Sebelumnya...
Malam ini gadis baru yang memiliki julukan Ragazza Velenoso itu tengah meringkuk di pojok tembok seraya menangisi takdirnya. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya menjalani kehidupan kotor dan hina ini.
'Bagaimana aku bisa sampai disini? Umi dan Abi, maaf jika Subha melakukan kesalahan sewaktu bersama kalian sehingga berimbas pada kehidupan Subha.'
Lelehan bening dari kedua mata biru itu tiada henti menetes, bahkan tidak mau berhenti saat matanya sudah hampir membengkak hitam.
Dari kejauhan Subha melihat pegawai wanita tempat ini menaruh telponnya diatas meja saat antingnya terlepas. Melihat itu Subha memiliki kesempatan untuk mengambilnya.
Iapun berjalan mengendap-endap mendekati ponsel itu lalu mengambilnya pelan. Sejauh ini sepertinya aman.
Setelah itu Subha bersembunyi didalam ruangan minim pencahayaan untuk dapat leluasa menelpon pihak rumah.
"No kak Alham berapa ya?"
"0... 3...6 atau yang ini 2 dulu?"
"Ya Allah bantulah aku."
Jari-jari Subha gemetaran mencoba mengetik no yang ada di telpon, takut jika ketahuan.
"No kak Widia, aku selalu ingat no kak Widia."
Segeralah Subha mengetik no Widia di ponsel tersebut, karena memang hanya no widia yang Subha ingat.
In call
"Hallo, siapa ya?"
"Kak, ini Subha"
Widia membeku mendengar suara gadis yang tidak ia sukai. Suaranya lantang membuat Widia takut jika Umi mendengarnya.
"Kak, ini Subha..." Sementara gadis ini merasa terharu mendengar suara calon kakak iparnya, seakan menemukan penolongnya.
Kembali ke tempat dimana Widia menjadi bingung harus menjawab apa disaat Umi terus memperhatikannya.
"Siapa Widia?" Tanya Umi Riverlyn lagi.
"Ah Umi, Wi-widia juga nggak kenal Umi. Nggak jelas... Suaranya putus-putus." Jawab Widia didengar oleh Subha.
"Kak Widia... Kak ini Subha kak..."
"Hallo... Siapa ya? Kok nggak ada suaranya." Widia menghiraukan suara Subha hingga menutup telponnya.
"Kak... Kak Widia ini Subha, kak tol---"
Srettt
Telpon di tangan Subha akhirnya dirampas saat sang penguasa tempat mengetahui tindakan dilarang ini. Hal itu membuat tubuh Subha kembali gemetaran.
Plak
Wajah Subha seketika menoleh kearah kiri saat telapak tangan itu mendarat di pipi kanannya, menjadikan noda darah menghiasi bibirnya.
"Aku ingin keluar dari tempat ini."
"Tidak malukah dirimu setelah menelpon secara sembunyi-sembunyi, menghina Nyonya Vionesta dan sekarang... ingin keluar?"
Diran selalu dibuat tertawa jika menyangkut permohonan keluar dari setiap gadis-gadis bodoh ditempat ini. Sementara Subha hanya bingung serta menahan sakit di ujung bibirnya.
Brakk
Tubuh Subha membentur meja biliar tepat dibelakangnya hingga terguling ke lantai. "Beraninya kau menyakiti perasaan Nyonya Vionesta? Dan sekarang kau memintaku untuk mengeluarkanmu?"
Diran menampar bahkan menendang tubuh Subha, ditambah wanita ini menjambak rambut kepala Subha hingga menengadahkan kepalanya.
Sungguh, Subha tidak pernah diperlakukan keji seperti ini. Jangankan menyiksa bahkan Abi serta Umi Akthakarta tidak pernah sekalipun melayangkan tangannya.
"Gara-gara dirimu Nyonya Vionesta enggan untuk datang kemari, kau mengusir salah satu pelanggan setiaku. "
"Aku... Aku tidak melakukan kesalahan, hubungan wanita dengan wanita sangatlah haram."
"Aku tidak peduli dengan semua itu." Ujar Diran kembali menyiksa Subha habis-habisan. Ia sudah geram selalu melihat perilaku pembangkang dari gadis ini.
Diran melihat sebilah pisau menancap di buah apel yang terletak diatas meja. Dengan segera ia mencabutnya.
"Jika wajah cantikmu tidak bisa menjadi keberuntungan untukku... Lebih baik wajahmu rusak karenaku." Diran mengangkat tinggi-tinggi pisau yang ada ditangannya.
Srett
Pisau itu berhasil menyayat saat Subha menolehkan wajahnya melihat Diran. Darah bercucuran dari pipi wanita yang menghalangi Diran.
Seketika suasana menjadi hening, ketika para manusia seharusnya melihat pipi Subha yang tersayat namun malah wanita berambut pirang yang menjadi korban.
"Leiska?"
Leiska, wanita berkulit putih khas Eropa serta rambut keriting panjang itu menolong Subha hingga pipinya terpaksa menjadi sasaran.
"Jangan sakiti gadis ini. Dia tidak salah, dan dia hanya perlu belajar untuk menerima hal baru seperti ini."
"Kau tahu apa mengenai belajar? Belajarlah bersolek supaya saat Tuan mu datang, dia senang."
Diran menoyor kepala Leiska dengan jari telunjuknya, mengabaikan luka berdarah di pipi kanan.
"Itu urusanku, dan itu juga pilihanku... Dia sendiri yang memilihku, dia juga yang akan menanggung segala bentuk resiko."
"Wah, Wah, Wah... Luar biasa Leiska... " Sorot mata Diran tiba-tiba menajam, "Kenapa dia masih menggunakanmu saat kau tidak mengurus wajahmu seperti ini."
Leiska menghela nafasnya rendah, "Aku akan mengajarinya, sampai saat dia jelek pun pria tetap mau bersetubuh dengannya."
"Semua itu tergantung bagaimana kita melayaninya... Cantik saja belum cukup," bisik Leiska di telinga Diran, hingga mengedipkan sebelah kanan matanya.
Leiska membantu Subha yang masih ketakutan untuk berdiri.
Subha yang melihat luka goresan itu tidak bisa tinggal diam terlebih wanita ini sudah mau membantunya. "Ka-kau terluka... Aku akan mengobatimu"
"Tidak perlu" tolak Leiska atas tawaran baik Subha seraya berjalan meninggalkan gadis itu dibelakang.
Keduanya meninggalkan wanita pemilik Ayel Lesi yang masih diam mendengar ucapan mengejutkan dari bawahannya.
"Wanita Jal---"
Bibir Diran bergetar karena menahan emosi yang membara dari dalam hatinya. Ingin sekali ia marah namun yang dibilang Leiska itu benar!. Mau bagaimana lagi!.
_____
09:00
Pagi hari ini seperti apa yang telah Diran ucapkan beberapa waktu lalu dimana Ayel Lesi akan kedatangan tamu istimewa dari Italia. Segala persiapan untuk penyambutan sudah mereka persiapkan dengan begitu matang.
Diran bersama dengan Ruksa menyambut kedatangan Ead dan para pengikutnya dari depan pintu. Keduanya nampak berdiri bersama dengan para pelayan untuk membuat Ead senang.
Namun saat ini tidak ada yang membuat Ead senang kecuali jika sudah bertemu dengan seseorang yang ia inginkan, hingga pria bertubuh kekar itu hanya memperlihatkan raut wajah kelam serta menyeramkan.
"Diran, ternyata Pria bernama Dominic itu terlihat rupawan ya"
"Sesuatu yang indah namun belum tersentuh oleh apapun." Jawab Diran tersenyum akan bisikan Ruksa yang berdiri dibelakang.
"Selamat datang, Tuan Dominic" sapa Diran menampakan senyum ramah.
"Hm"
"Silahkan masuk, kami sudah menyiapkan segala yang anda butuhkan"
Diran mengisyaratkan tangannya ke dalam untuk mempersilahkan Ead masuk, membuat Ead bergegas mengikuti arahannya. Namun Roy menahan.
"Ead telpon aku jika kau membutuhkanku, aku ada urusan sebentar dan Louis akan menunggu mu di luar."
"Hm"
Lantas Ead membiarkan Roy pergi dan ia memasuki tempat Ayel Lesi tersebut sendirian.
Kedua wanita yang sedari lama menunggu juga akhirnya mengikuti Ead dari belakang, meninggalkan para pasukan Ead yang berjaga di luar.
Sesampainya di dalam, seluruh sisi ruangan hanya dipenuhi dengan beberapa wanita saling bersenggama dengan menampilkan tubuh indah mereka serta obor besar sebagai penerang.
Ead bersama dengan Diran duduk di sofa berkapasitas dua orang namun keduanya tidak duduk bersama, keduanya menunggu Ruksa yang tengah memanggil gadis yang akan diberikan kepada pria Italia.
"Tuan... Bagaimana bentuk tubuh wanita idaman anda?" tanya Diran hanya ingin basa-basi.
"Memiliki dua kaki dan dua tangan serta kepala"
Diran terkekeh pelan mendengar lelucon garing dari pria berhati dingin ini, sementara Ead hanya diam tanpa ekspresi.
"Kalo sifatnya?"
"Seperti wanita..." Ead menekankan kalimat tersebut seraya menoleh kearah Diran, supaya wanita ini berhenti bertanya saat melihat raut wajah Ead yang seram.
"Hemm kal--"
Prang
Baru saja seorang gadis membentur obor besar hingga menumpahkan laharnya, bersyukur itu tidak menumpahi si gadis.
To be continued
Tidak bermaksud menghina atau menjelekan pihak manapun, dimohon kerjasamanya.
...Jangan lupa vote......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments