Seruni Bab 11

"Tadi tidak bengkak begini," ucap Sayaka sembari meneliti kaki Seruni.

"Iya, Bang," timpal Seruni, mendadak begitu lembut dan manis.

"Saya ambil minyak dulu." Sayaka kembali masuk ke dalam.

Seruni menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Setelah gagal menikah dengan Satria, mungkin jiwanya menjadi sedikit terguncang. Terbukti, setiap melihat Sayaka, sungguh membuat hati Seruni ser-seran. Mendadak imajinasinya menjadi sangat liar dan berani. Patah hati---normalnya frustasi---ternyata malah otaknya kini penuh fantasi.

"Ser, ibu tinggal ke belakang sebentar ya. Takut kalau tiba-tiba hujan. Ibu mau nata jemuran dulu." Tanpa menunggu jawaban Seruni, perempuan itu langsung berjalan menuju tempat yang dimaksud.

Sayaka muncul kembali membawa sebotol minyak ditangannya. Pria itu sudah memakai kaos. Membuat Seruni sedikit kecewa. Tidak ada lagi pengalihan fokus kalau pijatan Sayaka nanti terasa sakit. Harusnya Sayaka membiarkan dada bidangnya terbuka, meskipun tidak ada bulu halus tumbuh di sana. Tapi enam sobekan kotak-kotak cukup menolong sebagai pengganti obat bius.

"Permisi, ini kakinya Dokter Seruni, saya taruh sini apa tidak mengapa? maksudnya biar enak mijitnya. Karena ini bangkunya kayu. Kalau kena tekanan semakin sakit." Sayaka menepuk bagian pahanya. Dia kini duduk di bangku yang dia majukan lebih dekat dengan kaki Seruni.

Tidak menjawab dengan kata-kata, Seruni malah langsung mengangkat kakinya dengan susah payah langsung ke atas paha Sayaka.

"Sakit ya, Bang. Tolong dibuat agak enakan dikit. Nanti malam saya harus ke rumah abang Suga."

Sayaka sedikit terhenyak saat Seruni menyebut nama Suga. Pasalnya, laki-laki itu terkenal sebagai buaya kampung yang gemar menambah jumlah istri dan juga mericuh kampung untuk menggoda gadis-gadis. Untuk bertanya pada Seruni, Sayaka tentu tidak ada nyali. Bagi Sayaka, tahu dan sadar diri adalah kunci dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

"Maaf, Dok. Celananya Dokter, bisa digulung dulu sampai lutut tidak?" Sayaka terlihat agak canggung saat akan mengatakannya

Seruni lagi-lagi hanya menjawab dengan tindakan. Dia menggulung celananya hingga di atas lutut sedikit.

Sayaka mulai menuangkan sedikit minyak ke telapak tangannya, lalu dia menyatukan kedua telapak tangannya itu sambil diusap-usap sebentar. Sesaat kemudian, Sayaka langsung memijat kaki Seruni dengan pelan dan hati-hati. Pria itu tidak langsung menyentuh bagian yang sakit, melainkan mengurutnya dari atas dulu.

"Permisi ya, Dok," ucap Sayaka, terlihat sangat canggung saat meletakkan tangannya di atas bagian lutut Seruni.

"Abang Sayaka enak ya pijitannya. Kalau seluruh badan pasti mantap ini. Di rumah Saya ada tukang pijit, Bang. Namanya Bu San, pijitannya mantap sekali. Kan, malah jadi pengen pijat satu badan," cerocos Seruni. Matanya tidak sedikitpun berpaling untuk melihat ke arah lain.

Sosok Sayaka, dilihat dari dekat memang sangat sempurna secara fisik. Sangat laki-laki sekali. Wajahnya tidak terlalu bersih mulus, kegiatannya yang banyak menantang matahari di siang hari meninggalkan bintik-bintik hitam di pipi. Namun, hal itu tidak mengurangi ketampanannya sedikit pun. Malah membuat Sayaka terlihat seperti keturunan turis eropa.

Menyadari Seruni sedang menatapnya intens, membuat Sayaka menjadi salah tingkah. Detak jantungnya kembali tidak karuan. Pria tersebut semakin menundukkan pandangannya.

Seruni beberapa kali menahan sakit dan meringis. Semakin lama, pijatan Sayaka semakin bawah mendekati pusat kakinya yang sakit. Tekanan tangan Sayaka yang tadinya enak, perlahan mulai menimbulkan sensasi sakit, nyeri sekaligus panas.

"Ini akan semakin sakit, Dok. Tapi tahan, Insya Allah setelah ini, kalau hanya untuk berdiri dan berjalan tidak terlalu jauh saja pasti bisa.

Dan ucapan Sayaka terbukti benar. Sakit yang dirasakan benar-benar membuat Seruni menarik dan menggerakkan kakinya ke sana ke mari. Tubuhnya mengeliat tak menentu, hingga puncaknya, Seruni yang sejatinya menarik kaki untuk menghindari sakit, malah ujung kakinya mengenai dan menendang bagian tersembunyi yang diapit paha Sayaka dengan baik. Terasa keras di kaki Seruni.

"Maaf," ucap Seruni merasa tidak enak sekaligus malu. Perempuan itu kembali hanyut dalam bayangan benda pusaka yang menggantung itu.

Rasa malu itu kini bukan hanya milik Seruni, tapi juga milik Sayaka. Pria tersebut yakin---dengan profesinya sebagai dokter, Seruni pasti tahu jagoan neonnya sedang dalam keedaan ON. Sayaka menjadi tidak fokus. Padahal seharusnya pijatannya sudah selesai. Tapi tangannya malah enggan melepas kaki Seruni, bahkan kaki itu semakin bergeser mendekati towernya.

"Kalau sampai ada kejadian satu kali lagi ini namanya bukan kebetulan. Apa iya jodohku Dokter Seruni? Dia sudah melihat dan menyengol keris pusaka ku, ketiganya akan apa lagi?" batin Sayaka.

"Sayaka, pijitnya sudah belum?" pertanyaan dari Bu Sajad, sukses membuat lamunan Seruni dan juga Sayaka buyar bersamaan.

"Su--sudah." jawab Sayaka dengan cepat dan sedikit gugup. Dia langsung meletakkan kembali kaki Seruni di atas Kursi. Lalu dia sendiri segera kabur ke dalam membawa rasa malu, senang dan deg-deg'an berbaur jadi satu.

******

Setelah menunaikan sholat Isya, Seruni menyiapkan uang tunai sebesar 10 juta ke dalam amplop putih berukuran A4. Untung saja Ayahnya membawakan bekal uang tunai yang lumayan banyak. Sungguh Subroto memang sosok laki-laki tidak tergantikan dan terbaik nomor satu di hati anak semata wayangnya itu. Setelah bersiap, dengan kaki yang masih terpincang-pincang, Seruni keluar dari kamarnya. Menunggu Shanum dan Abahnya.

"Sudah siap, Ser? Kalau kakimu masih sakit. Biar bapak sama Abahnya Shanum saja. Ini bapak sudah bikin surat perjanjian. Nanti Bapak akan mengajak dua orang tentara perbatasan biar Suga tidak macam-macam."

Seruni berpikir sejenak. Sepertinya pak Sajad memang benar. Lagi pula, dia jadi teringat dengan pesan ayahnya. Untuk tidak ikut campur terlalu dalam dengan sesuatu yang bukan urusannya.

"Ya sudah, Pak. Sepertinya lebih baik memang saya tidak ikut, ini uangnya pak." Seruni memberikan amplop putih tadi pada Pak Camat.

Pak Sajad memerima amplop putih itu, lalu menyuruh Seruni untuk kembali masuk ke dalam kamar.

Baru saja Seruni menghempaskan bokongnya di atas kasur, suara bu Sajad mengetuk pintu kamarnya terdengar.

"Iya bu," Seruni membuka pintunya segera.

"Ada warga yang melahirkan, Ser. Bayinya sudah keluar, tapi ari-arinya belum," ucap Bu Sajad sedikit panik.

"Rumahnya di mana, Bu?" tanya Seruni sembari menyiapkan tas berisi perlengkapan medisnya. Dia hanya selalu mengecek isinya setelah memeriksa pasien. Sehingga saat ada panggilan dadakan begini, dia bisa langsung berangkat.

"Biar Sayaka yang antar." Bu Sajad mengajak Seruni untuk keluar.

Seruni menyambar sweater yang ada di lemarinya lalu memakai dengan cepat. Dia berangkat dibonceng Sayaka. Jalanan bebatuan menuju rumah pasien membuat Seruni mencengkram kuat pinggul pria itu. Setelah lebih dari lima belas menit perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di rumah yang di tuju.

Ketika Seruni masuk ke dalam rumah, wajah Ibu yang baru saja melahirkan itu sudah membiru, darah sudah banyak membasahi jarik yang menjadi alasnya saat melahirkan. Ibu itu sendirian di sana, tidak ada seorang pun yang menunggui. Bayinya pun tergeletak begitu saja dengan tali pusar yang belum terpotong. Tangisnya begitu kencang. Seruni melihat Ari-ari sudah keluar, posisinya tepat berada di dibawah jalan lahir ibu tersebut

Seruni segera memeriksa kondisi si Ibu. "Inalillahi wa innalillahi rajiun."

"Apa maksud bu Dokter? Istri saya tidak mungkin meninggal. Tadi saat sama nenek Sari, istri saya masih baik-baik saja." Suami si Ibu langsung panik.

"Maaf pak, istri bapak memang sudah meninggal. Tadi saat melahirkan, Istri Bapak siapa yang membantu?" tanya Seruni dengan hati-hati memotong tali pusar si bayi, lalu membungkus dengan jarik.

"Bang Sayaka tolong panggilkan warga untuk membantu mengurus jenazah ibu ini. Saya harus mengurus bayinya dulu." Seruni memberi perintah dengan cepat, sementara si suami berdiri bergeming.

"Pak saya butuh air hangat untuk membersihkan bayi, Bapak. Di mana saya bisa membuatnya?" tanya Seruni, tangannya menepuk pundak pria itu dengan keras. Terpaksa, karena pria itu seperti sedang melamun.

"Dokter pembunuh! Dokter sudah membuat istri saya mati, Dokter pembunuh!" pria itu keluar dari rumahnya dan terus berteriak Dokter pembunuh.

Terpopuler

Comments

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

lah gimana ini seruni malah dituduh bunuh ibu yg melahirkan 🥺

2022-12-17

1

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

waduh ser kamu gimana sih malah mau pijit seluruh badan sama Sayaka🙈
bisa bisa si anu tambah on lho🤭😁

2022-12-17

1

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

ooo jadi si anu itu miliknya Sayaka ya..🤭🤣🤣.sekarang malah kena tendangan seruni 🤭🤭

2022-12-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!