Pagi-pagi sebelum Steven keluar dari kamarnya, Steven duduk termenung dipinggir tempat tidur nya sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar, sembari menghadap jendela kamarnya yang telah dibuka, karena sinar matahari sudah masuk melalui celah-celah jendela, begitu indah dan sejuk hari ini.
Tidak mungkin duniaku hanya di rumah ini saja, begitu luas dan banyak pemandangan indah di luar sana, bila aku terus berada di dunia ku saat ini, mungkin aku akan di kucilkan orang-orang, tidak ada di dunia manapun yang mensahkan hubungan sedarah, pikir Steven dalam hati.
Dibenak Steven, mempertanyakan hubungan yang mereka lakukan dengan Dikta, adiknya."Apa iya aku mencintai Dikta, cinta sesungguhnya kah?", tanya nya dalam hatinya.
"Bagaimana dengan Angelica, cinta apa kah namanya?, secara akupun rindu sama Angelica", gejolak hati Steven tidak menentu.
Selama Steven berada di Pekanbaru, Steven rutin chatting dan Vidio call dengan Angelica, tanpa sepengetahuan Dikta.
Dalam benak Steven ada rasa rindu ingin ketemu dengan Angelica. Dengan Dikta "Perasaan apa ini namanya, setiap ketemu dengan Dikta ingin rasanya ya selalu melakukan hubungan intim, ingin dan selalu ingin", pikir Steven menanyakan hatinya.
"Aduh bodohnya aku, apa aku bisa bersatu dengan Angelica?, apakah Dikta nantinya bisa merestui hubungan aku dengan Dikta", pikiran Steven kalut, ada penyesalan dihatinya telah melakukan hubungan suami-istri dengan Dikta, tetapi kok perasaan tidak karuan dan menggebu-gebu bila dekat-dekat dengan Dikta, Steven mengacak-acak rambutnya, stress dan kalut pikiran nya saat ini.
"Apa aku harus mengatakan yang sebenarnya kepada Dikta, bahwa harus mengakhiri hubungan terlarang ini, aku harus tegas, mungkin susah tapi harus dilakukan, demi masa depan ku dengan Angelica", gumam Steven dalam hati.
Steven mantap untuk mengakhiri hubungan terlarang ini, harus dicoba, itulah konsekuensinya, untuk mendapatkan apa yang diharapkan, terkadang harus ada yang dikorbankan, Steven menyemangati dirinya.
Krinnggggg.... krinnggggg
Terdengar suara telepon genggam Steven berbunyi, di mencari-cari dimana telepon genggam nya berada. Dari suara dan getaran dari telepon genggam tersebut, ternyata telepon genggam Steven berada diatas meja dekat jendela kamarnya, Steven lalu megambil dan memperhatikan dari siapa kah yang menelpon nya pagi-pagi begini.
"Halo sayang.., selamat pagi", ucap Angelica menyapa Steven, hendak mengucapkan selamat pagi, dan memastikan apakah Steven sudah bangun dari tidurnya.
"Halo juga sayang", ucap Steven sambil tersenyum.
"Baru bangun ya, kok lemas banget, lagi tidak enak badan?", tanya Angelica bertubi-tubi.
"Iya baru bangun, nggak kok, aku sehat-sehat saja", ucap Steven kurang bersemangat.
"Lemas banget, aku lagi ganggu ya?", tanya Angelica melihat ekspresi Steven yang kurang bersemangat.
"Nggak ganggu kok, lagi tidak mood saja hari ini", ucap Steven seadanya.
"Kamu ada masalah ya sayang, kok muka kamu kalut banget", tanya Angelica penasaran atas dinginnya sikap Steven.
Steven pun bingung Angelica menanyakan masalahnya, "tidak mungkin aku menceritakan segala kekalutan ku kepada Angelica", pikir Steven dalam hati.
Melihat Steven diam kembali Angelica menanyakan "Sayang kamu ada masalah ya, kok dari tadi bengong dan seadanya saja menjawab pertanyaan ku".
Steven tersadar dan bingung harus menjawab apa "Tidak kok, tidak ada masalah apa-apa sayang, aku hanya banyak kerjaan saja, kecapean dan kurang tidur", mencari-cari alasan, agar Angelica tidak terus menanyakan nya.
"Oh, baguslah kalau kamu tidak ada masalah yang berat, aku kan juga mengkhawatirkan kamu juga", ucap Angelica sedikit lega.
"Terima kasih sayang, kamu sudah peduli kepadaku", ucap Steven sambil tersenyum.
"Sayang, kapan kamu datang lagi kesini, aku kan rindu banget ingin ketemu", ucap Angelica manja.
"Sabar sayang, aku juga rindu banget sama kamu, tetapi saat ini memang belum ada proyek ke Medan, ntar kalau ada proyek pasti aku kabari kamu secepat nya", ucap Steven membujuk Angelica.
"Kak...Kak..ayo makan", teriak Dikta dibalik pintu kamar Steven.
"Iya sebentar", ucap Steven membalas panggilan dari Dikta.
"Mengapa sayang, siapa yang memanggil kamu?", ucap Angelica.
"Adikku, iya mengetuk pintu kamarku hendak mengajakku makan", ucap Steven.
Mendengar Steven lagi bicara, Dikta bingung, Steven bicara sama siapa?, Dikta pun langsung membuka pintu kamar Steven, kebetulan pintu kamar Steven tidak di kunci.
"Kakak, bicara sama siapa?", tanya Dikta penasaran dan melirik kearah telepon genggam Steven,
Melihat lawan bicara Steven adalah perempuan, Dikta cemburu, ada raut muka tidak sedap terpancar di wajah Dikta.
Steven pun langsung mengakhiri pembicaraan nya dengan Angelica. "Sudah dulu ya Angel, aku mau makan ni, dah laper banget aku", ucap Steven.
"Ok deh sayang, makan yang banyak ya, da
.da..ummmmaaach", ucap Angelica manja.
Mendengar lawan bicara Steven mengucapkan kata sayang, dan bilang ummmmaaach, mesra banget, pikir Dikta dalam hati penuh cemburu.
"Siapa itu kak, yang telepon?", tanya Dikta penasaran dan kesal.
"Oh itu tadi pacar kakak", ucap Steven santai dan seadanya.
"Apa!, pacar kakak?", tanya Dikta kesal.
"Iya pacar kakak, memangnya Kenapa?, salah?", tanya Steven ketus.
"Kakak jahat, jadi hubungan kita selama ini apa artinya", sambil menangis Dikta di pelukan Steven.
Steven sedih melihat Dikta menangis, Steven paling tidak tahan kalau melihat adiknya menangis.
"Aku tidak tahu apa hubungan kita ini bisa berlanjut atau tidak, yang pasti tidak Dikta!, hubungan kita terlarang, dan segera harus dihentikan!", bentak Steven kesal dan marah.
"Jadi kakak mempermainkan aku kan, kakak melukai perasaan ku, kakak tidak peduli perasaan ku, kakak jahat", Dikta memukul-mukul Steven.
"Kakak peduli kepadamu Dikta, sangat peduli, kita jalani hidup secara normal saja, aku tidak mau jadi bahan gunjingan orang", ucap Steven memberi penjelasan kepada Dikta.
"Aku tidak bisa kak, sayangku begitu dalam kepada kakak. Apa keperawanan ku boleh kakak kembalinya?", tanya Dikta tegas kepada Steven.
Steven menunduk, jelas saja tidak bisa dikembali, pikirnya dalam hati.
"Terus apa yang harus kakak perbuat, agar kamu tidak terluka?", tanya Steven membujuk Dikta, adiknya.
"Putuskan pacar kakak, aku cemburu melihat kakak mesra dengan orang lain", pinta Dikta.
"Tidak bisakah kita menjalani hidup ini dengan normal?", tanya Steven.
Dikta terdiam tidak bisa berkata-kata. "Aku tidak tahu kak", ucap Dikta sedih.
"Dikta...Steven..., Lama banget datangnya, makanan keburu dingin ni,. buruan dong mama lapar sekali", teriak Heni kencang.
"Mama memanggil kita, ayo keluar, nanti mama curiga, nanti kita bicarakan di lain waktu ya", bujuk Steven kepada Dikta.
"Hapus air matamu, nanti ibu curiga melihat kamu menangis, takut ibu menanyakan lebih lanjut", nasihat Steven.
Steven dan Dikta pun beriringan berjalan ke arah dapur untuk makan bersama.
"Kenapa lama sekali, kamu memanggil Steven?", tanya Heni.
"Iya tadi kakak, lagi telpon dengan temannya", ucap Dikta memberitahu.
"Baiklah, mari kita makan, kalau ceritanya di lanjutin terus bisa-bisa sampai 2 hari kemudian tidak makan-makan", ucap Heni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments