Louis hanya melaksanakan segala perintah Ead tanpa melawan satu kalipun, karena hanya itulah cara supaya ia dapat menebus segala hutang keluarganya.
"Tuan, sepertinya sudah banyak orang yang tahu jika anda sedang mencari seseorang."
"Pasti akan banyak orang yang mengaku-ngaku. Itu maksudmu?"
"Maaf jika saya lancang, Tuan." Nada Louis merendah serta pandangan wajahnya mengarah ke bawah. Takut jika hal itu menyinggung perasaan tuan nya.
Dari pada membicarakan hal itu lebih baik Ead merilekskan pikirannya dengan menikmati cerutu.
"Oh iya, bagaimana dengan Mia?"
"Mia tidak mau makan, Tuan. Sepertinya dia membutuhkan bayinya."
"Bukankah kau sudah mencarikan bayi pengganti?" Ujar Ead kepada Louis seraya berjalan menuju ranjang tidurnya.
"Dia tetap menginginkan bayinya."
"Aku sudah memintamu untuk memberikan anjing sebagai pengganti bayinya, kan."
"Insting seorang ibu sangatlah kuat. Dia hanya menginginkan bayinya, Tuan."
"Ayolah... Dia hanya seekor kuda"
Nada suara Ead meninggi membalikan tubuhnya melihat pria yang berdiri dibelakang. Selain patuh pria ini juga sangat ngeyel jika menyangkut kuda betina yang baru Ead bawa. Tahu gitu Ead tidak usah membawanya.
"Hewan ataupun manusia, mereka tetaplah ibu. Serigala yang buas saja tetap menyayangi bayinya. Begitu pula deng--"
Srett
Pyar
Satu buah guci terlempar mengenai dinding tepat dibelakang Louis berdiri, membuat Louis sadar telah mengatakan sesuatu yang menyakiti atasannya.
"Tu-tuan... Saya..."
"Jangan mengajariku tentang kasih sayang seorang ibu, kau tidak akan tahu apa-apa mengenai hal tersebut. Dia mengatakan sayang lalu membuktikannya dengan perilaku meninggalkan."
Ead bertutur rendah dengan tubuh kekar yang masih terbuka untuk berjalan mendekati pria yang sudah gemetar ketakutan dihadapannya.
"Coba kau tebak, itu bentuk sayang atau kebencian?"
Louis tidak menjawab. Ia tahu jawaban apapun tidak akan berpengaruh apa-apa, terlebih dirinya tidak tahu masalah apa yang menimpa sang tuan.
"Pergilah. Persiapkan keberangkatan kita ke Otrar, dini hari kita akan berangkat. Beritahu Roy mengenai hal ini."
"Baik, Tuan"
Lantas Ead memilih untuk meninggalkan Louis menuju kamar mandi. Membiarkan Louis melaksanakan tugasnya.
______
Kediaman Akthakarta
"Assalamualaikum,"
"Walaikumsalam..." Jawab beberapa orang tamu yang sudah duduk di sofa. Mereka semua menoleh melihat kedatangan Alham bersama dengan Widia.
Alham dan Widia yang tidak tahu apa-apa akhirnya membuat Umi Riverlyn mendatangi mereka untuk menjelaskan.
"Alham, Widia... Subha belum pulang dari rumah Fahima? Kenapa kau membiarkan gadis itu masih di luar?"
"Umi... Mereka siapa?" Tanya Alham merasa bingung melihat ruang tamunya penuh dengan orang-orang saling bercengkrama bersama Abi nya.
"Mereka dari keluarga Renanta... Waktu itu saat Nyonya Hasbi datang, Umi sama Abi sudah menghubungi keluarga Renanta. Beliau datang dengan maksud silaturahmi dengan keluarga kita, serta menemui Subha."
"Kok Umi nggak bilang Alham ataupun Subha?"
Jelas pertanyaan itu Alham lontarkan kepada Umi saat dirinya ataupun Subha tidak tahu mengenai hal tersebut. Terlebih saat ini gadis yang ingin keluarga Renanta temui malah menghilang entah kemana.
Umi Riverlyn segera menarik lengan Alham menjauhi ruang tamu, takutnya mereka mendengar suara lantang putranya, sementara Widia memilih menguping.
"Alham, Umi juga nggak tahu mereka akan datang malam ini. Mereka ingin mempercepat hubungan ini karena putra pertamanya yang bernama Frederick akan kembali ke Jerman 2 bulan lagi."
"Su-subha..."
"Alham dimana Subha?" Tegas Umi meminta Alham yang bingung untuk menjawab. Alham takut jika sesuatu yang buruk terjadi kepada Umi saat mengetahui bahwa Subha menghilang.
"Subha menghilang, Umi."
Umi menoleh melihat wajah Widia yang baru saja mendekat untuk menjawab pertanyaan yang tidak bisa Alham jawab.
"Apa? Alham bilang Subha di rumah Fahima."
"Alham----" Widia sempat ingin menjawab namun Alham menahan tangan Widia untuk berhenti berbicara.
" Umi... Alham akan coba cari Subha di kampus."
"Di kampus apa malem-malem begini?" Tiba-tiba nada suara Umi meninggi dengan raut wajah cemas dari balik cadar berwarna navy.
Beberapa orang yang ada di ruang tamu seketika menoleh melihat reaksi ibu dan anak itu yang terlihat cemas.
"Sebentar, Tuan dan Nyonya Renanta." Abi Rahman juga ingin tahu penyebab reaksi berlebihan dari istrinya.
"Ada apa, Alham?"
"Subha menghilang, Abiiii" jawab Umi Riverlyn dengan cepat serta lantang hingga suaranya terdengar sampai ke ruang tamu.
"Bagaimana bisa gadis itu menghilang?"
"Belum dikatakan menghilang jika belum 24 jam. Alham akan cari Subha di sekitar Almaty."
"Dimana Subha pergi sampai malam begini?" Sentak Abi Rahman kepada Alham Karena merasa jengkel dengan pria yang tidak pernah mendengarkan ini.
Sementara keluarga Renanta jelas tidak mau diam saja mengetahui kejadian buruk yang keluarga Akthakarta alami, mereka juga ingin membantu.
"Tuan Alham, apa yang terjadi?" Tanya pria muda yang hendak melamar Subha. Putra pertama keluarga Renanta, Frederick Jian Renanta.
"Maafkan kami atas ketidaknyamanan ini. Tuan Frederick dan juga seluruh keluarga renanta, sepertinya di keluarga kami sedang ada masalah. Putri kami baru saja menghilang."
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, Allahumma ‘indaka ihtasabtu mushibati, fa’jurni fiha wa ‘awwidhni minha." Ucap Frederick saat mendengar musibah yang baru saja Abi ucapkan.
"Aku akan segera cari Subha." Ujar Alham tidak mau berlama-lama dengan pembicaraan tidak penting ini. Sementara Widia sangat tidak rela jika Alham menemukan Subha lagi.
"Kau akan cari Subha dimana Alham? Ini sudah---"
"Kau diamlah Widia" sentak Alham kepada Widia didepan Umi dan Abi sekaligus didepan keluarga Renanta.
Seketika itu raut wajah Widia terlihat berbeda, jiwa angkuh serta kemarahan tanda tidak terima itu ia rasa, membuat Widia geram dengan sifat Alham yang terus membela Subha.
"Kenapa kau membentak Widia, nak? Lihatlah Widia ketakutan." Bela Umi saat melihat Widia menjadi diam.
"Tidak apa Umi," jawab Widia memperlihatkan senyum palsu serta menyembunyikan rasa malu.
Alham menghela nafas dalam-dalam, menetralkan emosinya untuk menahan ego didepan keluarga. " Maafkan aku, Widia. Aku harus pergi"
"Abi juga akan ikut mencari,"
Alham terdiam sekejap saat kekuatan renta pria itu teringat dalam benaknya. Apa Alham yakin membiarkan Abi nya yang tua ini untuk mencari Subha?.
"Baik, Abi."
Jawab Alham sembari meninggalkan Abi Rahman dibelakang. Namun tiba-tiba Frederick menyela.
"Tunggu Tuan Alham. Aku punya kenalan polisi, dia akan langsung membantu kita mencari Subha tanpa menunggu 24 jam." Ujar Frederick memberi tawaran untuk memudahkan Alham serta Abi Rahman mencari Subha.
"Baiklah, Mari... "
Akhirnya Alham memiliki seseorang sebagai bantuan. Dengan datangnya Frederick dapat memudahkan dirinya menemukan Subha. Seperti inilah gunanya menjalin silaturahmi dengan seseorang karena hal baik akan datang disaat yang tidak terduga sekalipun.
Setelah kepergian Alham beserta Abi dan Frederick, tiba-tiba telpon Widia berdering ditangannya. Hal itu membuat Umi Riverlyn beserta Tuan dan Nyonya Renanta melihat kearah Widia berada.
"Siapa, Widia?" Tanya Umi Riverlyn dengan harapan itu Subha yang menelpon.
Widia bergegas membaca nama yang tertulis di ponselnya.
"Tidak tahu Umi, tidak ada namanya." Jawab Widia menggeleng namun ia memilih mengangkat panggilan itu.
"Hallo, dengan siapa?"
"Kak ini Subha."
...To be continued...
...Tidak bermaksud menghina atau menjelekan pihak manapun, dimohon kerjasamanya....
...Jangan lupa vote......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments