Perut Seruni yang menimpa benda empuk dan halus di bawahnya, merasakan sebuah pergerakan. Rasanya seperti gerakan janin di dalam kandungan seorang ibu.
"Mbekk... mbekk... mbekk..." Suara kambing yang sangat dekat di telinganya membuat Seruni seketika tersadar. Ternyata yang ditimpanya adalah seekor kambing yang sedang berbaring. Dia pun mencoba bangkit berdiri dengan cepat.
Karena sedikit kesulitan, akhirnya Seruni membalikkan badan terlebih dulu, menjauhkan dirinya dari tubuh kambing dengan bulu berwarna putih bersih itu secepat mungkin. Dia tidak ingin menyakiti hewan ternak Sayaka dengan berat badannya yang lumayan berisi.
Gerakan reflek yang dilakukan tadi, sukses membuat telapak tangan Seruni langsung disambut kotoran kambing yang baru saja keluar dari sang empunya. Hingga sebagian benda seperti butiran kacang tanah itu menempel sempurna di telapak tangannya.
Sayaka yang sejak tadi khawatir langsung mendekat ke arah Seruni. Mengira pria itu akan menolongnya, Dokter cantik itu pun memperlambat gerakannya. Seperti biasa, Seruni pura-pura meringis kesakitan. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan dan pikiran Seruni. Membuat mulutnya seketika menganga lebar.
"Ya Allah, Sit ... kamu tidak kenapa-kenapa kan? Ndhuk Seruni tidak sengaja, kamu jangan marah ya? Kandunganmu tidak kenapa-kenapa, kan?" Sayaka mengelus perut Siti---si kambing yang sedang hamil dengan lembut. Mengabaikan Seruni yang masih meratapi nasibnya akibat menindih kotoran kambing.
'"Astaga, Bang Sayaka! Seekor kambing lebih dikhawatirkan ketimbang aku. Patah hatiku, Bang. Kenapa harus seekor kambing yang menjadi sainganku.'' Seruni menggerutu dalam hati. Harga dirinya sebagai seorang perempuan tulen yang cantik dan mempesona, seketika jatuh hanya karena seekor kambing bunting.
"Bang... bantuin aku." Seruni sedikit mengiba. Dia ingin tahu sejauh mana kepedulian Sayaka pada manusia.
"Ndhuk, sabar ya. Ini Siti sepertinya langsung mau melahirkan.Dia sudah mengeluarkan cairan kental bercampur darah ini. Tapi Siti sepertinya tidak sanggup untuk bangun," tutur Sayaka, tetap dengan cara bicaranya yang tenang.
Meskipun agak kesal, jiwa Dokter kandungan Seruni pun meronta. Belum ada pasien manusia yang di tolongnya, kelahiran kambing betina pun jadi. Seruni berusaha berdiri secepat yang dia bisa. Lalu perempuan itu mencuci tangannya dengan sabun hingga bersih terlebih dulu. Sayaka sendiri tampak sibuk menyiapkan daun pisang sebagai alas saat melahirkan siti agar tidak bercampur dengan kotoran. Dengan penuh kasih sayang, Sayaka memindahkan kambing itu ke atas daun pisang yang baru disiapkannya tadi.
Setelah menunggu beberapa saat, kambing itu pun melahirkan satu ekor anakan kambing dengan sangat lancar. Kelahiran tersebut dipandu langsung oleh Seruni dan juga Sayaka.
"Alhamdulillah, Bang. Cempenya satu, betina." pekik Seruni, sangat senang karena ini adalah pengalaman pertamanya melihat kelahiran seekor kambing.
"Cempe?" Sayaka tidak paham maksud Seruni.
"Anak kambing kalau di jawa namanya cempe," jelas Seruni.
Seruni dengan cekatan membersihkan lendir di mulut dan di hidung anak kambing yang baru lahir itu, tidak lupa memotong tali pusarnya. Sayaka mencuri-curi pandang penuh kekaguman pada Seruni yang begitu telaten dan tidak jijik ikut mengurus kambingnya.
Setelah anakan kambing itu bersih dan sudah mulai disusui induknya, Seruni memutuskan untuk mandi. Dia sudah tidak tahan dengan bau badannya yang sudah mengeluarkan aroma nano-nano.
.
.
Sembari menunggu suara Adzan Maghrib berkumandang, Seruni melakukan video call dengan ayahnya. Dia bercerita banyak hal yang dialami. Seruni terlihat dan terdengar sangat bahagia. Membuat Subroto menjadi sangat lega.
"Pak Sajad... Pak Sajad...." teriak seseorang dari pintu depan.
Semua yang ada di dalam rumah seketika berlari ke depan.
"Ada apa?" tanya pak Sajad dengan khawatir.
"Itu pak, Sensen kejang-kejang lagi. Tadi sudah dikasih gigit sendok, malah giginya berdarah. Padahal sudah dipanggilkan nenek Sari," jawab warga bernama Suko itu.
Pak Sajad menatap Seruni. "Ayo, Ser! Tunjukkan kesaktianmu," ajaknya.
Seruni segera ke dalam mengambil tas perlengkapan medisnya. Lalu keluar lagi dan langsung berangkat bersama pak Sajad. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka sampai di rumah warga yang dituju. Seruni segera melakukan pemeriksaan.
Suhu badan anak itu terlalu tinggi, mencapai 40 derajat. Seruni pun memberikan kompres, obat dan menyarankan agar si anak tubuhnya tidak mengenakan pakaian yang terlalu tertutup dan tebal.
"Bu, ini obat penurun panas dan radangnya. Demam yang terlalu tinggi memang bisa menyebabkan kejang. Tolong lain kali jangan diberi sendok ya, bu. Karena malah bisa melukai anak ibu. Lebih baik diberi bantal atau apapun yang empuk untuk digigit," saran Seruni.
Orangtua anak itu mengangguk mengerti. Seruni pun berpamitan pada mereka. Ada rasa senang di hati Dokter ini, untuk pertama kalinya dia merasa tugasnya di tempat ini ada manfaatnya.
Saat baru akan naik di belakang boncengan Pak Sajad, tiba-tiba seorang warga menghampiri.
"Pak Camat, Bu Dokter. Tolong. Bu Santi mau melahirkan. Nenek Sari tidak mau menolong. Karena Bu Santi tidak cukup uang untuk membayar syarat yang diinginkan." laki-laki itu berucap dengan nafas memburu.
Tanpa banyak kata dan menunggu berlama-lama Pak Sajad langsung mengantar Seruni ke tempat ibu yang akan melahirkan. Seruni segera masuk ke dalam rumah panggung yang tidak seberapa tinggi itu dengan segera. Dokter itu memasang sarung tangannya dan memeriksa jalan lahir bu Santi.
"Sudah waktunya, Bu. Ibu tarik nafas yang kuat, lalu dorong dengan kuat. Usahakan jangan diangkat pantatnya ya, Bu." Seruni terus memberikan instruksi dan arahan. Untungnya si ibu sangat tenang dan mengikuti semua ucapan Seruni dengan baik. Hingga terdengarlah suara bayi mungil yang sangat tampan.
Bu Santi dan suaminya tampak sangat lega. Seruni dengan cekatan memotong tali pusar dan membersihkan si bayi, lalu juga mengurus si ibu, hingga tempat yang baru digunakan untuk melahirkan pun kembali steril.
"Terimakasih, Bu Dokter. Maaf kami hanya punya ini. Tolong diterima." suami bu Santi memberikan satu kantong plastik berisi jagung pada Seruni.
"Tidak perlu, Pak. Sungguh memang saya di sini tidak untuk dibayar oleh kalian, Saya sudah digaji oleh pemerintah," tolak Seruni dengan sopan.
"Jangan begitu, Dok. Ini sudah adat kami. Jika anak kami lahir, kami harus memberikan sesuatu pada yang membantu melahirkan anak kami. Sekecil apa pun nilainya. Kalau sampai Bu Dokter menolak, kami sangat sedih." Bu Santi ikut mengeluarkan suara.
Seruni tersenyum, lalu menerima kantong itu dengan senang hati. "Terimakasih Pak, Bu. Di tempat saya juga ada adat, setelah menolong ibu melahirkan, saya juga harus memberikan sesuatu pada ibunya. Saya hanya punya ini. Jangan menolak." Seruni menggenggamkan dua lembar uang seratus ribuan yang dilipat kecil pada bu Santi.
Perempuan itu terlihat sangat terharu. Dia memang tidak mempunyai uang sepeser pun untuk melahirkan. Kini saat anaknya lahir, dia malah mendapatkan rejeki. Berkali-kali ucapan terimakasih lolos dari bibirnya.
Seruni pun kembali berpamitan. Malam ini dia merasa sangat berguna.
''Akhirnya aku menolong bayi manusia juga,'' batinnya lega.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
рaᷱyͥmͩeꙷnͣᴛ⁰³🇮🇩
akhirnya profesi Seruni sebagai dokter kandungan berguna juga, setelah menolong Siti melahirkan, sekarang menolong manusia 🤭
2023-01-14
0
рaᷱyͥmͩeꙷnͣᴛ⁰³🇮🇩
Nasib sial menimpa Seruni 🤣
2023-01-14
0
рaᷱyͥmͩeꙷnͣᴛ⁰³🇮🇩
Ya Tuhan 😂 ternyata kambing hamil yang dibawah seruni.
2023-01-14
0