"Dengar aku, mulai hari ini kau tidak boleh menutup wajahmu di depanku, karena kau sudah menjadi istriku"
"Akan kututup, jika kedua pria itu berada disini" bantah Subha memberanikan dirinya.
Ead tidak menjawab karena kehadiran Louis serta Roy sangat berguna bagi dirinya, keduanya harus ada untuk membantu pekerjaannya. Lalu bagaimana Ead bisa menyetujuinya?
"Apa gunanya kain itu? Lagipula dengan kain itu kau hanya akan kesusahan... Makan susah, berjalan susah, bahkan bersosialisasi saja juga susah"
Subha menelan ludahnya sedikit kasar mendengar penuturan Ead yang tidak mengenakan, "Bagaimana kesan pertama saat kau melihat wajahku?"
"Ku akui cantik"
Subha mengangguk seraya tersenyum, "Itulah alasan aku menutup wajahku. Kita tidak tahu mata pria mana yang akan melihat kita, dan setiap pria memiliki pikiran yang berbeda-beda. Ada yang memiliki pikiran kotor dan ada yang sebaliknya"
"Kalau begitu aku berada di mana?"
"Pria dengan pikiran kotor"
Jawab Subha dengan polos seraya mengulum senyumnya, namun mimik wajah Ead yang semula tersipu berubah datar tak menampakan ekspresi sama sekali.
Ead berdecih seraya tangan berkacak pinggang, "Bagaimana bisa kau menyimpulkan aku seperti itu?"
"Bisalah, nyatanya lihat... Kau langsung menikahiku tanpa meminta ijin kepada kedua orang tuaku. Bukankah itu hal yang buruk?"
Kening Ead berkerut melihat wajah pemberani Subha dalam menyindir dirinya, wajah yang sama seperti waktu dimana pertama kali mereka bertemu. Hal itu membuat Ead tersenyum kecil, nyaris abstrak.
Ead jadi tahu bagaimana membangunkan suasana hangat dalam diri Subha, yaitu mengajaknya berbicara non formal. Subha ini masih muda, sementara dirinya jauh lebih tua hingga pikiran keduanya tentu beda, maka dari itu Ead harus menyamakan pikiran Subha jika ingin berbicara bebas dengannya.
"Yang penting aku sudah menikahimu, menjadikan segalanya milikku"
Subha kembali diam serta memainkan pita putih yang melilit perut datarnya, memberikan respon biasa saja tanpa senyum maupun datar. Namun dapat dilihat jika mimik wajahnya sedikit berubah.
Ead kembali memikirkan topik lain untuk membangunkan semangat istrinya, "Jika kau memakai kain itu lalu bagaimana caranya kau makan?"
Wajah Subha kembali menunduk, menyadari jika ia sudah lama mempertontonkan wajah telanjangnya.
"Menggeser bagian bawah niqab dan memasukan makanannya"
"Lalu kalau kotor bagaimana?"
"Tergantung makan apa dulu, kalau yang mengandung kuah memang agak susah" jawab Subha masih menundukkan kepalanya kebawah, melihat pantulan Ead dari lantai.
Ead ingin sekali bercerita serta mendengar Subha bercerita. Rasa rindu kepada adiknya dapat ia salurkan bersama Subha, namun sayangnya Ead memiliki banyak pekerjaan.
"Aku ada pekerjaan lagi, jadi jangan menungguku"
"Kau... Akan kemana?"
Ead hanya diam tanpa jawaban, membiarkan Subha penasaran dengan pekerjaan suaminya. Menurut Ead, Subha masih orang baru sehingga belum waktunya ia tahu mengenai hidupnya.
"Kau akan tahu jika sudah waktunya" jawab Ead singkat lalu melenggang dari hadapan Subha, namun dengan gesit Subha menahan tangan kekar Ead.
Seketika Ead tidak bergerak dari tempatnya saat jari-jemari lentik Subha melingkar di lengannya. Pertama kalinya Subha menyentuh dirinya.
Cup
Tubuh Ead semakin membeku bagai batu kala bibir tipis Subha mencium punggung tangannya. Bibir Ead bergemetar bingung memberikan respon apa, sementara wajahnya malam memerah padam.
"Assalamualaikum"
"Hah?... Hemm... ya" Ead tidak tahu harus membalas bagaimana, hanya kata itulah yang dapat ia keluarkan saat canggung melanda.
"Kalau aku bilang Assalamualaikum, kamu jawab walaikumsalam"
"Wa-walaikumsalam"
Jawab Ead bergegas membawa tubuhnya yang hampir bingung untuk keluar meninggalkan Subha, membiarkan Subha tidak sadar tengah tersipu mendapati respon suaminya.
Entahlah kenapa Subha menjadi gampang baper begini, mungkin ia baru tahu jika berbicara dengan pria baru itu sangatlah seru. Karena selain Alham dan Abi tidak sekalipun Subha mau berbicara dengan pria lain.
_____
14:00
Tuuut
Tuuut
Tuuut
Suara lengkingan kereta api terdengar di stasiun Obra titik 1, menandakan kedatangan serta keberangkatan kereta gerbong yang siap mengangkut penumpang.
Kedua pria dengan setelan toxedo hitam serta topi Panama berdiri ditengah-tengah kerumunan. Keduanya tengah menunggu kereta yang akan mereka naiki untuk membantunya membawa satu buah koper ke kota Astana.
"Tidak ada yang tertinggal, kan?"
"Tidak ada. Oh iya, Zlander akan menyambut kita saat sudah sampai di Astana. Ia juga sudah menyiapkan puluhan pasukan sebagai penjagaan" tutur pria bertubuh gemuk serta bulu halus memenuhi dagu dan kumisnya.
Saat gerbong D sudah berada tepat didepannya, mereka pun segera masuk serta mencari keberadaan kursi yang cocok untuk mereka beristirahat serta menyamarkan identitasnya.
Keduanya melihat dua kursi panjang yang saling berhadapan tanpa pemilik, merekapun berjalan melewati sulitnya rerumunan untuk dapat sampai ke kursi tersebut.
Tuuuuuuutt
Lengkingan suara kereta tersebut kembali terdengar, memberikan pertanda kepada kondektur kereta api dan PPKA bahwa kereta api sudah siap untuk diberangkatkan.
Pelan-pelan... Kereta yang mereka tumpangi meninggalkan stasiun hingga melewati area tanah yang gersang.
"Kau mau?" Tanya pria kurus dengan kumis tebal, menawarkan cerutu rokok untuk mengisi kebosanan merekam.
Pria gemuk tersebut menerimanya, serta menyalakan rokoknya sama-sama. Keduanya larut akan kenyamanan dari rasa tembakau serta angin panas dari jendela kereta yang terbuka.
Beberapa menit berlalu datanglah tiga pria dengan jaket denim berbeda warna. Ketiga pria tersebut tanpa permisi ataupun ijin langsung duduk di kursi depannya, sehingga membuat mereka menjadi saling berhadapan.
Para pasang mata mereka saling pandang dengan sorot mata yang menajam serta kelam, seakan tengah memendam sebuah dendam yang berkelanjutan.
Ketiga pria itu merupakan Ead, Louis serta Roy. Ketiganya nampak duduk santai didepan mereka namun tatapan mata mereka saja yang tidak dapat santai. Sorot mengintimidasi itu terkesan melekat dalam diri ketiganya.
Lama... Kedua pria itu mulai merasakan hawa yang aneh dari ketiga pria yang terus memperhatikan, itu pasti. Apalagi pakaian mereka nampak seseorang yang menginginkan sesuatu.
Kedua pria yang ada didepannya saling memberikan bisikan lewat bibir ke telinga tanpa Ead tahu maksudnya.
Kedua pria itu mulai beranjak ingin pergi mencari kursi yang lebih nyaman setelah melempar cerutunya ke luar jendela.
Melihat itu membuat Ead tidak bisa tinggal diam, iapun segera menahan tangan pria gemuk tersebut. Namun ternyata pria gemuk tersebut sudah menyiapkan belati tajam untuk berjaga-jaga jika Ead memulai aksinya.
Dengan gesit pria gemuk itu menyayat tangan pria yang berani memegang lengannya.
Srett
Hampir saja belati itu menyayat tangan Ead saat ia langsung melepas lengan itu. Hal itu membuat para penumpang histeris saling memeluk merasa takut, serta membongkar penyamaran para pria yang sedang menjalankan misi.
Srett
Bugh
Pria gemuk itu kembali mencoba menyayat wajah Ead namun dengan gesit nya sang dominan memundurkan kepalanya, lalu menyikut keras punggung pria itu hingga menubruk kursi yang baru mereka tinggalkan.
Pria kurus yang menyaksikan itu juga tidak bisa tinggal diam saat melihat rekannya kalah dalam sekali pukulan. Ia segera mengeluarkan belati yang ada di jasnya lalu mencoba menusukan tepat diarea leher, namun lagi-lagi Ead satu langkah lebih dulu dengan menahan pergelangan tangan pria itu dan memelintir kebelakang. Punggungnya dipukul supaya berlutut.
"Tenang semuanya... Kami hanya bermain-main saja" teriak Ead berpura-pura saat melihat para penumpang saling melempar takut.
Ia menyandera pria bertubuh kurus dan Louis serta Roy bertugas mengurus pria gemuk yang susah untuk diam.
Di gerbong sebelah, merupakan tempat sebuah persembunyian para pasukan musuh. Mereka semua sudah siap menembakan peluru ke kepala Ead jika pria kurus itu tidak melakukan pekerjaannya dengan baik.
Ada lubang khusus serta kamera pengintai di pintu penghubung antara gerbong D dan E. Di gerbong E itulah para pasukan penembak melihat segala sesuatu yang Ead lakukan. Seakan semua sudah di setting untuk memancing sang Dominic datang dan menghancurkannya.
"Dimana kau melihat Adikku? Dimana tuanmu menyembunyikan Adikku?" Sentak Ead menguatkan plintiran nya.
"Akhirnya kau masuk dalam perangkap ku, Dominic"
One
Two
Three
Dorr
...To be continued...
...Tidak bermaksud menghina atau menjelekan pihak manapun, dimohon kerjasamanya....
...Jangan lupa vote......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Ruk Mini
💪👍👍👍
2024-03-16
0