Seruni Bab 18

"Maaf, Bang ...." Seruni buru-buru menarik tangannya dari Shaka.

Tentu dia tidak ingin ada warga yang melihat, lalu meminta mereka untuk dihukum adat dengan menikah secara paksa. Sangat tidak lucu, jika harus menikah hanya karena berpegangan tangan.

"Maaf, karena terlalu bersemangat jadi lupa." Shaka berbisik pada Seruni.

"Pak Mayor tumben datang sama istrinya?" tanya salah seorang warga.

Shaka menoleh pada Seruni. '' Masih calon, Pak. Semoga Allah kasih jalan,'' jawabnya hanya berani dalam hati saja.

"Bukan, Pak. Nama saya Seruni. Kebetulan saya juga dinas di wilayah sini. Kalau ada warga yang mengalami masalah kesehatan, khusunya ibu hamil, bisa saya bantu." Seruni menjawab pertanyaan Warga yang sebenarnya bukan ditujukan untuknya.

"Maaf, saya kira istrinya Pak Mayor. Serasi sekali. Cantik dan tampan."

Seruni tersenyum santai mendengar ucapan warga tadi, sedangkan Shaka malah menjadi salah tingkah sendiri. Mereka terus berjalan, mengikuti warga yang tidak lagi banyak bicara. Rupanya, Shaka sangat dihormati dan disegani.

Tidak seperti yang dibayangkan Seruni, rumah yang nampak dari seberang sungai tadi, ternyata hanya rumah singgah untuk tamu atau pejabat yang ingin berkunjung ke sana. Rumah-rumah yang dihuni warga asli, masih harus berjalan lebih dalam lagi. Untung saja tadi sepatunya tidak jadi ditinggal di motor. Setelah perjalanan lima belas menit, baru mereka sampai di depan rumah warga yang dimaksud.

Rumah panggung dari kayu dengan tinggi kolong 1,5 meter dari tanah dengan bentuk persegi panjang. Atapnya terbuat dari ijuk dan daun aren. Kesan tradisional masih sangat kental dan langsung terasa hanya dalam sekali pandang. Tangga masuk rumah pun masih terbuat dari batang pohon utuh.

Seorang warga mempersilakan Seruni dan Shaka untuk masuk ke dalam rumah ibu yang akan melahirkan. Mereka masih menunggu paraji yang akan membantu proses kelahirannya.

Memasuki rumah yang sangat luas itu, perasaan hangat langsung terasa. Bangunan dengan material dari kayu, memang cocok di daerah pegunungan seperti ini. Kayu mampu menyerap dan menyimpan hangat dengan sangat baik untuk waktu yang lama.

Sayup-sayup juga terdengar suara ibu-ibu yang sedang mengaji. Seruni tidak ingin menerka-nerka, meski dibenaknya sudah banyak tanya. Satu orang yang melahirkan, entah bagaimana bisa yang menunggui di luar bapak-bapak satu kampung.

"Silahkan duduk dulu Pak Mayor, Bu..." Warga yang sedari tadi berani mengajak bicara Shaka itu menunjuk karpet tebal berwarna coklat tua di tengah ruangan.

Setelah itu, warga tadi kembali keluar rumah, berkumpul dengan bapak-bapak yang lain, menunggu kedatangan Paraji.

"Bagus banget ya, Bang. Etnic sekali." Seruni mengatakan dengan suara sangat lirih pada Shaka.

"Ini belum seberapa Ser, ada yang lebih besar. Megah seperti istana, kapan-kapan Abang ajak ke sana." Shaka menimpali dengan suara tidak kalah lirih.

Seorang pria masuk dengan panik, langsung menuju bagian dalam rumah yang tersekat. Sesaat kemudian muncul kembali bersama dua pria paruh baya dengan wajah yang tak kalah panik.

"Ada apa, Pak?" Shaka bertanya dengan sopan.

"Paraji meninggal dunia, Pak Mayor. Terjatuh di kamar mandi. Bagaimana ini?" Pria itu terlihat lebih panik dibanding pria yang lain.

"Maaf, kalau Pak Sardi dan yang lain setuju. Bu Dokter Seruni ini, bisa membantu kelahiran istri Bapak." Shaka kembali dengan sopan dan hati-hati memberikan jalan keluar pada ketiga orang di depannya.

Pria bernama Sardi itu tidak langsung menjawab. Dia tampak bertukar pendapat dengan dua orang pria yang lain.

"Baiklah! Tapi kalau sampai tidak selamat, Dokter jangan harap bisa keluar dari sini!" ancam Sardi.

Seruni tersenyum lembut sembari mengangguk. "Insya Allah, semua akan selamat."

Sardi mengajak Seruni masuk ke dalam ruangan. Di sana ternyata terlalu banyak sekali ibu-ibu yang menunggui. Perempuan itu hanya meringis menahan sakit. Yang lain fokus membaca ayat suci Alquran. Mereka tidak mempedulikan kehadiran Seruni sama sekali.

Lagi-lagi Seruni hanya berani mengatakan dalam hati, kalau memang ini adalah adat di daerah ini. Maka dia harus mulai membiasakan diri.

"Permisi... Saya akan membantu Ibu melahirkan, apa yang ibu rasakan?" tanya Seruni sembari memakai sarung tangannya.

Perempuan itu hanya merintih kesakitan dengan pelan. Dia tidak menjawab pertanyaan Seruni, karena pantang bicara saat sudah berbaring hendak melahirkan. Begitulah adat di sana.

Seruni meminta tolong pada Pak Sardi agar disiapkan air hangat dan kain bersih, serta disediakan tempat untuk meletakkan ari-ari.

Setelah perjuangan selama 30 menit, akhirnya seorang bayi perempuan lahir dengan selamat, tanpa kekurangan apa pun. Ibunya pun terlihat segar meski baru saja melahirkan.

Istri Sardi merasa proses kelahiran kali ini berjalan sangat mudah dan tidak terlalu sakit. Dibanding saat dulu, Paraji menolong kelahiran anak pertamanya yang meninggal sesaat setelah lahir di dunia.

"Terimakasih, Bu Dokter," ucap perempuan itu dengan tulus dan dijawab senyuman oleh Seruni.

Mendengar tangisan bayi, ibu-ibu yang mengaji pun menghentikan lantunan ayat sucinya. Salah seorang dari mereka membantu Seruni membersihkan bayi.

Karena dirasa sudah tidak ada masalah, Seruni dan Shaka pun berpamitan pada mereka semua. Melanjutkan ke tempat berikutnya. Mereka masih ingin mendatangi warga yang lainnya. Sebelum meninggalkan tempat tersebut, seperti kelahiran sebelumnya, Pak Sardi juga memaksa Seruni menerima bingkisan darinya sebagai tanda terimakasih.

Seruni dan Shaka lalu menuju sisi lain dari desa di mana saat ini mereka berada. Di sana, sebagian besar warganya mengalami kelumpuhan.

"Ser... kalau kemalaman bagaimana? Kamu berani tidak perjalanan pulang kembali menyebrangi sungai?" tanya Shaka, tatapannya serius.

"Selama ada Bang Shaka. Aku tidak takut." Seruni menjawab dengan jujur.

Shaka tersenyum senang mendengar jawaban Seruni. Dia tidak salah memilih calon istri, sekarang masalahnya hanyalah, keberanian untuk mengungkapkan perasaan itu belum ada. Bukan perkara pertemuan yang masih terlalu singkat, melainkan takut ditolak karena dinilai terlalu mudah jatuh cinta.

Tidak sampai 30 menit, sampailah mereka di tempat yang mereka tuju. Tidak banyak rumah dan penduduk di sana, mungkin hanya lima belasan rumah saja. Entah dengan berapa jiwa penduduk.

Seruni diajak mengunjungi beberapa rumah warga yang nampak sudah sangat akrab dengan Shaka. Dengan telaten Dokter cantik itu memeriksa kondisi beberapa dari mereka yang mau untuk diperiksa keadaannya.

Sejauh yang Seruni pelajari. Sebenarnya yang terjadi pada penduduk itu bukanlah kelumpuhan yang tidak bisa disembuhkan apalagi kelumpuhan karena kutukan yang sudah mereka yakini selama ini. Secara kedokteran Seruni menyebut mereka mengalami Filariasis atau kaki gajah, yaitu pembengkakan tungkai akibat infeksi cacing jenis filaria. Cacing ini menyerang pembuluh getah bening dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.

Seruni memberikan antibiotik dan memberikan saran pada dua orang yang belum terlalu parah keadaannya untuk melakukan beberapa hal seperti tidur dengan posisi kaki lebih tinggi daripada kepala, mengompres bagian kaki yang bengkak dan berolahraga menggerakkan tungkai.

Kedepannya dia akan mengajak salah satu warga yang sudah parah untuk melakukan operasi. Tentu saja dia harus berusaha membujuk terlebih dahulu.

Setelah selesai, Seruni dan Shaka segera melakukan perjalanan pulang. Karena tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Cacing-cacing di dalam perut Seruni pun sudah mulai meronta ingin di isi Karena sedari siang, dia hanya memakan sepotong roti yang diberikan oleh Shaka.

"Bang, aku laper." Seruni dengan jujur bicara pada Shaka.

"Astaga! Aku lupa, Ser! Kita minta air panas saja di rumah penjaga di pinggiran sungai." Shaka mempercepat langkahnya agar supaya cepat sampai di sana.

Akhirnya, setelah berhasil mendapatkan air panas, kini mereka duduk santai dipinggiran sungai menikmati satu cup mie instant yang memang sengaja dibawa oleh Shaka.

"Ser, mau tidak jadi istri aku?"

Pertanyaan Shaka yang tiba-tiba tanpa basa-basi dan disituasi yang tidak terduga. Membuat mie yang ada di dalam mulut Seruni seketika menyembur keluar tanpa permisi.

Terpopuler

Comments

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

Shaka kamu terlalu terburu" ungkapin perasaan ke seruni..

2022-12-31

1

🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ

🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ

bang shaka to the point banget

2022-12-10

0

🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ

🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ

wkwkwk🤣🤣 pdhl aku pingin gandengan biar dinikahkan 🤣🤣🤣🤣

2022-12-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!