Seruni Bab 2

Seruni menegakkan badannya, mengusap bulir bening yang membasahi pipinya. "Mas Satria menghamili perempuan lain, Yah," ucap perempuan tersebut dengan suara bergetar dan isak yang tertahan. Jelas sekali, dia sedang berusaha menegarkan diri di tengah badai.

Subroto langsung berdiri, garis wajahnya mengeras, tangannya mengepal sempurna. Subroto marah dan kecewa pada dirinya sendiri. Seberapa pun kerasnya dia menjaga hati Seruni, pada akhirnya gagal juga. Seruni tetap merasakan sakit dan kecewa karena laki-laki lain yang sudah dipercayainya.

"Menangislah sepuasmu sekarang. Tapi ingat, kehidupanmu masih harus tetap berjalan. Kamu harus kuat Ser, jangan biarkan mereka yang mengkhianatimu merasa apa yang mereka lakukan pantas untukmu. Buktikan! Kamu tidak mudah patah. Jika hatimu yang sakit, biarkan hatimu saja yang tau." Subroto menarik nafas panjang. Meredam sendiri emosinya yang sudah hampir meluap.

"Jangan mengajak matamu turut merasa. Seruni anak ayah. Ingat! Prajurit boleh tertembak dan berdarah-darah, tapi jangan menyeka luka saat musuh masih ada, seret paksa tubuhmu meski luka semakin menganga, jangan biarkan kaki mereka menginjak tubuh kita yang tidak berdaya. Jangan menyerah selama nyawa masih ada di dalam raga. Terus bergerak---menjauh---mencari celah untuk menyembuhkan luka, lalu kembali menyerang mereka demi kemenangan dan kehormatan kita!" lanjut Subroto berapi-api.

Subroto bukan seorang ibu yang bisa tenang penuh kelembutan mengucapkan kata-kata lembut untuk menenangkan hati anaknya. Subroto melakukan yang terbaik versi dirinya sendiri. Sedikit keras bagi orang lain, tapi sudah biasa bagi Seruni.

"Biarkan Seruni mengajukan diri bertugas di daerah, Yah," lirih Seruni. Untuk yang kesekian kali, permintaan itu dilontarkan.

"Ser, jangan membuat keputusan disaat hatimu sendiri tidak tahu sedang merasakan apa. Jangan melakukan sesuatu saat kamu sedang ragu. Ambil waktumu untuk sendiri sejenak. Diam bukan berarti tidak bergerak. Pikirkan dulu dengan matang. Kehidupan di daerah itu tidak mudah. Profesi dokter lebih sulit diterima ketimbang tentara. Mereka lebih percaya dukun dan tabib atau kekuatan alam ketimbang seorang dokter," tutur Subroto.

"Tidak Ayah, Seruni merasa ini yang terbaik. Sudah waktunya Seruni benar-benar mengabdi pada bumi pertiwi. Biarkan Seruni berbakti pada negeri. Seruni juga ingin mempunyai kisah membanggakan yang bisa diceritakan pada anak-anak Seruni nanti. Seruni, ingin seperti ayah. Seruni ingin dekat dengan alam bersama orang-orang yang hanya disibukkan dengan kebutuhan, bukan keinginan," tegas Seruni. Meski suaranya masih bergetar, tidak tampak keraguan sedikit pun dari raut wajahnya.

Subroto tidak langsung menjawab. Pria tersebut memilih untuk berfikir sejenak. Bukan sekali dua kali Seruni meminta ijin padanya untuk mengajukan diri bertugas di daerah. Tapi Subroto masih berat melepas sang putri semata wayang jauh darinya. Hanya Seruni harta berharga dan tak ternilai yang Subroto miliki di dunia. Namun, tidak adil kalau dia terus menerus menahan langkah Seruni untuk mengejar impiannya.

"Baiklah, ayah merestuimu, Ser. Jaga dirimu baik-baik. Lakukan yang terbaik untuk tanah air kita. Jangan menuntut balas atas jasamu, jangan berharap materi. Biarlah semesta yang membalas kebaikanmu. Jangan coba-coba menjual profesimu hanya demi kepentingan sendiri. Setiap nyawa itu berharga. Buat ayah semakin bangga padamu, Nak," ucap Subroto seraya menepuk pundak Seruni. Bukan mengusap rambut seperti layaknya perlakuan ayah ke anak perempuan pada umumnya.

Seruni memeluk ayahnya erat. "Terimakasih ayah, Seruni tidak akan pernah mengecewakan ayah."

Subroto membalas pelukan putri semata wayangnya itu. Tidak ada lagi kata yang terucap dari bibir keduanya. Hening ... mereka seakan bertukar rasa dan pikiran dalam diam. Patah hati ini bukan hanya milik Seruni. Jauh di lubuk hati yang terdalam, hati Subroto berlipat-lipat lebih patah saat melihat air mata anaknya jatuh karena menangisi pengkhianatan seorang laki-laki.

Tarikan nafas Subroto yang berat, menandakan betapa dia menganggap masalah ini tidak sepele. Merasa gagal karena tidak bisa menjaga hati Seruni dengan baik. Di saat-saat seperti sekarang, Subroto merasa apa yang dilakukannya belumlah cukup. Mungkin Seruni membutuhkan seseorang yang lebih lembut, yang bisa membuat Seruni meluapkan dan menumpahkan perasaannya tanpa ragu dan malu-malu.

Laki-laki tua itu sadar, di depannya Seruni selalu berusaha tegar seperti yang selalu dia tunjukkan. Tapi perempuan tetaplah perempuan, kadang butuh tangisan menyayat dan meronta untuk melepas semua beban di dada.

Seruni menenggelamkan kepalanya lebih dalam di dada sang ayah. Detak jantung Subroto stabil dan tetap teratur. Padahal Seruni tahu ayahnya juga sedang tidak baik-baik saja.

Tidak ada orang yang lebih terluka dari seorang ayah yang melihat putri tercinta disakiti. Hanya ini yang Seruni bisa lakukan untuk tidak menambah kesedihan di wajah ayahnya. Berhenti menangis, pura-pura tegar dan mengambil langkah besar untuk hidupnya.

Subroto merenggangkan pelukan mereka, lalu dia menepuk-nepuk lengan Seruni dengan lembut. "Ikhlaskan! Berterimakasihlah karena Tuhan lebih cepat menunjukkan pada kita---Satria bukanlah laki-laki yang baik. Suatu saat nanti, Tuhan pasti akan memberimu jodoh yang jauh lebih baik," hibur Subroto.

Ikhlas bagi Seruni saat ini adalah menerima kenyataan dengan terpaksa. Dan lama kelamaan, yang dipaksa pun akan menjadi terbiasa.

Seruni sedikit memaksakan senyumnya. Menarik nafas dalam dan mengembuskannya perlahan. Mencoba tersenyum, mengingatkan diri bahwa bukan hanya dirinya yang pernah merasakan luka. Bumi masih berputar. Detak jarum jam masih bergerak seperti biasa. Di atas langit sana, bulan juga tetap memantulkan sinar matahari seperti biasa.

Langit siang juga masih biru. Kalaupun sedikit abu-abu, itu karena mendung yang sedang mengganggu. Mau biru, abu-abu ataupun Jingga. Langit tetaplah langit. Perlu sedikit mendongakkan kepala untuk bisa melihat luasnya dengan sempurna. Begitulah cara Seruni akan menilai dirinya. Bukan sombong, pada kenyataannya hanya bayangan yang kita dapatkan jika kita terus menunduk.

"Kamu mau di tempatkan di daerah mana Ser?" tanya Subroto, menuntun Seruni untuk duduk di sofa.

"Seruni pengennya di daerah perbatasan Yah. Pasti menyenangkan berada di daerah sekitar tapal batas. Halaman depan negara kita. Beranda utama sebuah negara, tapi malah kadang sering kali terabaikan pembangunannya. Mereka tidak asing dengan negara lain, tapi malah terasing dari negara sendiri. Seruni ingin tahu, apakah benar rasa cinta tanah air di sana begitu langka." jawab Seruni tanpa ragu.

"Baiklah, ayah hanya bisa mendoakan. Fokus sama pekerjaanmu, jangan ikut campur dengan hal lain yang tidak bisa kamu jangkau. Ada hal yang bagi kita salah dan tidak lumrah, tapi di sana sudah dianggap biasa. Semua karena tuntutan hidup. Kita tidak bisa terlalu keras menyikapinya. Mereka tidak terlalu tahu peraturan negara. Apa itu negara? mereka tidak tahu dan tidak mau tahu. Gunakan selalu hati nuranimu, kedepankan rasa kemanusiaan." tutur Subroto, Seruni menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Terimakasih Yah. Terimakasih atas semua yang ayah berikan pada Seruni. Maaf kalau Seruni mengecewakan ayah, maaf karena Seruni salah memilih jodoh. Maaf membuat ayah sedih. Maaf belum bisa membalas sedikitpun kebahagiaan yang ayah berikan selama ini." ucap Seruni begitu sendu dan tulus.

"Ayah tidak suka kata-kata Maaf Ser, apalagi sebanyak itu. Meminta maaf itu bagus, tapi terlalu sering meminta maaf menunjukkan ketidakmampuanmu menghargai orang lain. Simpan kata maaf itu, biar sikapmu saja yang membuktikan kesungguhanmu!" ucap Subroto, sangat tegas.

Begitulah caranya berbicara dengan Seruni. Tidak heran, meski anak tunggal, sangat sulit menemukan sisi manja dari perempuan itu.

Seruni bergegas berdiri begitu mendengar suara mobil berhenti di depan halaman rumahnya yang tidak berpagar. Tidak lama bel pintu berbunyi, Seruni dan Subroto sama-sama berjalan ke arah pintu utama mereka. Dengan cepat, Seruni membuka benda tersebut sebelum bel kedua berbunyi. Seketika wajah Seruni berubah menjadi sinis.

Terpopuler

Comments

✨rossy

✨rossy

itu si bang.. sat ya, duh setelah bang.. kai, sekarang bang.. sat

2022-12-24

1

✨rossy

✨rossy

prajurit sejati...

2022-12-24

1

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

aku bangga dengan cara didiknya pak Subroto..

2022-12-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!