Pagi. Saya mau sarapannya di kantor saja. Tolong siapkan bekal sarapan untuk saya.’’ Ucap Jihan kepada assisten rumahnya.
“Tentu Nona. Mau sarapan apa?’’ Tanya Bu Darmi wanita paruh baya yang bekerja untuk Jihan. Ia mengurus segala keperluan Jihan di rumah.
“Udah deh Bu. Nggak usah ngelawak pagi-pagi. Nona-nona. Emangnya aku Nona Belanda apa.’’ Jawab Jihan kesal.
Sedari kecil ia memang sudah di asuh oleh Bu Darmi. Itu sebabnya ia lebih memilih memanggil dengan sebutan Ibu ketimbang bibi atau yang lainnya.
“He he he. Rasanya masih seperti mimpi cah ayu (gadis cantik). Lima tahun kamu belajar di Inggris. Setahunnya lagi nemenin Papah yang sedang sakit berobat di Amerika. Enam tahun rasanya lama sekali buat Ibu Ji.’’ Ucap Bu Darmi sembari mengusap lembut rambut Jihan.
“Tapikan sekarang Jihan udah di Indonesia kan Bu. Tapi Ibu masih menjaga rahasia kan kalau selama ini Jihan kuliahnya di Amerika bukan di Inggris.’’ Tanya Jihan memastikan.
“Tentu cah ayu (gadis cantik). Sejak peristiwa malam itu Ibu berusaha menjadi orang yang pintar. Biar nggak di bodohin sama orang lain. He he he.’’ Ucap Bu Darmi dengan tawa kecilnya.
“Tapi Jihan malah keceplosan sendiri Bu di depan orang tua bangka itu. Kalau Jihan lulusan Universitas Oxford. Tapi kayaknya si tua bangka itu nggak sadar. Jihan masih gugup dalam menjalankan misi ini Bu. Semoga saja tua bangka itu nggak menyadari pengakuan Jihan ya Bu.’’ Ucap Jihan yang merasa kesal terhadap dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia keceplosan mengungkapkan kalau dirinya lulusan Universitas Oxford yang mana semua orang tahu kalau itu berada di negara Inggris bukan di Amerika saat memperkenalkan dirinya di hadapan banyak orang.
“Sudah Ji. Serahkan saja semua sama Tuhan. Sekeras apapun usaha dan upaya kita kalau tanpa bantuan dari Nya ya percuma saja.
Sebaliknya kalau kita mengandalkan Tuhan dalam segala hal meskipun kita melakukan kesalahan fatalpun Tuhan akan membantu kita.’’ Ucap Bu Darmi menyemangati Jihan.
“Makasih ya Bu. Jihan akan selalu ingat nasehat dari Ibu.’’ Ucap Jihan sembari memeluk hangat Bu Darmi.
***
“Selamat pagi Miss J.’’ Ucap Claudya menyapa Jihan yang kebetulan bertemu dengan Jihan di lobi.
“Good Morning. Oh ya Clau. Kali ini aku mau kamu mempelajari file yang udah aku kirim ke email mu. Segera cek dan pelajari.
Besok pagi kamu harus presentasikan apa saja yang dapat kamu pahami.’’ Ucap Jihan panjang lebar seperti kereta panjang yang melaju sangat cepat.
“Ampun deh Miss J. Mentang-mentang otakku ini cerdas bukan berati pagi-pagi sekali udah di kasih tugas. Mana perutku ini belum di isi amunisi lagi.’’ Ucap Claudya sembari memanyunkan bibirnya.
Jihan hanya bisa tersenyum melihat tingkah Claudya. Kalau bukan Paman Joe yang merekomendasikan Claudya untuk bekerja sebagai assisten pribadi dirinya mungkin Jihan akan menolak dengan kehadiran seorang assisten pribadi. Sebenarnya ia agak sedikit risih dengan adanya Claudya. Tadinya Paman Joe meminta Claudya untuk tinggal bersama dengan Jihan namun Jihan belum bisa menerima itu. Ia agak sedikit canggung pasalnya ia sendiri merupakan anak semata wayang dari kedua orang tua yang sama-sama anak tunggal.
Jadi ia belum terbiasa tinggal bersama orang lain.
Claudya adalah gadis yang cantik dan pintar mungkin itu sebabnya Paman Joe memilih Claudya untuk menjadi assisten pribadinya Jihan.
Entah mengapa Paman Joe bisa kenal dengan Claudya.
Namun Jihan harus menurunkan sedikit egonya demi kebaikan untuk semuanya.
Paman Joe tahu betul kalau Claudya ini merupakan gadis pintar dan juga cerdas. Terlebih nilai plusnya ia jago dalam hal bela diri. Mungkin dengan begitu Claudya bisa melindungi Jihan dari orang-orang yang punya niat buruk terhadap Jihan. Mengingat Jihan adalah pewaris tunggal dari perusahaan Pratama Foods Group. Perusahaan yang hampir 85% menguasai pasar dagang di Indonesia di bidang makanan instant. Apalagi mie instant Qwerty. Semua orang tergila-gila dengan makanan tersebut. Hingga ke manca negara setuju kalau mie instant buatan Indonesia satu ini adalah juara nya mie instant di dunia.
“Ok cerewet sebaiknya cacing di perutmu itu segera kamu beri amunisi. Ok bye.’’ Ucap Jihan sembari meninggalkan Claudya dan menuju depan pintu lift. Di dalam lift entah mengapa Jihan merasakan aura panas tak biasa.
Di sampingnya ada dua pria yang berkacamata hitam menggunakan setelan jas yang sangat rapi.
Seperti ada yang tidak beres. Gumam Jihan.
Ting. Pintu lift terbuka buru-buru Jihan keluar dan segera menuju ke ruangan Marketing tempat ia memulai karir.
Jihan berusaha menjauhkan rasa penasaran nya terhadap dua pria di lift tadi.
Di sisi lain terlihat Rendy tengah asyik memainkan jari jemari pada keyboard computer.
Ia sedang membuat laporan penjualan harian.
“Pagi senior. Kamu ingat kan percakapan kita semalam?’’ Tanya Jihan to the point.
“Ah tentu Jihan. Tapi tunggu sekitar 30 menit lagi.’’ Ucap Rendy sembari melirik arloji nya.
“30 menit? Kenapa tidak sekarang juga. Toh ini juga urusan perusahaan.’’ Sanggah Jihan.
Rendy menghela nafas cukup berat. Ia harus sebisa mungkin menahan amarahnya.
Bolehlah kalau sama bawahan lainnya ia marah-marah. Tapi tidak kepada Jihan.
“Karena saya harus bekerja terlebih dulu.’’ Jawab datar Rendy tanpa menoleh kearah Jihan.
“Tentu silahkan saya akan menunggu dengan senang hati.’’ Ucap Jihan.
***
Setelah Rendy selesai dari pekerjaannya kemudian Rendy mengajak Jihan untuk segera ke Bandung.
Kali ini Rendy mengendarai mobil Jihan tidak menggunakan mobil kantor seperti biasanya.
“Ehem. Tadi aku nggak sarapan. Tapi aku bawa bekal sarapan. Kamu sudah sarapan?’’ Tanya Jihan canggung.
“Sudah.’’ Jawab Rendy datar.
“Oh sudah ya. Ya sudah aku makan sendiri sarapanku.’’ Ucap Jihan lagi-lagi dengan nada canggungnya.
Dengan lahapnya Jihan memakan sandwich buatan Bu Darmi.
Tak lupa Bu Darmi juga membawakan jus orange kesukaan Jihan.
Rendy memerhatikan setiap gigitan roti yang masuk ke dalam mulut Jihan.
Jihan mengetahui kalau ternyata Rendy diam-diam curi-curi pandang kepadanya.
Jihan tersenyum kecil mengetahui hal itu. Tanpa aba-aba Jihan langsung menyodorkan sandwich nya ke arah mulut Rendy. Anehnya Rendy secara refleks menerima suapan dari Jihan. Seketika Rendy jadi salah tingkah hingga ia tersedak.
“Uhuk. Uhuk. Minum beri aku minum.’’ Ucap Rendy sembari memberikan kode minum dari tangannya.
Melihat itu Jihan langsung memberikan jus orange nya kepada Rendy. Hampir setengah botol jus orange itu tertelan habis oleh Rendy yang masih tetap bisa focus menyetir mobil.
“Thanks.’’ Ucap Rendy dengan mengembalikan botol jus orange kepada Jihan.
Jihan juga jadi salah tingkah sendiri. Bagaimana bisa adegan suap-suapan barusan terjadi. Ia tak habis pikir oleh apa yang ia perbuat.
“Jus ku. Kenapa tinggal segini? Kamu meminumnya lebih dari setengah sendiri.’’ Ucap Jihan kesal.
“Siapa juga yang nyuruh ngasih makanan. Kan jadinya tersedak. Coba kalau kamu tadi nggak nyuapin aku. Mana mungkin aku meminum jus itu.’’ Sanggah Rendy yang sebenarnya juga agak sedikit canggung .
“Lagian ada yang ngliatin aku makan. Kayaknya orang itu juga kelaperan. Ya sudah aku kasih aja. Sapa tau dia juga mau tapi malu buat minta.’’ Bela Jihan dengan sedikit manyun.
Huft. Rendy menghirup nafas dalam-dalam. Ia harus bisa menjaga sikapnya. Kesabarannya benar-benar sedang di uji.
Akhirnya setelah menempuh perjalanan hampir 3 jam lebih Rendy dan Jihan sampai di rumah sakit Avent Bandung.
Setelah adegan suapan sandwich itu mereka hanya terdiam. Sesekali berbicara mengenai maps perjalanan.
Saat di lobi rumah sakit mereka bertanya tentang pasien atas nama Diana Putri Rajasa.
Bu Diana selaku penemu resep mie instant Qwerty itu harus menjalani Hemodialisa yaitu merupakan terapi cuci darah di luar tubuh. Adapun terapi ini umumnya dilakukan oleh seseorang yang mengidap masalah ginjal dimana ginjalnya sudah tak berfungsi secara optimal.
Namun penjelasan dari pihak rumah sakit membuat Rendy dan Jihan harus menelan kekecewaan. Baru saja Bu Diana menjalani Hemodialisa.
Sehingga butuh waktu lama untuk menunggu Bu Diana pulih.
“Kita sampai di bandung tepat jam 1 siang. Dan kondisi Bu Diana belum stabil. Apa kamu mau melihat daerah Bandung. Ya meski hanya sedikit tempat yang bisa kita kunjungi. Apalagi perutku ini sudah meronta-ronta.’’ Ucap Rendy sembari mengusap-usap perut six pack nya yang sangat kelaparan.
“Bilang aja kalau laper.’’ Sambung Jihan kemudian bergegas menuju mobil mereka di parkiran rumah sakit.
Di susul Rendy.
“Mau makan apa?” Tanya Rendy.
“Terserah yang penting bisa makan.’’ Jawab Jihan sembari menggeser-geser layar teleponnya.
Rupanya ia sedang mencari-cari tempat yang indah di Bandung. Rasa canggung diantara keduanya rupanya perlahan memudar.
“Oke. Lets go.’’ Ucap Rendy sembari memandang Jihan yang masih asyik fokus menatap layar teleponnya.
Lalu Rendy melihat Jihan belum menggunakan seat belt. Refleks Rendy mengenakan seat belt untuk Jihan.
Jihan begitu menyadari sangat terkejut ketika tangan Rendy menggrayangi area pinggang Jihan untuk memasangkan seat belt. Jihan lalu menoleh kearah Rendy, begitupun sebaliknya Rendy menatap Jihan hingga kedua mata mereka bertemu pandang.
Kedua mata insan itu saling menyelami keindahan masing-masing.
Jihan merasa ada sesuatu di dalam Rendy, tapi apa itu. Jihan sendiri juga belum tahu. Begitupun juga Rendy, Rendy merasa ada sesuatu yang menarik dalam diri Jihan. Apa itu? Rendy belum menemukan jawabannya.
Tiba-tiba Jihan sadar akan situasi canggung antara dirinya dan Rendy.
“Thank you.’’ Ucap Jihan canggung.
Rendy terbangun dari lamunannya yang sedang asyik menikmati keindahan mata Jihan.
“Oh ya. Sorry. Tadi aku lihat kamu sedang seru-serunya fokus lihat hp. Makanya aku pakein seat belt nya. Safety is number one.’’ Ucap Rendy menjelaskan.
“Aku tahu.’’ Ucap Jihan.
Mereka berdua akhirnya menikmati makan siang di sebuah restoran yaitu restoran yang khusus menyajikan makanan khas sunda. Kebetulan jarak dengan rumah sakit Advent Bandung lumayan dekat hingga tak perlu repot-repot terlalu jauh mencari tempat makan.
Ada nasi Timbel. Nasi Tutug Oncom. Sate Maranggi. Empal Gentong.
Semua tersaji di meja makan Jihan dan Rendy. Terlihat Jihan begitu menyukai makanannya kali ini.
Tak heran ia sudah 6 tahun tinggal di luar negeri. Lidahnya sangat rindu makanan Indonesia.
Setelah puas melahap semua menu yang mereka pesan lalu Jihan mengajak Rendy untuk berkeliling sebentar melihat pemandangan di Bandung.
Tak lupa mereka mampir ke salah satu mall terdekat. Jihan belum punya banyak baju ganti selama di Indonesia. Bahkan di Jakarta saja ia hanya punya lima stel baju ganti. Mumpung sedang keluar ia sekalian membeli baju ganti dan juga perlengkapan mandinya.
“Sebenarnya kita kesini mau nengok Bu Diana apa mau belanja bulanan sih? Kalau gini kan bisa belinya di Jakarta aja’’ Ucap Rendy kesal. “He he he. Kan sekalian jalan-jalan sekalian belanja sekalian nengokin Bu Diana. Pepatah bilang menyelam sambil minum air. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampai.’’ Ucap Jihan dengan nyengirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments