"Na, mau ke mana?" Panggil Viko lalu mengejarnya.
"Mau pulanglah!" Jawab Reina berbalik.
"Sama aku aja! Aku bawah mobil, masa pulang sendiri." Ajak Viko.
"Ya udah, cepetan. Aku sudah kelaparan Vik!" Rengek Reina.
"Ck, iya! Nggak sabaran banget sih. Padahalkan pengen berduaan." Decak Viko.
"Mau duaan! Sama siapa? Aku? Ogah! Nanti kayak Mak lampir sama Si buta dari gua hantu!" Seru Reina dwngan menunjuk diri sendiri.
"Loh! Kok, bawah-bawah mak lampir sama si buta dari gua hantu?" Kesal Viko.
"Ya, iyalah. Cuman kamu aja tau, yang pakai kacamata di malam hari. Mana itam lagi kacamatanya." Ledek Reina.
"Keliatan tau! Kalau nggak keliatan gimana aku bisa jalan." Viko membelah dirinya sendiri.
Perdebatan mereka akhiri, dan masuk ke dalam mobil Viko.
Viko memberhentikan mobilnya di sebuah restoran yang bisa di bilang mewah untuk Reina.
"Vik, ngapain kita ke sini?" Tanya Reina yang masih belum melangkahkan kakinya dari dalam mobil.
"Ya makanlah Na. Masa mau joging! Udah malam." Jawab Viko.
"No(tidak). Aku nggak mau di sini!" Tolak Reina.
"Lah! Kenapa? Di sini makanannya enak lo Na." Ujar Viko.
"Nggak, aku mau makan yang lain! Kalo kamu nggak mau, biar aku sendiri aja!" Rajuk Reina.
"Ok. Ok." Viko terpaksa mengalah karna Reina mulai menurunkan kakinya dari Mobil.
Viko menjalankan mobilnya sedikit mengebut, dia ingin mencuri perhatian dari Reina. Namun apa Daya sang penumpang di sebelahnya terlihat cuek bebek, dengan santai mendengarkan lagu dari handphonenya dengan menggunakan headset di telinga.
"Padahalkan tadi, tempatnya enak. Tapi nggak mau." Kesal Viko.
Reina tak menghiraukan ucapan Viko. "Na," panggil Viko. "Na," panggil Viko lagi. Reina sama saja, tidak mendengarkan Viko yang memanggilnya. Akhirnya Viko berinisiatif menurunkan headset yang terpasang di telinga Reina.
"Ih.., kenapa sih Vik?" Kesal Reina.
"Kamu di panggilin dari tadi, nggak denger. Mau makan di mana?" Tanya Viko.
"Jalan aja! Nanti kita lihat!" Jawab Reina. Viko mengikuti arahan Reina, jalan terus memyusuri jalanan.
"Stooop!" Pekik Reina tiba-tiba.
Cekiiiiittt
Suara mobil Viko yang berhenti tiba-tiba.
"Kenapa Na?" Tanya Viko panik.
"Bebek panggang!" Jawab Reina sumringah. Reina membuka pintu mobil dan berjalan cepat ke warung pinggir jalan yang menyediakan bebek panggang.
"Hu dasar Reina!!" Viko pun berlalu dari mobilnya menuju tempat Reina pergi.
"Vik, mau makan di sini atau mau di bungkus?" Tanya Reina melihat kedatangan Viko.
"Makan ajalah! Biar bisa lama-lama." Jawab Viko santai.
"Ok. Terserah. Yang penting aku kenyang."
"Mas, bebek panggangnya. Eh Vik, kamu juga makan bebek panggang atau yang lain?" Reina memesan makanan namun kembali beralih ke Viko.
"Serah deh. Yang penting makan sama kamu." Jawab Viko beralih menuju meja yang disediakan pedagang jualan bebek panggang itu.
Reina mengganggukan kepalanya, tanda setuju. Kemudian memesan makanan untuk mereka berdua. "Mas! Bebek panggangnya dua pakai nasi ya. Sambalnya di banyakin Mas." Pinta Reina.
"Ok, Neng!" Jawab Mas pedagang lalu mempersiapkan pesanan mereka.
Tak beselang lama, bebek panggang yang dipesan pun telah tiba.
"Mari Neng, Mas! Selamat menikmati." Ucap Mas penjual.
Reina menganggukan kepalanya kepada penjual. Lalu mereka menikmati makanannya dengan hikmat, tanpa ada suara.
Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk kembali pulang. Viko mengantarkan Reina sampai ke rumahnya. Lalu Viko pun kembali Mansion keluarga Haditama.
******
.
.
Perusahaan Ditama Group
Pagi hari Reina telah sampai di kantor. Tepat pukul 08.45 Reina mengumpulkan berkas-berkas yang sudah dia kerjakan kemarin. Menentengnya menuju ruangan CEO.
Tok...tok...tok...tok...
"Masuk!" Jawaban dari dalam ruangan.
Ceklek
Pintu terbuka, dan Reina masuk membawa setumpuk berkas di tangannya.
"Pagi Tuan!" Sapa Reina, yang dwngan susah paya membawah tumpukan berkas lalu menaruhnya di meja Adnan.
"Pagi!" Jawab Adnan. Sambil melirik berkas-berkas yang terpampang di mejanya.
Tanpa disadari Reina di dalam ruangan itu bukan hanya Adnan. Namun ada asistennya juga, yaitu Felix.
"Apa ini?" Tanya Felix penasaran.
"Lix, biar aku yang tangani!" Ujar Adnan.
Felix menganga mendengar kata bosnya. Baru kali ini bosnya ingin memeriksa sendiri pekerjaan dari stafnya, pikir Felix. 'Pasti ada sesuatu!' Batinnya.
Felix kembali duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Dia memperhatikan bagaimana Adnan dengan telaten memeriksa berkas yang bertumpuk itu satu persatu dengan Reina yang duduk di balik mejanya.
Selang beberapa waktu Adnan telah selesai memeriksa Seluruh berkas dari Reina.
"Good. You are very clever." Ucap Adnan sambil mengangguk-nganggukan kepalanya.
Reina yang kurang mengerti dengan bahasa inggris hanya menggaruk-garuk keningnya bingung.
"Ok. Pekerjaan kamu bagus. Bisa selesai dengan cepat, kurang dari yang saya perkirakan." Ujar Adnan pada Reina.
"Trima kasih Tuan." Jawab Reina sambil tersenyum.
"Rein...," Ucapan Adnan terhenti saat Reina bersuara.
"...Na, Tuan." Reina melanjutkan ucapan Adnan.
"Saya tau!" Balas Adnan, kesal.
"Owh..." Reina menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, dia mengira Adnan lupa dengan namanya.
"Saya akan memanggilmu Rein, saja." Reina hanya menganggukan kepala. "Apa kamu bisa membuat kopi." Lagi-lagi Reina mengangguk. "Apakah kamu bisu?" Tanya Adnan kesal, karna Reina hanya mengangguk-anggukan kepalanya saat di tanya.
"Tidak Tuan." Jawabnya cepat.
"Kalau begitu, pergunakan mulutmu untuk menjawab pertanyaanku." Adnan srdikit membentak.
Reina mengangguk cepat, namun tiba-tiba dia sadar saat Adnan melototinya. Dengan cepat Reina menjawab, "baik Tuan!!"
"Pergilah buatkan saya kopi. Tidak terlalu panas, dan tidak terlalu dingin." Pinta Adnan.
Reina segera berdiri dari kursinya, dan pergi melakukan pinta Adnan.
Tok...tok...tok...tok...
Ceklek
Reina kembali dengan baki yang berisi dua cangkir kopi. Dia berjalan menuju kearah Adnan dan meletakan 1 cangkir kopi di mejanya, kemudian berbalik menuju arah Felix, untuk memberikan cangkir kedua.
"Untuk siapa itu?" Tanya Adnan dengan suara yang agak keras.
"Untuk Tuan Felix." Seketika Reina berbalik dan menjawab pertanyaan Adnan.
"Stop!!!" Pekik Adnan. Reina pun tak jadi meletakan kppi itu di meja dekat sofa yang diduduki Felix. "Siapa yang menyuruhmu membuatkan kopi untuknya.
"Maaf, Tuan. Karna saya pikir anda bersama Tuan Felix, jadi saya membuatkan 2 cangkir kopi." Jawab Reina lemah.
"Tidak. Berikan kopi itu padaku! Aku akan meminumnya." Felix melongo mendengar permintaan Adnan. Dia hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Adnan.
'Enak saja kau. Ingin meminum kopi buatan wanitaku. Tak akan ku biarkan.' Batin Adnan.
Tanpa sadar Adnan telah mengakui Reina sebagai wanitanya, walau tak keluar dari mulut manisnya. Namun hatinya tak rela jika ada lelaki lain yang dekat dengannya.
.
.
.
.
Mohon dukungannya...
Jangan lupa LIKE, COMENT and VOTEnya...
Love you all...💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Ika Riana
gk sabar nunggu kelanjutannya
2022-11-15
1