...~•Happy Reading•~...
Di tempat lain ; Setelah tiba di tempat parkir rumah sakit, Marons dan Kaliana melepaskan sabuk pengaman. Namun Kaliana jadi terdiam mendengar apa yang dikatakan Marons. Sekecil apapun ucapan atau tindakan Marons, tidak luput dari pengamatan Kaliana.
Kaliana turun dari mobil dan berjalan cepat sambil mengajak Marons untuk mengikutinya ke tempat pendaftaran pasien baru. Setelah mendapat nomor antrian, mereka duduk berdampingan menunggu dipanggil. Hal yang tidak pernah dilakukan oleh Marons, tapi diikuti tanpa protes.
Marons hanya duduk diam sambil menunduk memikirkan apa yang sedang terjadi dan yang dikatakan Kaliana. Dia harus menceritakan hal kecil yang terjadi dan dicurigai sebelum dan selama terjadi peristiwa meninggal istrinya.
"Kalia... " Ucap Marons tiba-tiba. Dia sangat senang memanggil Kaliana dengan nama itu. Selain nyaman memanggilnya, respon Kaliana yang lembut menyenangkan hatinya.
"Yaa, Mas..." Jawab Kaliana spontan, tanpa bisa dicegah. "Uuuuuppsss... Maaf, Pak. Gimana? Perlu sesuatu?" Tanya Kaliana untuk menutupi jawaban spontannya. Dia tidak bisa mengontrol pikiran dan mulutnya saat mendengar suara Marons memanggilnya dengan nama tersebut.
"Karena kita hanya berdua, boleh bicara tidak formal? Sebagaimana saya dan Danny. Kalau kami hanya berdua biasa saling memanggil nama. Aku berharap, kita juga bisa seperti itu. Agar aku bisa merasa nyaman membicarakan hal pribadi denganmu" Marons berharap Kaliana mengerti. Dia tidak suka membicarakan hal pribadi dengan orang lain.
Sekarang Kaliana akan sering berkomunikasi dengannya untuk menyelesaikan kasus ini dan dia juga harus membicarakan hal yang pribadi dengannya. Sehingga dia perlu mengakrabkan diri dengan Kaliana, agar bisa berbicara terbuka.
"Bagaimana baik menurut Pak Marons saja. Tapi saya agak sungkan memanggil nama. Jadi saya akan menyesuaikan panggilan." Ucap Kaliana yang mengerti maksud Marons. Dia menyadari, Marons tidak mengenalnya. Sehingga dia harus berhati-hati dalam berucap dan berlaku.
"Sebagaimana tadi kau katakan aku harus mengatakan hal yang kecil diantara aku dan almrh, aku akan berusaha untuk menceritakan yang aku tahu dan tolong cari pembunuhnya. Aku merasa ada yang tidak benar dengan kehidupan istri saya. Yang aku tahu, malam itu dia keluar, tetapi tidak memberitahuku, atau minta ijin dariku." Ucap Marons yakin sambil melihat Kaliana.
"Dari mana Pak Marons tahu, kalau korban keluar rumah? Dan apakah Pak Danny tau hal ini?" Tanya Kaliana terkejut dengan kesimpulan Marons. Sedangkan Danny tidak mengatakan apa-apa tentang itu.
"Aku belum bicara dengan Danny. Tadi karena kau katakan untuk menceritakan hal-hal yang kecil dan pribadi, aku jadi teringat itu. Salah satunya yang baru terjadi itu." Ucap Marons serius.
"Aku tau dia keluar rumah, dari pakaian yang dia kenakan saat jenasahnya ditemukan. Saat aku berangkat tidur, dia tidak mengenakan pakaian itu. Hanya singlet dan celana pendek. Tetapi yang dikenakan saat jenasah ditemukan memakai pakaian formal yang sering dipakai saat keluar rumah." Ucap Marons serius. Kaliana mendengar dengan serius dan mencatat semua yang dikatakan Marons.
"Jadi aku tarik kesimpulan, dia keluar rumah malam itu saat aku sedang tidur." Ucap Marons yakin. Kaliana melihat Marons dengan serius sambil berpikir cepat untuk menganalisa informasi yang disampaikan Marons.
"Baju yang dikenakan korban Pak Marons lihat dimana? Apakah polisi sudah memberikan semua barang korban?" Tanya Kaliana, karena biasanya jenasah yang diautopsi sudah tidak mengenakan pakaian.
"Aku penasaran, kenapa dia bisa meninggal di luar. Kalau dalam rumah, mungkin ada pencuri yang masuk. Jadi aku minta lihat foto jenasah saat ditemukan oleh polisi. Saat melihat fotonya, aku tarik kesimpulan dia keluar rumah malam itu. Jika dia hanya berada di sekirar rumah tidak mungkin mengenakan pakain seperti itu. Nanti saat kau melihat fotonya, kau akan mengerti maksudku." Marons menjelaskan.
"Kalau begitu, nanti tolong gambarkan pakain yang dikenakan saat terakhir melihatnya malam itu kepada saya. Sekarang kita periksa tangan ini dulu, baru kita urutkan yang terjadi malam itu." Kaliana jadi excited dengan apa yang disampaikan Marons. Sebuah fakta baru yang dapat membuka gambaran tentang peristiwa tewasnya Rallita. Marons menganguk mengerti tentang permintaan Kaliana.
Tidak lama kemudian nomor antrian mereka dipanggil untuk masuk ke ruangan dokter. Saat berada di ruang pemeriksaan, Marons kembali menggulung tangan kemejanya. Kaliana memasukan tangan di dalam kantong rompi, lalu mengaktifkan alat perekam.
"Pak Marons belum pernah mengobati ini?" Tanya dokter setelah melihat luka di tangannya.
"Hanya memberikan salep saja, dok." Jawab Marons singkat.
"Apa anda tidak demam?" Tanya dokter lagi.
"Demam di awalnya saja, dok. Tapi saya minum obat." Jawab Marons lagi, tanpa mengatakan dia minta resep obat demam dari temannya, dokter Yogi.
"Dokter, tolong jelaskan kepada saya mengenai luka ini. Menurut dokter, luka ini sudah berapa lama terjadi?" Tanya Kaliana serius, sambil menatap dokter tanpa melihat Marons. Dokter yang melihat keseriusan Kaliana, langsung menjawab sesuai diagnosisnya.
"Luka ini sudah terjadi dari dua sampai tiga hari lalu." Ucap dokter yang masih memeriksa luka Marons.
"Dokter yakin luka ini bukan baru terjadi kemarin atau tadi malam?" Tanya Kaliana lagi. Sebenarnya untuk mata awamnya dia bisa tahu itu luka agak lama, tetapi dia butuh diagnosis dokter untuk menguatkan buktinya.
"Saya yakin, bukan baru terjadi. Dilihat secara awam juga bisa tau itu. Ini pinggirannya sudah coklat. Belum kering bagian tengah, karena tidak minum obat dan tidak dirawat dengan baik." Ucap dokter yakin. Kaliana menarik nafas pelan.
"Dokter bisa bantu membuat foto luka ini dan ada keterangan medisnya sesuai diagnosis dokter tadi?" Ucap Kaliana lagi. Dokter mengangguk, lalu berdiri mengambil obat hendak membersihkan luka di tangan Marons.
"Maaf, dokter. Tidak usah diobati. Cukup berikan yang tadi saya minta dan resep untuk diobati di rumah." Dokter tidak mengerti maksud Kaliana, tapi memberikan yang diminta. Dokter menuliskan resep obat yang dibutuhkan lalu berikan kepada Kaliana.
^^^Dokter berpikir, Kaliana adalah keluarga Marons dan ada terjadi pertengkaran di dalam keluarga yang mengakibatkan luka, sehingga butuh diagnosisnya.^^^
"Pak, tolong ke apotik di luar tadi untuk beli obat ini, ya. Saya ada perlu sebentar dengan dokter." Bisik Kaliana serius. Marons mengangguk mengiyakan lalu mengambil resep dokter dari tangan Kaliana. Kemudian dia keluar meninggalkan ruangan setelah menyelesaikan administrasi.
Setelah ditinggal Marons, Kaliana menunjukan kartu namanya kepada dokter lalu menceritakan kenapa dia meminta diagnosis dan foto medis. Dokter mengangguk mengerti dan makin memperjelas, lalu berkata kepada Kaliana bahwa luka itu memang sudah lebih dari dua hari. Namun luka itu belum sembuh, karena orangnya kurang telaten mengobati.
Melihat kebaikan hati dokter, Kaliana meminta surat rujukan untuk memeriksa Marons selanjutnya di rumah sakit tersebut. Kaliana keluar dari ruang pemeriksaan dokter dengan hati sedikit lega.
"Pak Marons, mari ikut saya sebentar." Ucap Kaliana, melihat kantong obat sudah ada di tangan Marons, berarti obatnya sudah dibeli. Dia mengambil obatnya, lalu dimasukan ke dalam tasnya.
Marons berdiri lalu berjalan mengikuti Kaliana. "Kenapa kita kita ke arah sini? Bukannya kita mau ke tempat Yogi?" Marons tidak mengerti, karena Kaliana mengajaknya ke arah Laboratorium. Sedangkan dia sudah mengambil ponsel mau hubungi Yogi.
...~***~...
...~●○¤○●~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴
sudah berapa kali kamu kaliana keceplosan manggil marons mas 🤭
2023-01-12
3
lupa🎃
penuh teka teki , pasti banyak melibatkan orang banyak ini, ..
2022-11-22
3
рaᷱyͥmͩeꙷnͣᴛ⁰³🇮🇩
hmm, Marons dan kailana bisa jadi pasangan
2022-11-21
4