Buru-buru Rendy mengambil handuk yang Jihan berikan. Begitu juga sebaliknya setelah menyerahkan handuk kepada Rendy, Jihan langsung segera menjauh dari kamar mandi. Ia tak ingin terjadi sesuatu di luar batas.
Tak berselang lama Jihan mendengar suara getaran telepon genggam yang berasal dari handphone Rendy. Di layar pipih itu terpampang nama panggilan RS Advent Jihan berpikir itu panggilan yang sangat penting hingga akhirnya ia memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut.
“Halo.’’ Jawab Jihan.
“Selamat pagi. Benar ini dengan kontak Pak Rendy. Kami dari customer service Rumah Sakit Advent Bandung mengabarkan bahwa kondisi Bu Diana saat ini sudah membaik. Dan barusan perwakilan kami menyampaikan kepada Bu Diana bahwa ada pihak dari Pratama Foods Group yang akan mengunjungi Bu Diana dan beliau langsung menyampaikan pesannya agar segera menemui Bu Diana.’’ Jelas Customer Service.
“Baik terima kasih. Nanti akan segera saya sampaikan kepada Pak Rendy. Saya asisstennya Pak Rendy.’’ Bohong Jihan.
“Baik kami tunggu kedatangan Anda.’’ Ucap Customer Service.
Setelah keluar dari kamar mandi Rendy mendapati Jihan memegang handphone nya. Dan menanyakan kenapa Jihan bisa menyentuh hanphone nya. “Hei. Kenapa kamu bisa-bisanya menyentuh barang pribadiku. Dengar ya aku akui kamu bos aku disini. Tapi tolong jaga privacy dong.’’ Ucap Rendy kesal.
“Tadi pihak rumah sakit yang telepon. Aku pikir itu hal yang sangat penting. Makanya aku buru-buru jawab. Dan ternyata benar. Bu Diana saat ini kondisinya sudah pulih dan beliau bersedia bertemu dengan kita.’’ Jelas Jihan panjang lebar.
“Tapi ingat. Lain kali jangan di ulangi lagi. By the way dimana baju yang kamu belikan untukku?’’ Tanya Rendy.
“Itu sudah aku siapkan.’’ Jawab Jihan sembari menunjuk pakaian Rendy yang ia belikan sudah siap pakai di kasur. Seperti seorang istri yang menyiapkan baju untuk suaminya saja. “Bisakah kamu keluar sebentar. Atau kamu ingin mengintip aku memakai baju?’’ Ucap Rendy. “Ya ya ya. Aku keluar sekarang.’’ Ucap Jihan segera keluar dari kamar. Setelah Rendy selesai memakai bajunya tak lupa ia berhias diri. Untung ia selalu membawa pomade dalam tas nya. Segera ia pakaikan pomade dalam setiap helai rambut dan menyisirnya. Tak lupa parfum kesukaannya ia semprotkan ke telapak tangan dan leher. Baju dan celana yang Jihan belikan untuknya ukurannya sangat lah pas. Bagaimana bisa Jihan tahu ukuran baju dan celana nya. Gumam Rendy.
Begitu keluar dari kamar dengan penampilan yang memukau Jihan seketika terdiam mengagumi ketampanan Rendy.
“Udah ngagumin ketampananku nanti aja kita harus buru-buru ketemu Bu Diana. Time is money.’’ Ucap Rendy sembari melemparkan senyuman ke Jihan. Jihan merasa mati kutu memang ia akui di pagi hari ketampanan Rendy berkali lipat.
Kemudian mereka beranjak check out dari hotel segera menuju ke rumah sakit.
***
Sesampainya di rumah sakit mereka langsung menuju ke ruangan dimana Bu Diana di rawat.
Tok
Tok
Tok
Ketuk Jihan. Lalu dari dalam kamar pasien salah satu perawat rumah sakit membukakan pintu untuk mereka.
“Dengan Nona Jihan dan Pak Rendy dari Pratama Foods Group?’’ Tanya perawat.
“Iya’’. Jawab Jihan. “Silahkan Bu Diana sudah menanti kedatangan kalian.’’ Ucap perawat sembari mempersilahkan Jihan dan Rendy masuk ke kamar pasien. Dan perawat itu meninggalkan Bu Diana bersama Rendi dan Jihan.
“Jihan Pratama?’’ Ucap Bu Diana yang ternyata sudah mengenal Jihan. “Selamat pagi. Bagaimana Anda bisa mengenali saya?’’ Tanya Jihan terkejut. “Mustahil saya tidak bisa mengenali kamu. Dulu kamu sering merengek minta gendong sama saya sejak bayi.” Papar Bu Diana sembari melemparkan senyumannya yang hangat. “Papah sama Mamah kamu adalah sahabat saya sejak SMP. Hingga akhirnya kami mendirikan sebuah perusahaan.’’ Jelas Bu Diana dengan nada pelannya. “Kamu sekarang udah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik sekali.” Puji Bu Diana. “Bu Diana juga masih sangat cantik.’’ Balas Jihan sembari memegang tangan Bu Diana yang dingin. Setelah tangannya menggenggam tangan Bu Diana, Jihan merasakan bahwa tangan ini tidak asing baginya.
“Kamu pasti bertanya-tanya kenapa saya bisa mengenali kamu sejak bayi tapi kamu tidak ingat dengan saya sama sekali. Ketika usia kamu menginjak lima tahun, Papah kamu mendirikan anak perusahaan di Bandung. Awalnya semua berjalan dengan baik. Tapi setelah sepuluh tahun anak perusahaan Papah mu mengalami kebangkrutan. Dan selama itu pula saya tinggal di Bandung karena harus mengurus anak perusahaan Papahmu. Selama itu pula saya jarang ke Jakarta karena sangat sibuk di sini. Papah mu sengaja merahasiakan semua karena memang ada yang harus benar-benar di jaga kerahasiannya meskipun terhadap anak nya sendiri.’’ Jelas panjang lebar dari Bu Diana. “Papah sedang sakit sekarang. Apa Anda tahu?’’ Tanya Jihan. Diana hanya menganggukkan kepala pertanda mengetahui bahwa Abdi juga sedang sakit. Lalu manik nya mengarah ke jendela dan tak terasa air matanya membasahi kedua pipinya. Mengingat apa yang sedang terjadi dengan Pratama Foods Group.
“Jihan. Papah mu, Mamah mu dan saya percayakan semua ini kepadamu. Boleh saya meminta alamat email mu?’’ Tanya Diana sembari menyodorkan handphonenya. Jihan meraih handphone Bu Diana dan mengetik alamat email nya pada notes HP milik Bu Diana.
“Nanti saya akan mengirimkan file ke kamu kalau saya sudah boleh pulang. Sekarang kamu boleh kembali ke Jakarta. Kamu harus menjadi pribadi yang tangguh, tegas, kuat dan bermartabat demi Pratama Foods Group.” Jelas Bu Diana.
“Siapa dia?’’ Tanya Bu Diana yang mengarah ke Rendy. “Oh dia Manager Marketing Bu. Kebetulan saya memulai belajar karir dari divisi Marketing.” Jawab Jihan. “Oh saya kira ini pacar kamu Ji.’’ Ucap Bu Diana. Mendengar itu Jihan mati kutu sendiri. Sementara Rendy mendekati Bu Diana dengan memberikan semangat untuk Bu Diana, Rendy mengusap lembut punggung tangan Bu Diana dan melontarkan kata-kata semengat. “Segera sembuh Bu. Pratama Foods Group rindu dengan kehadiran Anda. Bersemangat lah untuk melawan sakit ini.’’ Ucap Rendy. Bu Diana membalas dengan senyuman.
Jihan , Rendy dan Bu Diana bercengkrama beberapa saat. Hingga tak terasa sudah satu jam lebih mereka asyik mengobrol. Membicarakan tentang Pratama Foods Group, orang tua Jihan, hingga kuliah Jihan. Tak lupa Bu Diana juga menanyakan asal usul Rendy yang ternyata Bu Diana cukup kenal dekat dengan Almarhum ayah Rendy. Hingga akhirnya Jihan dan Rendy berpamitan harus segera kembali ke Jakarta karena nanti malam Rendy harus membuat laporan yang tidak bisa di kerjakan oleh bawahannya.
“Hati-hati di jalan ya kalian berdua. Hari ini Saya sangat bahagia sekali bisa bertemu dengan kalian berdua. Jangan lupa titip salam saya untuk Mamah mu ya Jihan. Dan semoga Papah mu segera kembali sadar. Dan kamu Rendy tetap semangat, dulu Ayahmu adalah orang yang pantang dengan kata menyerah. Kamu harus lebih baik dari Ayahmu.” Nasehat Bu Diana sebelum mereka berpisah.
“Terimakasih banyak Tante. Kami pergi dulu lain kali kalau ada kesempatan kami pasti main lagi ke Bandung apalagi Jihan udah jatuh cinta banget sama makanan khas Bandung. He he he.’’ Ucap Jihan. Kemudian mereka bersalaman dan Jihan dengan Bu Diana saling berpelukan hangat. Seperti masih kurang saja waktu untuk mereka mengobrol.
“Ok. Lets go to Jakarta.’’ Ucap Rendy sesampainya mereka di mobil. Jihan tidak menanggapi perkataan Rendy. Ia malah merenung
“Woi. Jangan suka ngelamun nanti ketempelan baru tahu rasa. Jangan lupa seat belt nya. Masa aku lagi yang makein.’’ Ucap Rendy.
“Iya-iya. Siapa juga yang ngelamun. Aku masih terharu aja sama pertemuan Bu Diana. Aku sama sekali nggak nyangka kalau Dia itu temen orang tua ku. Aku kira hanya karyawan biasa. Namun, lebih dari sekedar karyawan.’’ Papar Jihan dengan sedikit senyuman yang menghiasai wajah cantiknya. “Ok. Come on. Jakarta im coming again.’’ Ucap Jihan bersemangat.
Drrtt
Drrtt
Drrtt
Baru saja Rendy menginjakkan pedal gas ada yang menelpon.
“Ya halo. Kenapa Ben? Iya-iya ini aku udah di mobil langsung menuju ke kantor.’’ Ucap Rendy yang ternyata Beni yang menghubunginya memastikan hari ini Rendy dan Jihan kembali ke kantor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments