"Apa alasan sebenarnya pemerintah menutupi kehancuran keluarga Alfonso?" Beberapa dewan guru bertanya akan hal itu.
Berita tentang masalah yang terjadi pada keluarga Alfonso hingga membuatnya sudah menyebar kini hingga seluruh negeri tahu tahu akan hal itu.
Permasalahan lain juga ada di Carmen yang ternyata telah meninggal, maka dari itulah Carlo datang seorang diri ke Akademi Sihir itu belajar.
Meskipun Carlo hanya tinggal seorang diri kini, tetapi harga kekayaan keluarganya masih begitu banyak hingga Akademi mau menerimanya.
"Apa karena keluarga Alfonso terlalu kuat hingga disingkirkan?"
"Atau karena mereka bisa saja menjadi Duke dan menguasai dukedom mereka sendiri, ada duke lain yang tak ingin berbagi wilayah."
Pikiran itu sama seperti apa yang dipikirkan rakyat yang lain. Padahal jika dilihat selama ini keluarga Alfonso begitu baik dan hidup berdampingan dengan rakyat biasa.
Lalu pertanyaan lain mengapa mereka menyisakan Carlo seorang diri? Apa karena Carlo hanya seorang anak kecil?
Meskipun Carlo anak kecil, tetapi ia memiliki potensi yang begitu bagus untuk menjadi seorang penyihir hebat. Selama satu bulan di sana ia sudah berhasil mengalahkan dua bangsawan tinggi sekaligus.
Walaupun awal masuk Carlo diremehkan, tetapi perlahan ia menunjukkan kekuatan yang sesungguhnya. Mengalah anak dari bangsawan Elmo dan duke Enzio bukan hal yang gampang, bakat sihir mereka juga begitu kuat.
Jika Carlo tak memiliki kehebatan tak mungkin bisa menang.
Sementara itu kini Carlo keluar dari perpustakaan setelah mengembalikan buku yang pernah ia pinjam pada Arthur beberapa hari lalu.
Ia menemukan banyak informasi tentang Organisasi-organisasi yang ada di Kekaisaran, bahkan menurutnya Purnama Merah itu bukan sebuah organisasi, tetapi lebih kepada penganut sekte sesat.
Maka dari itu mereka membunuh banyak orang untuk mengambil sihir mereka, beberapa target mereka memang para bangsawan yang memiliki sihir yang tinggi.
Meskipun begitu, sebenarnya Carlo belum yakin dengan apa yang tertulis di buku itu, karena tak ada sumber kredibel yang menyatakan hal itu benar.
Sekte mana yang mau mengaku bahwa diri mereka sesat dan membunuh banyak orang hingga saat ini dibiarkan begitu saja. Apa pemerintah tak bertanggung jawab dengan hal itu?
Walaupun begitu, tetap saja Carlo sedikit tahu tentang Organisasi Purnama Merah itu. Kini ia hanya pergi mencari informasi yang lain.
Saat Carlo kembali ke kelasnya, dalam perjalanan di lorong Akademi, Elena dan Diego menghadangnya. Carlo menatap mereka dengan malas-malasan.
"Apa yang kalian mau lagi? Bertarung? Aku tak keberatan jika dua lawan satu." Carlo mengatakan hal itu sebagai bentuk tak ingin berbasa-basi.
"Bukan itu yang kami inginkan," jawab Elena. "Kami sudah menyesali perbuatan kami, kan. Kami juga sudah meminta maaf."
"Benar dan kami ingin menjadi temanmu saat ini." Diego ikut menimpali.
Diego baru ingat bahwa itu bukan kali pertama mereka meminta maaf padanya, tak lama setelah pertarungan terakhir dengan Elena, mereka sudah melakukannya.
Entah apa motif mereka meminta maaf, ada ada sesuatu yang mereka inginkan? Tetapi sistem tidak menangkap niat buruk mereka itu.
Sepertinya baik Elena maupun Diego begitu tulus untuk meminta maaf padanya.
"Kalian serius meminta maaf?" tanya Carlo lagi.
Elena dan Diego langsung mengiyakan hal itu. Mereka mengatakan bersungguh-sungguh untuk meminta maaf.
"Buktikan jika memang kalian benar-benar tulus meminta maaf dan tak akan menghianatiku sebagai seorang teman. Terlebih jangan gunakan embel-embel seorang bangsawan kalian."
Mendengar hal itulah Elena dan Diego saling pandang, sedikit bingung dengan apa yang dikatakan Carlo.
Namun, setelah itu mereka sepakat untuk bersumpah setia menjadi sahabat Carlo.
Dengan tangan kanan diangkat dan yang kiri menghadap dada mereka pun berjanji tak akan menghianati Carlo.
Sumpah itu biasanya digunakan seluruh rakyat Kekaisaran, tetapi bangsawan tak diperbolehkan menggunakan sumpah itu.
"Aku terima sumpah kalian." Begitu kata Carlo.
"Jadi kita sekarang berteman?" tanya Elena memastikan.
Carlo tersenyum sambil mengangguk, dan mereka bertiga pun perpelukan sebagai tanda bahwa merdeka kini sudah berteman. Mereka akan selalu bersamanya nantinya.
***
Sejak saat Carlo memaafkan mereka berdua dan menjadikan mereka benar-benar teman.
Carlo juga menjawab segala pertanyaan mereka berdua mengenai beberapa sihir dan kenapa Carlo bisa memiliki kekuatan seperti sebelumnya sewaktu marah.
"Mungkin karena memang begitu dari garis keturunan keluargaku," kata Carlo menjawab pertanyaan mereka.
"Kekuatan keluargaku juga hebat, kenapa sihirku tak sepertimu?" Diego mempertanyakan kekuatannya sendiri.
Lalu Diego menceritakan mengapa ia jarang sekali memakai bakat sihirnya, karena memang ia belum sepenuhnya menguasai sihir itu.
Jika bakat sihirnya lepas kendali nanti malah menjadi masalah yang berarti untuknya.
Sementara itu Elena mengatakan bahwa bakat sihirnya adalah penyembuh, sebagai seorang calon Duchess di masa depan nanti ia tak akan banyak bertarung maka dari itu ia mempelajari sihir penyembuhan.
Hal itu juga yang menjadi alasan Elena jarang terlihat di kelas, karena ia mengambil pelajaran penyembuhan lebih banyak di Akademi.
Namun, bukan berarti ia tak perlu mempelajari sihir dasar ataupun ilmu pertarungan, karena itu harus. Menjaga wilayahnya nanti pasti akan ada sisi masalahnya.
Carlo menjawab semuanya (dengan tetap merahasiakan mengenai sistem). Ketiga orang itu kemana-mana selalu bersama.
Diego dan Elena kini juga dijuluki seorang yang menjilat ludahnya sendiri karena berteman dengan Carlo. Namun, mereka berdua tidak peduli, karena Carlo ternyata baik.
Pada suatu malam setelah ketiganya menjadi teman, Diego mengetuk pelan pintu kamar Carlo.
Carlo membukanya perlahan, supaya tidak menimbulkan suara derit pintu.
"Hei, kau belum tidur?" tanya Diego pada Carlo saat itu.
"Belum sepenuhnya, aku hanya hampir tertidur," jawab Carlo.
Setelah Carlo mengatakan hal itu Diego masuk ke kamar tanpa dipersilahkan Carlo.
"Aku membawakanmu makanan, Ibuku yang membuatnya." Diego memberikan makanan yang dibungkus kotak pada Carlo.
Carlo membukanya yang isinya beberapa kue kering.
"Ini Ibumu yang memasak?" tanya Carlo.
"Iya, katanya ia bosan di rumah jadi ia mencari aktivitas."
Carlo mencoba memakannya, rasanya enak dan terasa terbiasa di lidahnya. Ia seperti pernah merasakannya.
Semakin Carlo makan semakin ia yakin pernah memakannya. Dan benar saja, kue itu mirip seperti bikinan ibunya.
Tak terasa air matanya menetes, yang membuat Diego kebingungan.
"Kau kenapa menangis?" tanya Diego masih dengan bingung.
Carlo menghapus air matanya, lalu berucap, "aku rindu Ibuku, kue ini rasanya persis seperti buatannya. Enak sekali."
"Tenang lah, orang tuamu sudah tiada. Kalau kau mau kue lagi aku akan mengatakannya pada Ibuku, supaya dia membuatnya."
"Terima kasih."
Mungkin Diego berpikir bahwa Ibu yang dimaksudnya adalah keluarga Alfonso yang telah tiada, padahal ia merindukan ibunya di dunia sebelumnya.
Meskipun dulu ibunya keras dan kasar, tetapi ia pandai membuat kue. Rasanya juga begitu enak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments