Dadanya serasa sesak dan panas mengingat semua kejadian yang menimpa dirinya dan Jihan. Andai saja ia bisa memutar waktu kembali, Ia pasti akan sekuat tenaga untuk bisa menyelamatkan Jihan. Di sisi lain, Paman Joe dan Roshinta histeris mendapat kabar bahwa Jihan di culik. Roshinta tidak tahu harus berbuat bagaimana lagi. Di satu sisi suaminya belum juga siuman, di satu sisi putri semata wayangnya baru saja di culik.
Begitu besar cobaan yang menimpa keluarga kecilnya.
Sementara itu Bu Darmi juga histeris mendapat kabar Jihan telah di culik. Serta Claudya merasa dirinya lah yang patut disalahkan. Andai saja waktu itu dirinya tetep kekeh ikut pasti Jihan bisa ia selamatkan.
Di sebuah rumah di tengah-tengah hutan, di dalam kamar yang bernuansa serba putih. Disitulah Jihan di tidurkan.
Obat bius yang mereka gunakan untuk membius Jihan rupanya dosisnya lumayan tinggi. Sehinggap hampir lebih dari 12 jam, Jihan belum sadarkan diri.
“Hei mbok Atun. Urus gadis itu ya. Jangan sampai dia berani untuk kabur.’’ Ucap salah satu preman kepada Mbok Jinah yang di perintahkan untuk menjaga dan mengurus segala keperluan Jihan.
“Baik.’’ Jawab Mbok Atun.
“Gadis yang sangat cantik. Malang sekali nasib kamu harus sampai menerima ujian seperti ini.’’ Ucap Mbok Atun kepada Jihan yang masih belum sadar. Dengan sukarelanya Mbok Atun membersihkan tubuh Jihan dan menggantikan baju Jihan.
Mbok Atun tidur di samping Jihan. Berjaga-jaga sewaktu-waktu Jihan sadar dan butuh bantuan darinya.
Benar saja. Saat jam menunjukkan jam 3 subuh, Jihan terbangun. Kepalanya terasa sangat pusing sekali. Bahkan untuk membuka matanya saja rasanya sangatlah berat sekali.
“Aooww. Kepalaku pusing sekali.’’ Ucap Jihan sembari mengelus-elus kepalanya.
Mbok Atun yang terusik alam tidurnya karena suari dari Jihan akhirnya ikut terbangun juga. Mengetahui Jihan telah sadar Mbok Atun ikut senang.
“Udah bangun gadis cantik?’’ Tanya Mbok Atun.
“Si-siapa kamu? Aku dimana ini? Aoww kepalaku pusing sekali.’’ Ucap Jihan.
“Sabar. Perlahan saja membuka matanya. Saya Mbok Atun, yang akan mengurus keperluan kamu disini.’’ Ucap Mbok Atun yang segera bangkit mengambilkan air minum untuk Jihan.
“Ini di minum dulu teh hangatnya.’’ Ucap Mbok Atun.
Dengan kepala yang masih sangat pusing Jihan mencoba untuk bangun dan menyandarkan kepalanya pada dinding.
“Terimakasih Mbok.’’ Ucap Jihan.
Mbok atun membalas dengan senyuman. Jihan yang merasa membaik setelah meminum teh hangat buatan Mbok Atun mulai sedikit demi sedikit mengingat kejadian kemarin.
“Saya dimana ini Mbok?’’ Tanya Jihan.
“Kamu berada di sebuah rumah yang jauh dari hal apa pun. Tapi kamu tenang saja ada Mbok Atun yang mengurus semua kebutuhan kamu.’’ Jawab Mbok Atun.
“Sa-saya pengen kembali Mbok. Bisa kan bawa saya keluar dari sini?’’ Tanya Jihan memelas.
Mbok Atun hanya menggelengkan kepala. Sebenarnya dari hatinya yang paling terdalam ada rasa iba dari Mbok Atun kepada Jihan.
Jika kalau bukan karena ekonomi yang memaksanya untuk mengambil pekerjaan ini, mungkin Mbok Atun juga tidak mau terlalu mengambil resiko.
“Mbok Atun ambilkan makanan dulu ya. Hati-hati kamu disini. Banyak orang di luar yang menjaga rumah ini. Apalagi rumah ini berada di tengah-tengah hutan. Kalau kamu berusaha kabur bisa-bisa jadi santapan harimau.’’ Ucap Mbok Atun yang seketika membuat Jihan takut dan panik.
Hutan? Aku berada di hutan? Bagaimana bisa? Siapa yang tega melakukan aku seperti ini? Gumam Jihan.
Perlahan air matanya membasahi kedua pipi merahnya. Sembari memeluk tubuhnya sendiri Jihan merasakan ketakutan, kepanikan, kekecewaan dan kekhawatiran semuanya bercampur menjadi satu.
Di sisi lain Rendy yang mulai membaik mulai mencemaskan keadaan Jihan. Dalam relung hatinya yang terdalam ia amat mengkhawatirkan Jihan.
Saat Rendy hendak bangun dari berbaringnya, Beni datang untuk mencegah Rendy.
“Eh mau ngapain. Istirahat dulu yang banyak.’’ Ucap Beni.
“Thanks Bro. Sama siapa ke sini? Risky?’’ Tanya Rendy.
“Dia lagi ada acara keluarga tadi titip salam buat kamu belum bisa jenguk.’’ Jawab Beni.
“Oh oke. Santai aja.’’ Jawab Rendy datar.
“Tadi di luar Ibu nitip pesen mau ke kantin sebentar.’’ Ucap Beni.
“Thanks ya Bro. Malam-malam gini di bela-belain buat ngejenguk.’’ Ucap Rendy.
“Yaelah ama siapa aja sih. Eh by the way emang bener ya Jihan di culik?’’ Tanya Beni Penasaran.
“Kata polisi sih gitu. Aneh nya kenapa Jihan aja yang di culik. Gue enggak.’’ Ucap Rendy bingung.
“Jangan-jangan mereka mau berbuat yang nggak-nggak lagi sama Jihan. Wah gawat nih.’’ Ucap Beni.
“Shuuttt. Kalau ngomong tuh di pikir dulu kali lah Ben. Nggak masuk akal itu lah. Kalau emang itu modusnya kan banyak cewek lain, nggak mesti harus Jihan yang jadi target mereka, karena kalau sampai mereka tertangkap bisa abis mereka.’’ Feeling Rendy.
“Ini mesti ada motif lain.’’ Imbuh Rendy.
Di sisi lain di rumah tempat Jihan di culik, ada panggilan masuk dari handphone salah satu preman. Yang ternyata panggilan itu berasal dari Mario.
Drrtt
Drrtt
Drrtt
“Halo. Disana aman?’’ Tanya Mario samar-samar karena ia masih berada di rumah sakit takut ada orang yang curiga dengannya.
“Aman Bos kedua. Kayaknya target udah siuman. Lagi di kasih makan tuh sama Mbok Atun.’’ Ucap salah satu preman.
“Oke. Besok pagi saya kesana. Pastikan target dalam keadaan baik-baik saja.’’ Ucap Mario lalu memutuskan panggilan.
“Ini makanannya, Mbok Atun suapin ya.’’ Ucap Mbok Atun.
“Nggak Mbok saya nggak mau makan, saya cuma mau keluar dari sini. Please Mbok bantuin saya ya. Nanti kalau saya berhasil keluar dari sini nanti Mbok Atun saya kasih imbalan yang setimpal. Papah saya punya perusahaan yang sangat besar Mbok. Mbok Atun mau minta berapa nanti beneran saya kasih.’’ Rayu Jihan kepada Mbok Atun.
Sejenak Mbok Atun memikirkan perkataan Jihan, namun ia sadar ia tidak boleh terpengaruh oleh bujukan Jihan.
“Kalau kamu nggak mau makan terserah. Yang penting Mbok Atun sudah nyiapin makanan kamu.’’ Ucap Mbok Atun kesal lalu meletakkan piring berisi makanan ke meja dan segera meninggalkan Jihan sendirian di dalam kamar tak lupa ia mengunci pintu kamar Jihan dari luar.
Jihan kembali bersedih upayanya untuk membujuk Mbok Atun tidak berhasil. Ia berpikir keras bagaimana caranya agar ia secepatnya keluar dari sini.
***
Hingga hari malam berlalu. Suara ayam hutan mulai mengusik alam mimpi para preman dan Mbok Atun yang bertugas untuk mengawasi Jihan. Sementara Jihan masih terjaga. Ia masih memikirkan bagaimana cara yang aman agar ia bisa keluar dari rumah ini.
Tapi di luar sana para binatang liar sudah siap menerkamnya sewaktu-waktu. Namun tekadnya sudah bulat. Ia harus bisa untuk segera kembali ke rumahnya sendiri.
Tok
Tok
Tok
“Mbok Mbok Atun. Saya mau pipis Mbok. Bisa bukakan pintunya? Saya sudah kebelet banget ini.’’ Ucap Jihan bohong.
Sementara Mbok Atun tidur di sofa depan kamar Jihan terusik tidurnya mendengar teriakan Jihan.
Ceklek. Mbok Atun membukakan pintu kamar Jihan.
“Kenapa?’’ Tanya Mbok Atun.
“Saya mau pipis Mbok. Dimana toiletnya?’’ Tanya Jihan.
“Dari sini kamu lurus aja setelah itu belok kiri.’’ Jawab Mbok Atun.
“Makasih Mbok.’’ Ucap Jihan.
Mbok Atun yang masih mengantuk tanpa sadar ia kembali memejamkan matanya. Sementara para preman masih tidur. Mereka sama sekali tidak terganggu dengan suara ayam hutan maupun teriakan Jihan.
Sementara Jihan sedang mencari jalan keluar. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah jendela dekat dapur. Namun jendela itu sayangnya di palang dengan kayu-kayu. Jihan berusaha keras membuka jendela itu dengan mencongkel palang yang terbuat dari kayu itu menggunakan sebuah besi yang ia temukan tak jauh dari jendela. Mungkin ini jalan yang di berikan Tuhan. Gumam Jihan.
Setelah melalui usaha yang sangat menguras tenaga akhirnya jendela itu terbuka juga. Meski tidak terlalu besar namun cukup untuk mengeluarkan tubuh Jihan yang langsing itu.
“Huh huh huh akhirnya aku bisa keluar juga. Aku harus cepat-cepat ini sebelum mereka menyadari keberadaanku.’’ Ucap Jihan.
Sialnya setelah keluar dari rumah, keadaan sekitar sangat gelap sekali. Jihan tak punya alat penerang. Ia hanya mengikuti cahaya kabut yang berasal dari sinar bulan. Entah kemana arah Jihan melangkah ia hanya bisa pasrah.
Sementara itu salah satu preman terbangun dan hendak pergi ke toilet ketika melewati kamar Jihan di sekap, ia melihat kamarnya terbuka sementara Mbok Atun tertidur di bangku sofa luar. Lalu ia mengecek ke dalam dan Jihan pun sudah tidak ada di kamar. Preman itu buru-buru menelpon Mario untuk mengabari bahwa Jihan telah kabur.
Mengetahui bahwa Jihan telah kabur Mario marah. Lalu ia menyuruh para preman segera mencari Jihan. Dan dirinya sendiri saat itu juga bergegas menuju ke lokasi tempat Jihan di sekap.
Jihan yang hanya mengandalkan sinar kabut tak tahu arah mana yang harus ia tempuh. Perlahan tenaganya mulai terkuras apalagi sedari kemarin ia belum makan. Keringat membasahi sekujur tubuhnya. Nafasnya tersengal-sengal.
Hingga perlahan Jihan mulai beristirahat. Ia memilih untuk beristirahat di pohon yang lumayan besar. Ia bersender di akar-akar pohon yang menjulanng ke permukaan. Ia sudah tak peduli lagi jika ada binatang liar menerkamnya. Ia sudah pasrah.
Karena saking lelahnya Jihan pun tertidur.
Sementara itu Mario yang sudah sampai di pintu masuk hutan ia lalu menyelusuri petunjuk yang sudah di buat sebelumnya.
Dengan mengendarai mobil yang di berikan oleh Michael Purwadinata perlahan ia masuk mengikuti petunjuk. Ia berpikir Jihan tak akan mampu keluar dari hutan yang sangat lebat ini.
Sepanjang jalan menyelusuri petunjuk tiba-tiba Mario melihat sesosok perempuan yang tertidur di akar-akar pohon yang tak lain tak bukan itu adalah Jihan.
Mario menyunggingkan senyuman smirknya. Tanpa pikir panjang ia lalu turun dari motornya dan mendekati Jihan.
Keadaan sudah mulai terang dengan bantuan sinar matahari meski hanya sedikit.
Sejenak Mario memerhatikan keadaan Jihan. Beruntung Jihan tak di terkam binatang buas atau ular berbisa.
Suhu tubuhnya masih hangat menandakan Jihan masih dalam kondisi yang stabil.
Untuk memperjelas melihat Jihan, tanpa sadar Mario merapikan anak rambut Jihan yang menutupi wajah Jihan.
Seketika Mario bisa leluasa memandangi wajah cantik Jihan.
Entah mengapa perasaannya menggebu-gebu. Detak jantung nya berdekup lebih kencang dari sebelumnya.
Hingga ia memukul-mukul dadanya mencoba untuk menetralisir detak jantungnya.
Mengapa aku jadi begini. Gumam Mario. Tak lama ia melihat seekor anjing liar yang sedang memerhatikan dirinya dan Jihan.
Ia yang sudah bersiaga mengarahkan senter kearah anjing liar itu dan seketika anjing liar itu ketakutan dan lari masuk ke dalam hutan.
Mario tanpa berpikir panjang langsung menggendong Jihan dan membawanya masuk kedalam mobil.
Entah mengapa ia malah membawa Jihan keluar dari hutan bukannya kembali ke rumah di mana Jihan di sekap.
Hmmm. Pelarian yang sia-sia Nona Jihan Pratama. Gumam Mario sembari mengamati Jihan yang masih belum sadarkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments