Selesai makan tadi, Heni memandikan Kenzo dengan air hangat, kebetulan cuaca hari ini begitu dingin, karena hujan semalaman kemarin.
Selesai mandi, diberi susu, hanya beberapa tegukan saja, Kenzo sudah terlelap tidur, akhirnya Heni menidurkan Kenzo di ruang depan, agar tidak usah masuk ke kamar Dikta dan Steven.
Dikta sedari tadi tidak muncul dari kamarnya, Heni pun tidak menganggu atau membangun kannya karena mungkin saja Dikta masih pusing dan ingin rebahan,
Pada pukul 09.00, merasakan perutnya yang sudah keroncongan dan cacing dalam perutnya pun selalu berontak minta segera diisi makanan, Steven pun tersadar dari bangun nya.
Melihat Dikta ada di sampingnya,
Steven tersentak kaget "Hei, lho kamu kok malah ikut-ikutan molor sampai jam segini, apa tidak membuat sarapan, Kenzo mana?" Steven memukul bantal ke badan Dikta bermaksud untuk membangun kan Dikta.
Dengan malas Dikta menjawab "Kenzo sama mama, aku tadi tidak enak badan, pusing dan lemas, makanya aku ikut rebahan, maksudnya supaya pusing dan lemas ku bisa hilang".
"Terus, sekarang pusingmu gimana, sudah hilang?, atau malah makin pusing?" tanya Steven sedikit meledek.
"Sudah agak mendingan sih" ucap Dikta sedikit bersemangat.
"Memangnya kenapa kamu kok tiba-tiba pusing?" tanya Steven ingin tahu.
"Aku hamil" ucap Dikta pelan, takut ekspresi Steven marah.
"Apa" Steven tersedak dan batuk-batuk, karena kebetulan Steven sedang meneguk segelas minum yang berada di meja kecil sisi tempat tidur nya.
"Aku hamil" suara Dikta agak di keraskan agar Steven bisa mendengar nya.
"Memangnya kamu sudah testpack, sehingga begitu yakin?" tanya Steven menyakinkan Dikta.
"Sudah bang, dan hasilnya garis 2" ucap Dikta senang.
Steven mencoba mengerjai Dikta, Steven pura-pura marah.
"Apa, tidak mungkin kamu hamil, aku tidak ingin kamu hamil, karena Kenzo masih kecil, kasihan Kenzo kasih sayang kepada nya jadi terbagi" Steven bicara dengan suara keras dan tidak setuju Dikta hamil.
Tadinya Dikta berharap Steven bahagia mendengar kabar kehamilan nya, ternyata tidak.
Dikta sedih "Terus gimana jadinya bang, apa kandungan ku di gugur kan?" tanya Dikta sedih dan meneteskan air matanya.
Melihat Dikta menangis, Steven pun pura-pura marah, tidak menunjukkan ekspresi ibah kepada Dikta, sesungguhnya Steven kasihan melihat Dikta sedih, dan ingin segera memeluk Dikta, tetapi Steven masih ingin mengerjai Dikta.
"Ya iya lah, baby-nya di gugurkan" jawab Steven dengan nada keras, Steven memperhatikan ekspresi sedih dari Dikta, Steven tidak tahan lagi, dan akhirnya nya langsung memeluk Dikta sambil tertawa terbahak-bahak "Ha...ha...ha.. kamu ini dibilang begitu aja sudah sedihnya minta ampun, Abang hanya mengerjai kamu saja, tentu saja Abang senang, dengan kehamilan ke 2 kamu, selamat ya" sambil menjabat tangan Dikta.
Diktapun memukul-mukul Steven karena telah dikerjai begitu sampai nangis " iiiih, Abang jahat" teriak Dikta sambil menangis memeluk Steven dan menghapus air matanya.
"Abang senang kok, mendengar kehamilan kamu, berarti Kenzo akan ada adik baru, aku pun harus extra kerja keras untuk bekerja, agar kehidupan anak-anak ku bisa terjamin" ucap Steven bersemangat.
Dikta terus memeluk Steven.
Krekkkk..krekkkk
"Perut Abang bunyi-bunyi, cacingnya sudah pada demo tu" ucap Dikta mengusap perut Steven.
"Iya, dari tadi memang Abang sudah lapar, dan terbangun memang karena ingin makan, kita makan yuk" ajak Steven kepada Dikta.
" Gendong" ucap Dikta manja.
"Idih, sudah gede malah minta gendong" Steven menolak.
"Tidak mau makan kalau tidak di gendong" Dikta merengeng.
Akhirnya Steven luluh dan mau menggendong Dikta sampai ke ruang makan, Steven meletakkan Dikta di kursi makan sambil ngos-ngosan.
Heni pun melihat kemesraan Steven dan Dikta "Seperti anak kecil saja kalian berdua" Heni meninggalkan Steven dan Dikta menuju ruang depan tempat Kenzo dibaringkan.
"Pagi ma, makan bareng yuk" ajak Steven dengan suara keras, karena Heni jauh berada di ruang depan.
"Kalian saja yang makan, mama sudah makan tadi" Heni setengah teriak menjawab Steven, agar bisa kedengaran Steven.
Dikta dan Steven pun makan berdua di meja makan dengan penuh kemesraan, "Kita tidak pernah makan berdua begini, suatu saat nanti aku akan mengajak kamu makan berdua di restoran "ucap Steven mesra.
Dikta semakin klemek-klemek mendengar ucapan Steven sambil tersenyum bahagia, seperti terbang ke bulan perasaan Dikta saat ini.
Steven juga menyendok nasi Dikta, dan membuat menu ikan dan sayur ke piring Dikta. Dikta hanya tersenyum bahagia, Steven pun sesekali menyuapi Dikta, seperti dilanda asmara adegan Steven dan Dikta pagi ini, dunia serasa milik mereka berdua.
Mengetahui Dikta sedang hamil anak ke 2, Steven bahagia sekali, "berarti aku sekarang punya anak 2 orang", pikirnya dalam hati.
Steven juga jadi lebih perhatian dan tambah sayang kepada Dikta, takut anak yang ada dalam kandungannya Dikta kenapa-napa, Steven melarang keras Dikta kerja berat-berat, Dikta semakin manja dan ingin selalu di peluk dan dekat-dekat dengan Steven.
Melihat Dikta dan Steven begitu lama selesai makannya, Heni pun datang menghampiri mereka ke meja makan.
"Aduh lama sekali makannya kayak anak kecil saja, apa tidak ada lagi yang bisa dibenahi, di rumah ini begitu banyak kerjaan?" Heni kesal dan sedikit marah melihat Dikta yang membiarkan nya repot mengerjakan pekerjaan rumah.
"Mama, Dikta lagi hamil anak ke 2 lho" ucap Steven memberi tahu Heni dengan ekspresi wajah yang penuh sukacita.
"Kamu beneran positif hamil?" tanya Heni balik, berharap ini tidak kenyataan.
"Benaran lah ma, masak bohong sih" ucap Dikta tersenyum.
Heni menghembus nafas panjang.
"Kenapa ma, mama tidak suka Heni hamil?" tanya Steven bingung.
"Bukannya tidak suka, maunya kehamilan Dikta itu dijarakin, artinya minimal 3 tahun, tunggu Kenzo bisa mandiri makan sendiri, mandi sendiri biar tidak terlalu repot ngurusin nya" Heni menjelaskan alasannya.
"Iya sih ma, tetapi kalau rezekinya punya anak dikasih sekarang mau gimana lagi" ucap Steven tegas.
"Yah mau gimana, yah di jalanin dong" ucap Heni lesu.
"Semangat dong ma, seiring berjalannya waktu nanti juga punya penyelesaian nya sendiri,
belum juga lahir, mama sudah pusing duluan, lama-lama nanti malah jadi stress sendiri, santai saja ma!" ucap Steven santai, senyum-senyum melihat tingkah laku ibunya.
"Pokoknya mama jangan dilimpahkan semua kerjaannya" ucap Heni sambil meninggalkan Dikta dan Steven di meja makan.
Steven dan Dikta geleng-geleng kepala, melihat sikap mamanya yang begitu khawatir dan takut akan repot ngurusin cucunya yang bertambah.
"Kamu santai saja, tidak usah banyak pikiran, kamu fokus kepada kehamilan kamu saja" pinta Steven kepada Dikta.
Dikta pun manggut-manggut setuju, mulutnya penuh makanan yang baru disendokkan kedalam mulutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments