Setelah masa observasi berlalu, akhirnya Dikta dibawa keruang rawat inap. Karena operasi Dikta adalah penanganan yang kelas 1, segala pengobatan dan pemulihan pun kelas 1, Dikta tidak merasakan sakit yang luar biasa, bahkan Dikta sudah boleh melakukan banyak gerakan, termasuk duduk dan berjalan.
Tok..tokk..tok..pintu di ketuk.
Heni pun segera menyahut "Iya", Suster masuk membawa baby junior, Heni dan Steven pun bahagia dan segera menghampiri dan menggendong baby junior.
Suster yang jaga langsung pamit " 1 jam lagi akan saya bawa kembali ya Bu ke ruang baby, kalau mau dikasih ASI boleh, silahkan" suster jaga memberi arahan.
"Iiidih lucunya" ucap Heni sambil terus memperhatikan wajah si baby junior, "Mirip siapa ya baby junior ini" ucap Heni.
Datang Steven ikut memperhatikan wajah baby junior dengan seksama "Mirip aku loh ma" ucap Steven penuh keyakinan.
Setelah Heni lebih dalam lagi memperhatikan wajah baby junior, mama berkomentar " Iya benar mirip banget wajah Steven, bibirnya, hidungnya dan bentuk wajahnya, iiih senyum dia " ternyata si baby junior tiba-tiba tersenyum di bilang mirip Steven,
"Itu artinya si baby junior senang dibilang mirip Steven" ucap ibu sambil tertawa-tawa kecil.
"Iya dong ma, kan aku ayahnya, siapa dulu dong ayahnya" ucap Steven bangga.
Heni terdiam sejenak, ternyata baru menyadari, "Iya ya, Dikta dan Steven, adalah ayah dan ibu baby junior" pikirnya di benaknya. Termasuk Dikta dan Steven jadi terdiam, seolah tahu apa yang dipikirkan Heni.
Agar suasana tidak terlalu tegang Heni pun menggendong baby junior dan meminta Dikta untuk menyusui nya. Dikta awalnya canggung, tetapi Heni mengajari cara menggendong yang benar, dan posisi si baby harus lebih tinggi kepala daripada tubuhnya, kemudian mendekatkan nya ke payudara Dikta untuk disusui.
"Awal-awal itu biasa, air susunya belum lancar, semakin kamu sering memberinya ASI, maka ASI mu pun akan semakin lancar" ucap Heni memberi arahan kepada Dikta.
Dikta pun hanya menurut apa yang dikatakan Heni.
"Ma belum pandai ngemut baby-nya" ucap Dikta bingung.
"Oh, nggak apa-apa awalnya gitu, kamu pencet ASI kamu secara manual tetesin ke mulutnya, maka sibaby akan otomatis mencari, terus saja begitu, kemudian dekatkan putingnya ke mulut baby, sambil dipijat-pijat payudara mu" ucap Heni dan ternyata tidak lama kemudian si baby pun telah pintar mengimut ASI-nya, "Iih pinter" ucap Heni girang, melihat tingkah laku cucunya.
"Ma aku dulu dong yang gendong" ucap Steven sambil memindahkan dan merangkul si baby dari tangan Heni.
"Jagoan papa" ucap Steven girang.
Steven senang dan bangga ternyata dirinya sudah menjadi ayah. Steven menggendong baby nya dengan penuh kasih sayang sambil sesekali diciuminya.
"Cepat besar ya nak, biar bisa main bola sama papa" ucap Steven mencakapi baby-nya dengan penuh sukacita.
Pintu diketuk, semua mata tertuju pada suster jaga yang datang untuk kembali membawa baby junior masuk ke ruang baby.
Belum puas rasa Steven menggendong si baby junior, tetapi apa daya nya, itu sudah peraturan rumah sakit, dengan terpaksa Steven menyerahkan si baby junior kembali ke suster jaga.
Bukan hanya kepada si baby junior Steven perhatian, ternyata Steven juga makin sayang dan perhatian kepada Dikta. Steven menghampiri Dikta "Kamu lapar?" tanya Steven kepada Dikta.
Dikta hanya manggut-manggut mengiyakan pertanyaan Steven.
"Mau aku suapin?" tawar Steven.
Dengan cepat Dikta menyetujui tawaran Steven dengan penuh kebahagiaan dan senyum yang merekah di wajahnya. Sudah lama Dikta menantikan saat-saat seperti ini.
Kemesraan yang dilakukan Steven dan Dikta dihadapan Heni, membuat Heni jadi merasa segan dan segera meninggalkan ruangan tersebut "Mama keluar sebentar ya, mau cari makanan" ucap Heni pamit meninggalkan Steven dan Dikta.
Serentak Steven dan Dikta menyahut "Iya ma". Dikta pun merasa senang tidak ada mama diruangan itu, sehingga Dikta leluasa untuk bermanja-manja dengan Steven.
Dikta makan dengan lahap, terkadang makanan itu mengotori bibir Dikta, Steven pun secara otomatis membersihkan area bibir Dikta, Dikta tidak tahan dekat-dekat dengan Steven, Dikta pun segera mencium bibir Steven, karena jarak mereka begitu dekat, sebenarnya Steven sudah sangat berhasrat ingin mencium bibir Dikta, tetapi ada rasa segan dan takut.
Dikta tahu situasi itu dan dengan duluan mencium bibir Steven dengan penuh kemesraan dan menggebu-gebu, karena sudah lama tidak berhubungan intim sejak Dikta hamil 3 bulan.
"Ingin rasanya mengulangi momen indah itu, tetapi tidak mungkin disini, nanti suster jaga datang atau Heni tiba-tiba datang" pikirnya dalam hati.
Dikta pun dengan terpaksa harus menahan nafsu dan keinginan untuk sementara ini, Dikta pun berharap momen itu bisa dilakukan di rumah.
Steven tiba-tiba memeluk Dikta erat, Diktapun dengan erat dan penuh kasih sayang memeluk erat tubuh Steven. Steven merasa kalau Dikta sudah berjuang antara hidup dan mati untuk baby junior, mulai dari awal kehamilan, perjuangan Dikta, pikir Steven.
Sedangkan aku, aku tidak peduli kesehatan Dikta dan kondisi bathin nya, malah saat stress Dikta alami, Steven tidak pernah menanyakan atau menghibur Dikta. Steven menjadi sangat bersalah, dan sekarang Steven ingin menebus kesalahan itu dengan perhatian kepada Dikta.
Dijalan Heni terus berpikir "Sebaiknya aku biarkan saja Steven dan Dikta mesra dan kompak seperti layaknya suami-istri, toh memang baby junior adalah anak mereka, Baby junior berhak mendapatkan kasih sayang dari ayah dan ibunya, baby junior ingin keluarga yang normal, ayah dan ibunya kompak dan mesra"
"Biarkan saja Steven dan Dikta satu kamar, layaknya suami istri, tetangga pun nanti akan curiga bila tahu ayah ibunya baby junior pisah kamar. Tetangga pasti akan datang menjenguk Dikta setelah sampai di rumah" pikir Heni dalam benaknya.
Setelah berpikir lama dan yakin atas keputusan yang dibuatnya, Heni pun segera kembali ke kamar untuk menemui Steven dan Dikta dengan membawa kantong plastik berisi makanan dan buah-buahan, agar ada cemilan di dalam ruangan.
Heni mengetuk pintu, agar Steven dan Dikta tidak kepergoknya lagi mesra.
"Mama, membawa apa dari luar, wah mama tahu aja Steven lagi lapar" ucap Steven girang membuka bungkusan plastik yang dibawa Heni dari luar dan segera mengeluarkan nya dan melahap habis sebuah klepon.
"Enak sekali klepon ini, lembut, gulanya asli, gula merah yang berasal dari nira, hmmm melumer banget di mulutku" ucap Steven sambil hendak mengambil satu lagi.
"Mau dong, jangan dihabisin dong" ucap Dikta sedikit kesal, takut tidak kebagian.
Heni pun senang saat semua anak-anaknya merasa senang. Hanya itu harapan dan keinginan semua para ibu-ibu, bisa membahagiakan anak-anak nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments