Seruni Bab 12

Mengabaikan sang ayah bayi yang terus menuduhnya pembunuh, Seruni akhirnya berlari ke rumah warga terdekat untuk segera dapat membersihkan si jabang bayi.

Sayaka sudah kembali bersama beberapa warga. Mengurus jenazah perempuan yang malah ditinggal menyebar berita bohong oleh suaminya. Semua warga terdengar bertanya-tanya tentang kronologi kejadian hingga menyebabkan perempuan bernama Sena itu meninggal dunia.

Sayaka pun menjelaskan sebatas yang dia tahu. Di mana saat dirinya bersama suami Sena yang bernama Sabir itu datang bersama Seruni, kondisi Sena memang sudah meninggal dunia. Namun, warga antara percaya dan tidak dengan penjelasan pria tersebut. Karena tadi mereka juga berpapasan dengan Sabir yang mengatakan istrinya meninggal karena disentuh Dokter yang dinas di desa mereka. Lagi pula, mereka yakin akan kehebatan nenek Sari.

Sementara itu, Seruni dengan cekatan sedang mengurus bayi baru lahir yang langsung menjadi piatu itu.

"Bu, adakah di sekitar sini, seorang ibu yang bisa memberikan Asi. Untuk sementara saja, biar besok bayi ini diberi susu formula saja."

Ibu pemilik rumah terdiam sejenak, mengingat-ingat siapa yang mempunyai anak balita. "Ada, Bu Dokter. Biar dimintakan anak saya." Ibu itu memanggil anak laki-lakinya, lalu membisikkan sesuatu pada anaknya yang langsung menyambar kunci sepeda motor di atas meja.

Seruni sedikit lega, tapi kini dia berpikir tentang tuduhan bapak dari anak yang kini sedang berada dipangkuannya. "Bu, saya nitip anak ini sebentar di sini. Saya harus meluruskan sesuatu. Sungguh saat saya datang tadi, ibu yang melahirkan bayi ini sudah meninggal. Sepertinya, terjadi pendarahan yang sangat hebat." Seruni memberikan si bayi pada ibu pemilik rumah.

"Hati-hati, Bu Dokter," ucap si ibu begitu Seruni berjalan agak tertatih karena kakinya belum sembuh benar.

Seruni menyibak kerumunan warga. Tidak sedikit yang berbisik-bisik menatap sinis pada Seruni saat melihat Dokter cantik itu datang.

"Itu Dokter pembunuh, makanya kalau sakit lebih baik ke nenek Sari atau ke nenek Sumi. Padahal kata pak Sabir pas ditinggal sama bu Sari tadi masih hidup, eh begitu disentuh dokter itu langsung meninggal," cibir seorang warga.

"Iya betul, begitu kata pak Sabir" sahut yang lain.

"Betul, kalau begitu, kita usir saja sebelum ada korban lagi," timpal warga lainnya.

Suara-suara itu terdengar di telinga Seruni, ingin rasanya dia berbalik badan dan menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Tapi percuma, Seruni akan menunggu sampai semua orang yang datang menghujat dan menyalahkannya.

Seruni tidak ingin mengulang dalam menjelaskan. Selagi mereka tidak bermain fisik, dia akan berdiri bergeming di tempat ini. membiarkan orang menatapnya sinis, bahkan jika ada yang mencaci di depannya sekali pun, Seruni akan menghadapi dengan berani.

Suasana mendadak senyap, saat Sabir terlihat datang bersama perempuan berusia di atas 60an. Bisik-bisik warga yang tadi kencang terdengar, mendadak semua mengunci mulutnya rapat.

Sayaka bergeser berdiri di samping Seruni, melemparkan senyuman yang jarang dia berikan pada orang lain. Sekedar ingin menyampaikan pesan tidak terucap. Bahwa dia ada dipihak Seruni.

"Itu dia orangnya, Nek." Sabir menunjuk pada Seruni.

Nenek itu mendekati Seruni, memandang tajam dari atas sampai ke bawah memutari badan Seruni berulang. Mata Seruni malah melirik beberapa ibu-ibu yang bersiap memandikan jenazah istri Sabir. Mereka hanya mempersiapkan karena nenek Sari yang akan memandu proses memandikannya.

"Kalian semua, perhatikan baik-baik perempuan ini. Bayangan hitam mengelilingi seluruh tubuhnya, dia dikuasai kekuatan setan yang sangat besar. Jangan sampai anak cucu kalian mati setelah disentuh olehnya. Tangan perempuan ini sudah dikutuk oleh arwah jahat!" seru perempuan tua berambut putih itu.

Suasana yang tadi sempat hening ketika nenek Sari datang, menjadi kembali ricuh. Mereka sedang menuduh, menuding dan mengecam Seruni tanpa ada alasan logis sedikit pun yang bisa menjelaskan.

Seruni diam mengamati, kepalanya tidak menunduk takut. Sepertinya penjelasan panjang lebar dengan logika pun akan sulit masuk pada mereka. Apalagi di situasi duka yang masih hangat-hangatnya seperti sekarang.

"Wah! bahaya ini kalau dibiarkan, kita usir saja," teriak seorang warga.

"Iya, benar. Usir saja, bisa sial desa kita kalau seperti ini." Beberapa warga lain pun ikut memprovokasi.

Nenek Sari meninggalkan Seruni, dia menuju tempat untuk memandikan jenazah dengan beberapa ibu-ibu.

"Dokter Seruni, mari kita pulang saja. Kita bisa luruskan nanti setelah ada Pak Sajad. Kalau Dokter terpancing emosi mereka, bisa bahaya," bisik Sayaka dengan pelan. Dia tidak kuasa melihat Seruni dicela seperti sekarang.

"Tunggu apa kamu? Cepat pulang! atau kamu ingin kami bawa ke ketua adat kami?" teriak seseorang dari arah kanan Seruni.

"Kami akan datang ke rumah Pak Camat besok. Dokter harus mempertanggung jawabkan pada Sabir." Seseorang mengatakan hal tersebut dengan sangat angkuh.

Seruni akhirnya, menyetujui usulan Sayaka. Bukan karena takut dengan serangan warga, tapi lebih pada ingin membiarkan prosesi penghormatan terakhir pada jenazah tidak terganggu karena kehadirannya.

Sayaka mengambil tas perlengkapan medis milik Seruni ke dalam rumah Sabir. Lalu dia segera menarik tangan Seruni agar berjalan lebih dekat dengannya. Bahkan saat melewati kerumunan, Sayaka reflek merangkul pundak Seruni, seolah ingin menjaga barangkali ada yang nekat bermain fisik.

"Pulang, sana, pulang! di sini tidak butuh Dokter!" seru seseorang yang di sambut teriakan panjang meneriaki Seruni.

Andai kaki Seruni tidak sakit, ingin sekali dia berjalan lebih cepat. Dia ingin malam segera berganti pagi. Dituduh menjadi pembunuh, baginya bukanlah hal yang main-main. Jika besok logika tidak bisa diterima, maka Seruni pun akan menggunakan cara yang sama bar-barnya dengan cara warga.

Sayaka segera melajukan motornya perlahan, begitu Seruni sudah duduk di boncengannya. Baru separuh perjalanan, tiba-tiba motor yang mereka tumpangi berhenti.

"Kenapa, Bang?" Seruni bertanya sembari turun dari boncengan Sayaka.

"Belum tahu, Dok. Sebentar saya periksa dulu." Sayaka dengan tangannya yang kekar dan terampil memeriksa kondisi motornya dengan teliti.

"Bensinnya habis, Dok," Sayaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Sepertinya di depan sana ada kios bensin, Bang. Kita jalan kaki saja," usul Seruni.

"Tapi, Dok. Kaki Dokter masih sakit. Kalau berjalan ke sana. Bisa malah parah. Apalagi jalanannya tidak rata. Saya bisa lari secepat jaguar kok, Dok. Jadi Dokter di sini, biar saya beli."

Seruni mengernyitkan keningnya. Beberapa kali, Sayaka mengibaratkan beberapa hal dengan hewan. Tadi siang berat badannya yang dibandingkan dengan kambing. Sekarang lari Sayaka yang sekencang Jaguar. Entah akan ada apa lagi nantinya.

"Saya, tidak berani sendirian, Bang." Seruni memperhatikan sekeliling yang hanya terhampar tanaman jagung.

Sayaka berpikir sembari melihat Seruni dan motornya bergantian.

"Begini saja, Dokter Seruni naik ke motor. Biar saya yang dorong."

"Aduh! jangan, Bang. Berat pasti. Jangan!" Seruni menolak keras.

"Tidak mengapa, Dok. Ini belum seberapa. Saya pernah mengangkut anakan sapi dengan motor ini menyebrangi sungai. Sudah Dokter naik saja, daripada kita berlama-lama di sini."

Mulut Seruni seketika menganga. '"Astaga sekarang aku dianggap anakan sapi," batin Seruni terheran-heran.

Terpopuler

Comments

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

Sayaka emang bikin ngakak..kemarin seruni di samain kambing sekarang di samain anakan sapi..besok apa lagi Sayaka..🤭🤣

2022-12-18

1

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

waduh itu para warga masih saja percaya sama dukun..😪

2022-12-18

1

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

what? anakan sapi? wkwkwk🤣🤣🤣

2022-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!