Ketika makan bersama Dikta dan Steven sama-sama diam, tidak ada berkata apa-apa, ada raut cemberut di wajah Dikta, karena mengetahui Steven mempunyai pacar.
Dikta cemburu dan emosional, apa artinya hubungan yang mereka lakukan selama ini, begitu bernafsu, menggebu-gebu, seolah itu adalah ungkapan perasaan mereka masing-masing, sama-sama ingin dan selalu ingin melakukan dan mengulangi lagi.
Di benak Steven, merasa kesal, karena Dikta cemburu kepada Angelica, dan tidak mengizinkan Angelica dekat-dekat dengan Steven, tidak mau Steven berhubungan dengan siapa saja, bahkan Dikta juga tidak mau menyudahi hubungan terlarang ini, Steven kesal, apa yang harus dilakukan nya agar bisa menyudahi hubungan terlarang ini, secara Steven pun ingin terus bersama Angelica.
"Ada apa dengan kalian?, kok dari tadi diam aja, kayak kerbau dicucuk hidungnya. Apa masalah kalian?, apa kalian berdua berantam?" tanya Heni bertubi-tubi.
Steven dan Dikta pun langsung gelagapan, bingung mau menjawab apa.
"Tidak ada apa-apa Bu", jawab Dikta dan Steven secara bersamaan. Kembali Heni bingung dan penuh tanda tanya.
"Sebenarnya masalah kalian apa?, dari tadi diam, menjawab pun malah berbarengan, kan aneh, ibu jadi penuh tanda tanya" ucap Heni kesal.
"Benar Bu, tidak ada masalah apa-apa, oh ya Bu, aku permisi dulu mau masuk kamar, ada laporan proyek yang harus ku kerjakan dan kuselesaikan" ucap Steven sambil meneguk segelas air putih, karena Steven sudah menyelesaikan makannya dan segera ke kamar meninggal Dikta dan Heni untuk menyelesaikan laporan proyeknya.
Begitu juga Dikta dan Heni segera menyelesaikan makannya, Dikta pun mengikuti Steven segera permisi kepada Heni untuk masuk ke kamar.
"Dikta ke kamar dulu ya Bu", ucap Dikta meninggalkan ibunya dan langsung masuk ke kamar.
"Apa-apaan kamu, main tinggal aja, beresin dulu piring-piring ini, dan setelah itu cuci semua piring kotor nya", Heni marah-marah dan terus memanggil-manggil Dikta.
"Dikta, selesaikan dulu piring kotor ini", perintah Heni.
"Ibu aja dulu, atau tinggalin aja, nanti Dikta cuci, sekarang Dikta malas banget ngapa-ngapain", jawab Dikta sambil bicara kencang karena Dikta sedang dikamarnya.
Heni pun hanya geleng-geleng kepala, kesal dengan tingkah laku anak gadisnya, sudah besar tetapi kadang tidak peduli dengan pekerjaan dan rutinitas di rumah.
Dikamarnya Dikta masih kesal kepada Steven. Dikta hanya mengurung diri di kamar.
*******
Sebulan berlalu, setelah Steven mengatakan kepada Dikta untuk menyudahi hubungan terlarang mereka, memang Steven dan Dikta tidak pernah lagi berhubungan suami-istri.
Padahal hati Dikta begitu hancur, seperti layaknya orang yang sedang putus cinta. Dikta kesal, Steven tidak lagi menegur dan menyapanya dengan mesra, Baik hubungan sebagai kakak', yang biasa dilakukan Steven. Steven sering mencandai Dikta, bahkan mengolok-olok Dikta, agar Dikta kesal dan merengek-rengek.
Sekarang momen itu tidak dilakukan Steven lagi. Steven pun tidak mau tahu lagi kondisi Dikta, walaupun Dikta sering mengurung diri di kamar.
Tiba-tiba Dikta keluar dari kamarnya sambil berlari kearah kamar mandi, terdengar suara Dikta seperti muntah-muntah. Steven sedang mengambil segelas air putih dari meja makan karena merasa haus dan ingin minum sebelum nya Steven berada di kamarnya sibuk mengerjakan laporan proyeknya.
Steven pun keringat dingin, takut dan bingung melihat adiknya Dikta muntah-muntah, Steven hanya diam saja. Kebetulan Heni sedang cuci piring di wastafel, Heni juga bingung mengapa Dikta muntah-muntah.
"Mengapa Dikta Steve?" tanya Heni.
"Tidak tahu Bu, mungkin masuk angin", jawab Steven asal.
"Mungin saja ya, soalnya Dikta jarang makan sih", Heni mencoba menebak alasan Dikta muntah-muntah.
Dikta pun terus saja muntah-muntah "uuakk...uuuuuaaaak" Dikta merasa lemas keluar dari kamar mandi.
"Kamu kenapa Dikta?" tanya Heni menghampiri Dikta sambil mengusap dan menggosok minyak angin ke leher Dikta.
"Tidak tahu Bu", jawab Dikta sedikit melirik ke arah Steven, Steven pun jadi menunduk ketakutan.
"Kita ke dokter sekarang ya, untuk berobat, kali aja masuk angin yah, sekalian diminta obatnya", ajak Heni kepada Dikta.
Steven dan Heni bertatap muka, seketika Dikta langsung menjawab.
"Tidak usah Bu, Dikta tidak kenapa-kenapa, nanti juga baikan Setelah istirahat dan minum obat" jawab Dikta buru-buru, agar Heni tidak memaksanya untuk segera berobat ke dokter.
"Yakin kamu tidak kenapa-kenapa?", tanya Heni berulang-ulang, memastikan bahwa Dikta putri kesayangannya memang baik-baik saja dan hanya masuk angin biasa.
"Iya Bu, Dikta yakin baik-baik saja, oh ya Bu, tolong dong Bu, ibu belikan obat masuk angin di warung atau apotek, agar nanti setelah minum obat Dikta bisa segera istirahat tidur di kamar, agar segera pulih", Dikta sengaja menyuruh Heni pergi ke warung, agar Dikta bisa bicara dengan Steven dan minta pertanggung jawaban Steven, "jangan-jangan Dikta sedang hamil", pikir Dikta dalam hati.
"Baiklah kalau begitu, ibu sebentar ke warung atau apotek terdekat", ibu berlalu meninggalkan Dikta dan Steven untuk segera ke apotek membeli obat. Seketika langsung berbalik lagi "Oh ya Steven, kamu jaga adik kamu dulu sebentar jangan langsung beranjak dari situ, sebelum ibu datang, mana tau adik kamu muntah-muntah lagi dan malah pingsan di kamar mandi nanti", Heni memerintahkan Steven.
"Baik Bu", jawab Steven pelan.
Heni pun segera berlalu meninggalkan Steven dan Dikta menuju teras dan segera menyalakan sepeda motor nya dan langsung berlalu.
"Bagaimana perasaan mu Dikta?", tanya Steven mendekati Dikta.
"Lemas, pusing, dan ingin muntah saja bawaannya", ucap Dikta dan kembali Dikta berlari ke arah kamar mandi "uuuuuaaaak....uaaaakkkk..." Dikta merasa lemas dan mukanya pucat.
Steven lalu memberi Dikta minum air putih hangat "Ini minum dulu, barang kali bisa mengurangi rasa ingin muntah", bujuk Steven.
Dikta langsung menuruti perkataan Steven.
"Jangan-jangan kamu hamil", ucap Steven.
Dikta mengingat-ingat tanggal berapa haid terakhir nya. "Sekarang tanggal berapa kak", tanya Dikta memastikan. "Tanggal 24" jawab Steven.
"Apa, haid Dikta sudah telat 1 bulan 10 hari" jawab Dikta panik.
Steven pun mengacak-acak rambutnya dengan penuh kesal dan bingung "Aaaah" teriak Steven.
"Bagaimana ini kak" ucap Dikta panik.
"Kakak juga tidak tahu", jawab Steven kesal.
"Nanti setelah ibu pulang dari apotek, kakak akan membeli test pack untuk memastikan apakah kamu benar-benar hamil, setelah itu kakak akan search, bagaimana caranya menggugurkan kandungan", usul Steven.
Dikta langsung memeluk erat tubuh Steven "Dikta takut kak"
"Kita akan menggugurkan janin itu, sebelum ibu mengetahui, melihat perut mu yang akan semakin besar", ucap Steven menenangkan Dikta dan mengusap kepala Dikta.
Bagaimana pun Steven sangat sedih melihat Dikta bersedih. Karena sejak kecil Steven selalu menjaga dan melindungi Dikta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments