Jam dinding kamar hotel menunjukkan jarum jamnya pada angka 02.15. Seketika Rendy terbangun dari tidurnya yang merasa haus.
Beruntung dalam kamar hotel itu terdapat kulkas mini yang dalamnya sudah tersedia minuman dingin. Ia langsung meneguk satu botol minuman dingin itu dalam sekali tegukan. “Ahhh nikmatnya.’’ Ucap Rendy.
Kemudian ia tersadar akan keberadaan Jihan yang ternyata Jihan sudah tertidur pulas di sofa dengan posisi lehernya yang agak sedikit tidak nyaman melihat itu Rendy membenarkan posisi tidur Jihan. Ia pandangi wajah cantik Jihan, manik Rendy seakan tak berkedip melihat lukisan indah Tuhan yang terpampang nyata di hadapannya saat ini.
Ia menyipakkan anak rambut Jihan yang menggangu pandangannya memandang wajah Jihan. Jihan seketika menggeliatkan badannya. Dalam bunga tidurnya ia sedang menyambut pangeran tampan yang sedang menunggangi kuda putih bersayap lebar.
Jihan mencoba meraih tangan sang Pangeran namun usahanya gagal. Sang pangeran itu terus melaju kencang bersama kuda putih nya.
Di sisi lain Rendy tersenyum melihat raut wajah Jihan yang terlihat kesal dalam tidurnya. Mungkin ia sedang bermimpi. Gumam Rendy.
Merasa kasihan dengan Jihan, akhirnya Rendy kemudian membopong Jihan ala bridal membawa Jihan pindah ke kasur.
Rendy meletakkan tubuh Jihan dengan sangat hati-hati takut Jihan terbangun dari tidurnya.
Setelah memastikan Jihan masih ternyenyak dalam tidurnya, Rendy melanjutkan tidurnya kembali di sofa.
Hingga malam berganti pagi. Matahari menggantikan bulan menerangi hari. Jihan terbangun dari tidurnya.
Ia sejenak menggeliatkan badannya lalu menyibakkan selimut yang ia pakai.
“Selimut? Sejak kapan aku tidur pakai selimut. Kasur? Bukannya aku tidur di sofa?’’ Tanya Jihan pada dirinya sendiri.
Ia menoleh kearah sofa yang semalam ia pakai untuk beristirahat namun ia melihat Rendy yang tertidur di sofa.
“Kenapa Rendy yang jadi tidur di sofa?’’ Tanya Jihan .
Perlahan ia turun dari kasur dan mencoba mendekati Rendy untuk membangunkannya.
Posisi Rendy yang terlentang dengan kedua tangan yang menyilang di dada menambah keeksotisan Rendy dalam tidurnya.
Agak lama Jihan memandangi wajah tampan Rendy. Yang tadinya ingin membangukan Rendy niat itu ia urungkan.
Tapi belum lama Jihan memandangi Rendy tiba-tiba Rendy terbangun dengan sendirinya. Ia melihat Jihan yang tengah memandanginya.
“Aku tahu kalau aku itu tampan. Tapi ya jangan diliatin terus. Nanti kalau ketampananku berkurang gimana.’’ Goda Rendy kepada Jihan. Seketika Jihan malu sendiri buru-buru ia membuang muka dan mengalihkan pembicaraan.
“Jangan ke geer an deh. Aku tuh cuma mau bangunin kamu aja. Aku laper pengen sarapan.’’ Ucap Jihan canggung.
“Ya udah sarapan aja kenapa juga harus liatin wajahku yang tampan ini dulu?’’ Masih dengan godaan Rendy.
“Tau ah. Aku tunggu sarapan di bawah. 15 menit nggak turun juga aku bakal ngasih kamu SP(surat peringatan) saat ini juga.’’ Ucap Jihan beranjak pergi. “Oh ya. nggak perlu mandi. Mandinya nanti aja keburu keroncongan perutku ini.’’ Imbuh Jihan lalu menutup kembali pintu kamar hotel.
***
Hingga akhirnya Rendy menyusul Jihan untuk sarapan di hotel. Dan menuju ke meja makan dimana Jihan sudah menunggunya.
“Aku udah pesen menu nasi goreng special dua ,orange jus dua.’’ Ucap Jihan sambil menatap layar teleponnya. Meski ia tak melihat Rendy, tapi ia tahu siapa yang datang menghampirinya.
“Thanks’’. Ucap Rendy. Tak berselang lama seorang pramusaji menghampiri keduanya membawakan makanan yang sudah Jihan pesan sebelumnya.
“Permisi ini pesanannya Nyonya dan Tuan. Kami harap kalian menikmati hidangan dari kami. Dan happy romantic breakfast.’’ Ucap pramusaji yang menghidangkan sarapan kepada Rendy dan Jihan.
Seketika Rendy dan Jihan saling melempar pandangan terkejutnya. Romantic Breakfast? Mereka saling bergumam dengan benak mereka masing-masing. Lagi-lagi seketika mereka canggung sendiri mendengar ucapan pramusaji.
“Happy Breakfast.’’ Ucap canggung Rendy.
“Happy breakfast too.’’ Balas Jihan dengan rasa canggungnya juga.
Makan bersama kali ini tak se indah seperti makan siang kemarin mereka yang dengan penuh rasa bahagia tanpa adanya rasa canggung di keduanya. Tanpa suara tanpa kata-kata yang terdengar dan terucap di keduanya.
Setelah mereka selesai sarapan Jihan pamit duluan karena ia harus mandi terlebih dahulu. Sementara itu Rendy menunggu di lobi hotel sembari memantau pekerjaan bawahannya.
Drrtt
Drrtt
Drrtt
Sebuah panggilan masuk yang ternyata itu dari Beni. Manager HRD.
“Ya halo. Kenapa Ben?’’ Tanya Rendy setelah mengangkat teleponnya. “Hari ini nggak masuk kerja kamu?” Tanya Beni to the point.
“Hari ini aku masih di Bandung sama Nona Jihan. Mungkin sore atau nanti malam kita baru pulang. Ingat ini perjalanan dinas ya. Karena kami ingin bertemu dengan Bu Diana pembuat resep mie buatan kita. Nanti kamu bikin aku nggak masuk kerja lagi. Lagi pula aku tetap mengawasi kinerja bawahanku dari sini. Kondisi Bu Diana belum stabil pasca proses cuci darah. Jadi berdasarkan arahan dokter beliau belum boleh di ganggu dulu. Semoga saja hari ini Nona Jihan bisa bertemu dengan Bu Diana.’’ Jelas Rendy panjang lebar.
“Ok. Aku cuma mau memastikan saja. Nanti uang bensinnya aku suruh Tina buat transfer. Dan ingat juga setelah urusannya selesai segera kembali.’’ Ucap Beni.
“Siap Tuan.’’ Balas Rendy menggoda.
Kembali Rendy mengecek laporan yang bawahannya kirimkan. Ada sedikit masalah dengan laporan yang mereka kerjakan. Sehingga Rendy harus segera memperbaikinya.
Ting. Sebuah notifikasi dari layar teleponnya yang ternyata pesan dari Jihan.
Kemudian Rendy pergi menuju ke kamar untuk mandi. Setelah sampai di depan pintu kamar hotel ia menekan tombol bel lalu Jihan membukakan pintu. Bersamaan terlihat ada seorang nenek yang memerhatikan keduanya lalu menegur Rendy dan Jihan.
“Pengantin baru ya.’’ Ucap Nenek bertanya. Belum sempat menjawab nenek itu melanjutkan pembicaraannya
“Pengantin baru itu biasanya seperti perangko. Kemana-mana selalu menempel sama pasangannya. Beda halnya kalau udah lama jadi pasangan suami istri. Pasti banyak masalah yang datang menghampiri. Tapi pesen nenek kalian harus sama-sama menurunkan egonya masing-masing. Jika salah satunya marah salah satunya harus meredam. Jangan gegabah dalam setiap memutuskan tindakan.
‘'Namanya aja pasangan. Ya sepasang. Sejodoh. Sehati. Sepemikiran. Dan selamanya.’’ Ucap Nenek kemudian setelah memberikan nasehat lalu masuk ke kamarnya.
Rendy dan Jihan yang mendengarnya pun semakin menjadi kebingungan.
Rendy lalu bergegas masuk kamar dan buru-buru menuju ke kamar mandi untuk segera mandi. Pikirannya sedang tak menentu. Bagaimana bisa ia sudah mendapat nasehat pernikahan bahkan dirinya saja belum punya calon. Untuk mendinginkan pikirannya ia menyetel kucuran air shower sedikit deras hal itu berhasil mendinginkan suasana hatinya yang agak sedikit panas. Kali ini lumayan lama durasi mandinya. Padahal kalau di rumah 15 menit saja sudah cukup baginya untuk membersihkan badannya. Beda kali ini. Ada seorang gadis yang sedang di luar. Ada suasana yang berbeda jika dibandingkan mandi di rumah.
Setelah selesai mandi Rendy lupa kalau ia belum membawa handuk. Ia kebingungan bagaimana caranya ia keluar. Baju dan celananya basah terkena siraman air saat ia mandi. Hingga akhirnya.
“Jihan. Bisa bawakan aku handuk kemari.’’ Teriak Rendy.
Jihan yang mendengar itu pun merasa terkejut. “Apa kamu sudah gila. Nyuruh aku bawakan handuk segala.’’ Balas Jihan yang juga berteriak agar suaranya terdengar oleh Rendy. “Ini terpaksa. Baju ku basah. Plis lah. Cepetan.’’ Balas Rendy. Huft. Beri aku kesabaran Ya Tuhan. Gumam Jihan sembari mengambilkan handuk hotel di lemari yang sudah di siapkan. Kebetulan tadi Jihan menggunakan handuk kecil yang ia bawa. Ia memang lebih merasa nyaman menggunakan handuknya sendiri meskipun menggunakan handuk kecil.
Dengan perlahan melangkah ke kamar mandi tangan kanan Jihan membawa handuk sedangkan tangan kiri menutupi kedua matanya agar tak melihat keadaan Rendy yang tengah mandi.
“Nih. Cepetan.’’ Ucap Jihan dengan menyodorkan handuknya kepada Rendy sembari menutup kedua matanya menggunakan tangan kirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments