawab Richard.

"Baiklah. Tapi jangan sentuh."

"Bagaimana bisa? Aku memeriksa tanpa menyentuhnya." Ucap Richard.

"Aku tidak tau. Yang terpenting jangan menyentuhnya dengan tangan kotormu itu!" Jawab Adnan ketus.

"Hahaha...ha..ha..." Adnan mengerlingkan matanya mendengar Richard yang tertawa lepas.

"Hei, sangat sensitif sekali. Apakah ada yang spesial?" Richard duduk di sofa berhadapan dengan Adnan.

"Tidak ada!!" Jawab Adnan ketus.

"Ok. Baiklah. Jika tidak ada, bisakah dia untukku?" Richard ingin mengetes Adnan.

"Jangan macam-macam!! Dia karyawanku." Jawab Adnan dengan memalingkan wajahnya.

"Memangnya kenapa? Hanya karyawan bukan." Sahut Richard lagi.

"Kau!!!" Adnan mengacungkan jari telunjuknya di depan Richard.

"Ho, oh. Ok. Ok. Aku hanya bercanda." Sebenarnya Richard kesal dengan Adnan yang tak mau mengakui perasaannya.

"Sudalah kau pulang saja!" Pinta Adnan.

"Lalu, siapa yang akan memeriksa nona ini?" Tanya Richard dengan wajah bingung.

"Akan ku panggil dokter lain. Kau pikir hanya kau saja dokter di sini!" Ketus Adnan.

"Apa! Dasar tidak waras. Kau akan mempertaruhkan nyawa wanita ini, hanya karna aku akan menyentuhnya." Umpat Richard.

Adnan terdiam memikirkan perkataan Richard. Lalu... "Baiklah! Keluarkan alat-alatmu." Pinta Adnan tiba-tiba.

Richard mengeluarkan stetoskopnya dari dalam tas, menggantungnya di telinga dan...

"Tunggu..." Adnan menghentikan Richard.

"Apa?"

"Biar aku." Adnan mengambil stetoskop dari Richard. "Duduk disitu!" Pinta Adnan lagi pada Richard, dan dia hanya mengikuti arahan Adnan. Sementara Felix hanya melihat interaksi mereka sambil geleng-geleng kepala. Adnan menaruh salah satu ujung stetoskop dan menaruhnya di telinga Richard dan dia memegang ujung sebelahnya. "Ok. Ini diletakan dimana?" Tanya Adnan.

"Ck. Kau hanya mengganggu pekerjaanku." Kesal Richard.

"Sudahlah. Katakan saja!!" Adnan tak menghiraukan Richard yang sedang kesal.

"Letakan di dadanya." Pinta Richard. "Kekiri, kanan sedikit. Kebawah, lagi, lagi. Lagi," Richard sengaja menyarahkan tangan Adnan ke area terlarang, namun Adnan menyadari semua itu.

"Kau mempermainkan ku!" Adnan melotot kearah temannya yang jahil itu.

"Hihihi..hi..." Richard hanya cekikikan melihat reaksi Adnan. "Sory.., sory... Ok. Sudah selesai. Aku juga tak tau apa, tapi sepertinya dia hanya kelelahan. Akan ku resepkan obat untuknya." Ujar Richard yang mulai bosan dengan keposesivan sahabatnya. "Ini resep untuknya." Richard memberikan selembar kertas pada Adnan.

"Felix, belikan resepnya." Pinta Adnan.

Dengan cepat Felix menyambar kertas dari tangan Adnan dan berlalu.

"Sudah selesai?" Tanya Adnan.

"Ya!"

"Sebaiknya kau kembali."

"Hei.., kau mengusirku! Kau tidak bisa hanya berduaan dengan seorang wanita dalam satu ruangan. Bagaimana jika ada setan yang merasuki pikiranmu."

"Ya, kau benar. Dan setannya adalah dirimu." Sahut Adnan dan langsung menarik Richard kearah pintu dan mengeluarkannya dari dalam ruangan.

"Hei.., hei.., hei... Apa yang kau lakukan?" Pekik Richard. "Dasar teman Durhakim kau. Bisa-bisanya mengusirku dengan cara seperti ini." Umpat Richard. "Hei..," Richard menggedor pintu ruangan Adnan sebentar. "Awas kau.., dasar kurang asem." Tak henti-hentinya Richard mengumpat Adnan karena kesal.

Di dalam ruangan Adnan hanya duduk didekat Reina sambil menunggu Reina siuman.

"Emp!!! Ah.." Reina terbangun dari pingsannya. Reina bangkit dari sofa, namun kepalanya masih sedikit merasa pusing.

"Kamu mau ngapain?" Adnan mencegah Reina yang ingin berdiri.

"Ma-maaf Tuan." Ucap Reina sedikit sungkan dengan bosnya. "Sa..."

"Sudah! Jangan bicara." Selah Adnan ditengah kata-kata Reina. Reina diam mengikuti arahan Adnan.

Adnan mengambil handphonenya, dan entah apa yang di ketiknya. Beberapa menit kemudian Felix datang dengan dua kantong di tangannya.

Ceklek

"Tuan," panggil Felix. "Ini pesanan anda, dan ini resep dari apotik." Ujar Felix.

"Baiklah, kau boleh keluar!" Pinta Adnan.

.

.

.

.

Apa ya, yang akan di lakukan Adnan selanjutnya. ditunggu ya upnya🖐

Mohon dukungannya...

Jangan lupa LIKE, VOTE, and COMENTnya...

Hadiahnya juga ya😊

Love you all...💞

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!