Seruni
Seruni bersama sang Ayah sedang menikmati sore mereka di ruang keluarga. Membuka lembar demi lembar album foto yang mulai sedikit usang. Tidak ada satu pun foto Seruni kecil bersama sosok perempuan yang mengantarkannya ke dunia. Ibu Seruni meninggal sesaat setelah melahirkan dirinya.
Saat itu Subroto---ayah Seruni, sedang bertugas di sebuah daerah pedalaman pulau kalimantan. Ibu Seruni mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan. Lokasi barak yang jauh dari fasilitas kesehatan, membuat proses kelahiran hanya dibantu dukun bayi setempat dengan peralatan tradisional. Nyawa ibu seruni pun akhirnya tidak tertolong.
Ayah Seruni adalah seorang prajurit TNI angkatan laut, karena itu sejak dalam kandungan, Seruni sudah terbiasa berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Waktu sekolah dasar saja, Seruni harus berpindah sekolah sebanyak empat kali. Itulah mengapa Seruni tidak mempunyai sahabat dekat hingga lulus SMU. Baru saat memasuki usia kuliah, Seruni dan ayahnya tidak berpindah-pindah lagi. Subroto memasuki masa pensiun dengan jabatan terakhir sebagai laksamana madya di kesatuannya.
"Yah, kapan ayah mengijinkan Seruni mengabdi ke daerah-daerah?" tanya Seruni pada ayahnya.
"Masak kamu tega ninggalin ayah sama bude Surti dan pakde Susanto saja," jawab Subroto dengan menyebut nama sepasang suami istri yang sudah mengabdi mengurus segala keperluan Seruni sejak lahir. Kemanapun Subroto ditugaskan, Surti dan Susanto selalu ikut serta.
Sebagai abdi negara di kementrian kesehatan, tepatnya sebagai PNS dokter spesialis kandungan. Seruni ingin sekali di tempatkan di suatu daerah yang memang kekurangan tenaga medis, di mana angka kematian ibu dan anak masih cukup tinggi.
Tidak seperti harapannya, Seruni malah ditempatkan di rumah sakit angkatan laut di kota tempat dia tinggal sekarang. Entah itu kebetulan atau memang atas permintaan ayahnya. Meskipun sudah purnawirawan, bisa saja Subroto masih memiliki akses untuk menjadikan Seruni sebagai pegawai titipan.
"Ayah tidak adil! Seruni menjadi dokter kandungan tujuannya kan jelas, Yah! Seruni hanya ingin menolong sebanyak mungkin kelahiran. Agar tidak banyak anak - anak yang bernasib sama dengan Seruni." Seruni terlihat kesal dengan larangan ayahnya.
"Kamu bicarakan dulu sama Satria. Kalau Satria mengijinkan, Ayah nurut!" ucap Subroto akhirnya.
"Bener ya yah, ini Seruni mau ke rumah Mas Satria. Mau nganterin ayam kalasan sama bacem tahu tempe kesukaan ayahnya Mas Satria." Seruni sangat bersemangat.
"Prajurit tidak boleh berbohong Ser. Sana kamu berangkat nanti kemaleman pulangnya. Pelan-pelan nyetirnya. Ayah nggak bisa ikut. Nitip salam saja, nanti habis maghrib ada pengajian di masjid."
Seruni berdiri mengambil tas dan kontak mobilnya, lalu menyambar paper bag coklat berisi dua kotak thinwall di atas meja makan dengan cekatan.
"Kalau Seruni pulangnya kemaleman, ayah makan duluan ya, Yah! sudah Seruni siapkan di meja makan." Seruni mencium punggung tangan Subroto.
Sesaat kemudian mobil Seruni sudah meninggalkan halaman rumahnya. Jarak tempuh rumah Seruni ke rumah Satria hanya sekitar empat puluh lima menit. Rumah Seruni berada di Surabaya timur, sedangkan Satria ada di daerah Surabaya Barat. Tapi waktu dan jarak itu bisa dipangkas jika dilalui dengan menggunakan fasilitas tol dalam kota.
Seruni mengurangi kecepatan mobilnya begitu palang satpam hanya menyisakan jarak beberapa roda lagi. Seruni membuka dompet dan mengeluarkan ktp nya untuk ditinggal di pos security. Sistem pengamanan di perumahan Satria memang sangat ketat. Selain memberlakukan one gate system, setiap tamu yang datang juga diwajibkan meninggalkan kartu identitas di pos keamanan.
"Silahkan mbak Ser, ada acara ya mbak ? Kok banyak tamu di rumah Pak Sanjaya. Tapi tumben ada acara kok beliau tidak minta bantuan keamanan," tanya security bernama Sarno yang memang sudah hafal dengan Seruni.
"Tidak ada acara kok pak, saya cuman pengen sambang saja. Mumpung libur, pak," jawab Seruni dengan ramah.
"Owalah, saya pikir ada acara. Soalnya ada dua mobil juga yang bertamu ke rumah pak Sanjaya," jelas Security bertubuh tambun itu.
"Kan relasinya banyak pak, jadi wajar banget tamu keluar masuk," sahut Seruni sembari kembali menekan pedal gas meninggalkan pos keamanan. Perlahan semakin mendekati rumah Satria.
Seruni memarkirkan mobilnya tepat di samping mobil Harier keluaran terbaru warna putih. Karena pintu utama terbuka, Seruni langsung saja masuk ke dalam. Dua kali Seruni mengucapkan salam tapi tidak ada sahutan dari seorang pun.
Sudah biasa keluar masuk rumah Satria tanpa didampingi tuan rumah, Seruni pun langsung berjalan santai menuju dapur. Kalau pun tuan rumah sedang berada di kamar masing-masing, setidaknya pasti ada asisten rumah tangga yang tetap ada di sana.
Belum sampai tiba di dapur, sayup-sayup indera pendengaran Seruni menangkap pembicaraan yang sepertinya cukup serius dari ruang keluarga. Membuat Seruni melambatkan langkahnya.
"Kita segerakan saja pernikahan mereka. Kita sudah tidak bisa menunggu. Sheila sudah hamil lima minggu. Kalau kita mundur satu bulan lagi pasti nanti akan jadi pertanyaan di masyarakat. Mereka cukup pandai berhitung dan mencari - cari kesalahan orang," ucap salah satu suara perempuan yang tidak dikenal Seruni.
"Kamu bagaimana Sat? bagaimanapun kamu harus menyelesaikan dulu hubunganmu dengan Seruni. Kita harus bicara baik-baik pada Seruni dan ayahnya. Semua karena kesalahanmu. Bagaimana bisa kamu menghamili Sheila? Kamu punya adik perempuan, Sat. Bagaimana kalau adikmu dipermainkan sama tunangannya?" sesal Sinta---Ibunda Satria. Seruni hafal betul suara lembut perempuan itu.
Seruni memajukan langkah lebih dekat lagi, meski tubuhnya sudah mulai bergetar. Dia hanya ingin memastikan dan mendengar lebih banyak kebenaran yang sedang disembunyikan keluarga tunangannya itu.
"Mau tidak mau, terima tidak terima pernikahan memang harus dilakukan. Tidak perlu mewah, tidak perlu resepsi. Pernikahan Satria dan Sheila akan dilangsungkan seminggu lagi. Biar nanti asisten Ayah yang urus semuanya, kamu Satria, urus pembatalan pertunanganmu dengan Seruni baik-baik. Jangan sampai Seruni sakit hati, lalu menyebarkan berita miring di luaran," tegas Sanjaya---ayah dari Satria yang masih aktif menjabat sebagai deputi di salah satu perusahan ternama milik keluarga besarnya.
Seruni dengan sisa-sisa keberanian dan ketegaran yang di miliki, bergerak menampakkan diri. Tidak ada gunanya lagi bersembunyi. Telinganya sudah terlanjur mendengar kenyataan pahit itu dengan cukup jelas. Sekarang, besok atau nanti, rasa sakit itu harus tetap dihadapi.
"Ayah tidak perlu khawatir, Seruni jamin masalah yang baru saja Seruni dengar, tidak akan keluar dari rumah ini. Seruni janji. Maaf, kalau Seruni datang bukan diwaktu yang tepat. Dan maaf sudah mengganggu acara kalian." Seruni membungkukkan badannya sesaat sebagai ungkapan rasa hormat pada orangtua.
Perempuan itu kemudian berjalan menjauhi semua orang yang ada di sana. Dia meninggalkan paper bag yang ditentengnya tadi di atas meja ruang tamu.
Tidak ada yang mengejar Seruni, bahkan Satria pun tidak. Tidak ada basa-basi permintaan maaf atau apapun. Entah terlalu terkejut akan kehadiran Seruni yang tiba-tiba atau memang mereka tidak peduli.
Seruni menginjak pedal gasnya lebih dalam untuk mempercepat laju mobil setelah dia mengambil ktpnya kembali. Saat ini, tidak ada lagi keinginan yang lebih besar, selain ingin cepat sampai di rumah dan menumpahkan apa yang dia rasakan pada sang ayah.
Subroto mengernyitkan dahinya pertanda heran, belum juga dia beranjak dari ruang keluarga. Mobil Seruni sudah terdengar memasuki garasi rumah. Keheranan Subroto semakin bertambah saat melihat Seruni menangis. Seruni langsung berhambur menumpahkan tangisnya di pangkuan Subroto.
"Ada apa Ser? Kenapa anak ayah bisa cengeng dan menangis seperti ini?" tanya Subroto heran sekaligus bingung. Seumur hidup, baru kali ini dia melihat putrinya menangis sepilu ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
mampir
2023-01-06
0
𝕾𝖆𝖌𝖊🄶𝖗𝖊𝖊𝖓92࿐N⃟ʲᵃᵃ࿐
sat? ya emang bener bang wkwk
2023-01-01
0
𝕾𝖆𝖌𝖊🄶𝖗𝖊𝖊𝖓92࿐N⃟ʲᵃᵃ࿐
oalah, surabaya barat tandes kalo ga lidah wetan wkwkk 🤣
2023-01-01
0