Namanya Loren Darkha seorang mantan militer Kekaisaran yang pensiun dini setelah kakinya patah, kini ia menjadi seorang pengajar keahlian pedang di Akademi Sihir.
"Sebagai seorang penyihir mempelajari beladiri dan ilmu pedang itu juga harus, karena tak selamanya sihir kalian cukup untuk digunakan dalam medan pertempuran." Begitu ujar Loren saat membuka kelasnya untuk pertama kali setelah satu bulan Akademi itu menerima murid baru.
Seorang murid mengangkat tangannya, lalu bertanya pada Loren, "kapan kita akan melakukan pertempuran, Guru? Karena selama ini Kekaisaran selalu aman."
"Kita tidak pernah tahu kapan hal itu terjadi, bisa saja musuh ataupun pemberontakan saat ini tengah menyusun rencana menyerang Kekaisaran. Kalian sebagai seorang murid Akademi Sihir harus bersiap untuk itu," kata Loren. "Lagi pula setelah ini kalian akan banyak sekali misi, di luar sana tidak ada guru yang akan mengawasi dan membantu kalian, jadi berjuanglah seorang diri."
Carlo mendengar hal itu dari kejauhan, selama ini ia memang tak pernah belajar ilmu pedang, tetapi jika beladiri ia sudah melakukannya sejak masih duduk di bangku sekolah.
Bahkan, karena pandainya ia beladiri hal itu menjadi masalah untuk teman-temannya.
Sebagai anak yang sejak kecil tinggal di pinggiran kota Roma dan hidup berkecukupan, ia sering memalak teman-teman sekelasnya demi uang jajan.
Beberapa dari mereka melapor pada guru dan Carlo mendapat masalah.
Sang ibu, orang tua satu-satunya yang memiliki sifat kasar dan keras mendapat panggilan dari gurunya langsung turun tangan sendiri menerbitkan Carlo.
Jika dibayangkan Carlo bisa langsung merinding, saking menakutkannya.
Bahkan jika malam Halloween tiba saat semua anak memakai kostum monster demi sebuah permen, ia memilih memakai topeng ibunya.
Carlo memakainya diam-diam tanpa sepengetahuan sang ibu, jika ketahuan maka ia pasti dalam masalah.
"Sekarang kalian akan berlatih menggunakan pedang yang kalian mau, tetapi sebelum itu gunakan alat ini."
Loren membagi sebuah gelang yang tak lain alat penangkal sihir pada semua anak muridnya, supaya mereka bisa fokus latihan tanpa menggunakan sihir.
Carlo memakainya, tetapi ia tak merasakan apapun pada tubuhnya.
[Konfirmasi Alat Sihir Tak Berpengaruh, Sihir Dinonaktifkan Sementara]
Carlo melakukan hal itu supaya seperti anak-anak di sana.
Setelah itu mereka pun mengambil pedang masing-masing yang telah disediakan, setiap anak memiliki lawannya untuk bertarung.
Nilai akan didapatkan jika dari mereka bisa menjatuhkan lawannya.
Loren yang mantan militer mengajar sedikit keras, Carlo bahkan terkena pukulan di punggung karena dianggap terlalu lemah.
Namun, akhirnya ia mendapat poin karena menang setelah menjatuhkan lawannya.
Setelah cukup lama, pelajaran itu berakhir. Semua murid kembali ke kelas mereka untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
Saat semua murid sudah kembali ke kelasnya, Loren menuju ruangan kepala sekolah.
"Anda memanggil, saya?" tanya Loren begitu sampai di ruangan Leonarda.
"Anak-anak kelas menengah akan melakukan misi latihan dan perburuan, aku ingin kau mengawasi mereka," kata Leonarda.
"Bukankah mereka memiliki wali kelas untuk mengawasi mereka?"
"Torah membutuhkan bantuan, ia tak bisa melakukannya seorang diri. Anak-anak bangsawan itu harus dijaga dengan ketat selama berada di Akademi ini."
Loren ingin sekali menolak perintah Leonarda itu, tetapi ia tak mungkin melakukannya, karena tanpa Leonarda ia saat ini mana mungkin berada di Akademi itu sebagai seorang diri.
Bagi Loren tak ada anak bangsawan ataupun rakyat biasa, mereka harus sama-sama hidup mandiri.
Usia mereka sudah 15 tahun, bukan lagi waktunya merengek dan bermanja.
Loren akhirnya menyetujui hal itu, tanpa tolakan apapun. Ia lalu pergi dari sana dan kembali ke tempatnya.
*
Pada tengah malam Carlo terbangun setelah mimpi buruk yang ia dapati. Carmen datang ke mimpinya dengan menangis, tangisan itu begitu menyayat hati.
Carlo hanya bisa menarik nafasnya, karena ia tahu itu kesalahannya, ia tak bisa menjaga Carmen sepenuhnya selama masa-masa sulit bersama.
Carlo sudah menganggap Carmen seperti saudara kandungnya, meskipun mereka tak terikat darah, walaupun begitu bersama Carmen ia menemukan arti keluarga yang sesungguhnya.
Ia memang memiliki kekuatan yang hebat, tetapi ia tak bisa membuat Carmen kembali hidup seperti manusia lagi.
Sistem mengatakan bahwa Carmen bisa bangkit kembali, tetapi layaknya mayat hidup.
Jelas Carlo tak mau akan hal itu, yang ia inginkan Carmen saudara perempuannya, dan bukan zombie.
Carlo lalu bangkit dari tidurnya, menatap keluar jendela saat bulan berjalan ke arah barat.
Lalu tanpa sengaja Carlo melihat sebuah bayang hitam di kejauhan, seperti seseorang yang tengah menggali lubang.
Carlo memperhatikannya, kenapa begitu malam ada orang di sana.
Tanpa berpikir panjang Carlo keluar dari kamarnya dan menuju lantai dasar dengan pelan-pelan. Ia tak mau penjaga asrama mengetahuinya bahwa ia keluar semalam ini.
Begitu sampai di pintu luar asrama, Carlo mengambil lampu gantung di dekat sana dan membawanya mendekati orang itu.
Carlo berjalan mengendap-endap, orang itu masih di sana dan seperti sedang mengubur sesuatu.
"Tuan Arthur?" panggil Carlo meyakinkan bahwa yang dilihatnya memang Arthur.
Arthur tersadar dan kemudian berdiri.
"Carlo, apa yang kau lakukan pada malam begini?" Arthur balik bertanya.
"Bukankah seharusnya aku yang bertanya, apa yang Tuan Arthur lakukan di sini? Menggali atau menguburkan sesuatu?"
"Ah itu. Aku menguburkan kucingku yang mati tadi sore."
"Kenapa bisa mati?"
Arthur mendekati Carlo, meraih punggungnya dan mengajaknya berjalan menjauh dari sana.
"Tiba-tiba saja mati, mungkin diracun seseorang."
"Jahat sekali orang itu sampai meracuni hewan tak berdosa seperti itu."
"Begitulah, meskipun tanpa dosa, tapi bukan berarti tak dianggap mengganggu." Begitu kata Arthur. "Kau sendiri kenapa bangun?"
"Aku mimpi buruk, jadi aku terbangun," jawab Carlo.
"Mimpi buruk, ya. Ah, sebentar." Arthur merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu. "Ini namanya batu zokras, dikatakan bisa menangkal mimpi buruk, karena bagian dari dunia mimpi."
Carlo menerima baru hitam mirip kerikil dengan ukuran seibu jari itu dari Arthur.
[Konfirmasi Tak Ada Sihir Terdeteksi]
"Aku tak merasakan sihir apapun di sini."
"Benarkah?" Arthur seolah terkejut setelah Carlo mengatakan hal itu. "Sial, padahal aku membelinya mahal di toko alat sihir, mentang-mentang aku tak memiliki sihir, aku ditipu. Aku akan mengembalikannya besok."
Carlo malah menyeringai dan tersenyum, lalu berucap, "tak perlu, biar aku saja yang menyimpannya. Mungkin batu itu memiliki kegunaan yang lain."
"Benarkah? Tapi, aku rugi dua golddy."
"Aku akan menggantinya nanti."
"Tak perlu, aku sedang senang hati memberikannya padamu."
Carlo mengangguk. Setelah obrolan itu Carlo kembali ke kamar asramanya, begitu juga Arthur yang kembali ke perpustakaan.
Meskipun sudah begitu larut, seharusnya Arthur kembali ke rumahnya yang tak jauh dari Akademi.
Sesampainya Carlo di dalam kamarnya, ia menaruh batu zokras itu di bawah bantal dan ia kembali tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
grey
si arthur ini agak sus ya gk sih??
2022-12-27
0
Eros Hariyadi
cuakeepp... Thor, walopun terkesan agak lambat, namun gw sukak...😄💪👍💪💪
2022-12-12
0