Puluhan mata wanita berwajah telanjang itu menghunus lerung hati Ead. Mereka semua nampak cantik tanpa kain diwajahnya maupun kepala, memperlihatkan helaian rambut dengan warna yang berbeda-beda.
"Assalamualaikum, Ukhti."
Suara teduh wanita berambut hitam kemerah-merahan, dengan mata berkilau biru serta bibir pink tipis itu terlihat sangat menggoda. Ead pun segera mengalihkan pandangannya kearah lain saat wajah Subha hampir menghipnotis dirinya.
'*Berlian hidup' ucap Ead dalam hatinya, tak berani berucap keras. Entah mengapa dari sekian banyak wanita hanya Subha yang mampu membuat darahnya mendesir kuat.
"Sholat dhuhur. Segeralah ambil wudhu, kita jamaah sama-sama." Ucap Subha bersiap untuk melaksanakan sholat.
Namun wajah cantik Subha tetap kalah dengan apa tujuannya datang kemari, sehingga perkataan Subha tidak dipedulikan. Ead harus mencari seorang pria terluka yang menyelinap masuk kedalam tempat ini, supaya ia bisa membawanya serta pergi dari tempat asing ini.
"Hai Nyonya, kau mau kemana?" Ucap salah satu gadis yang sudah ada di shaf kedua saat melihat Ead hampir memasuki serambi laki-laki.
"Wanita muslimah dilarang memasuki tempat lawan jenisnya. Sebaiknya kau bersegeralah ambil wudhu" Subha kembali menghampiri Ead, karena perilaku Ead yang aneh membuat Subha curiga, apalagi tubuh jangkung wanita ini.
"Aku mencari seseorang yang terluka" akhirnya Ead memperlihatkan suaranya, membuat para gadis disana tertawa karena suaranya.
"Apa kau sakit tenggorokan?"
"Tidak"
"Kau pria?"
Ead terdiam. Kejelian Subha membuat Ead terpukau oleh dirinya, begitu jeli wanita ini dalam menganalisa gender seseorang hanya dilihat dari kedua matanya.
"Aku wanita. Mengenai suara ini, apa kau tidak pernah belajar ilmu biologi? Wanita bisa memiliki suara seperti pria karena tingginya kadar hormon testosteron. Kau hanya tahu jika hormon itu dimiliki oleh seorang pria saja? Sepertinya kau perlu lebih banyak belajar"
Para gadis itu menelan ludahnya kasar mendengar pengetahuan Ead yang seakan menampar otak kanan mereka. Kurang pintar!.
"Apa diantara kalian ada yang melihat seorang pria yang terluka?" Ead menjadi lebih pede setelah memberi mereka pemahaman. Dalam hatinya, tidak sia-sia dia mendengarkan guru biologi nya menjelaskan.
"Tidak, lagian tidak boleh ada pria masuk ketempat ini," Subha kembali menjawab, membuat Sargon jengkel.
"Kau jangan banyak bicara, kau terlalu sempurna untuk menanggung resikonya" ucap Ead dengan nada remeh.
"Mungkin dia sedang mencari suaminya"
"Karena terluka setelah di pukul, dia melarikan diri dan wanita ini mencarinya lagi. Biasa, jaman sekarang kan memang istri yang paling berkuasa."
"Heem, tapi emang wanita selalu benar sih"
Tak menjawab pertanyaan Ead, para wanita yang menggerombol dishaf paling depan itu malah menggosipkan dirinya.
"Subha, dia wanita yang sedang bertengkar dengan suaminya. Jangan ikut campur, dan kembali sholat," ajak seorang wanita yang sudah bersiap memakai mukenanya, Reilin.
"Iya bibi, ayo sholat saja. Shaf depan diisi dulu ya umi dan kakak-kakak sekalian " akhirnya Subha tidak mau ikut campur dengan urusan Ead.
Para wanita itu bergegas berbaris untuk menunaikan ibadah sholat, meninggalkan Ead yang hanya diam dengan mata liar mengamati keadaan. Wanita gadungan ini masih setia mencari pria yang tidak ia ketahui keberadaannya, bahkan ia jadi tidak yakin jika pria itu merupakan pria tulen.
'dia memasuki tempat yang dilarang ini. Jika memang dia terpaksa masuk maka penampilannya akan seperti diriku, kecuali jika dia wanita*!'
Mata Ead mengarah kepada gadis yang berdiri di shaf kedua. Gadis muda yang terlihat menonjol dari banyaknya wanita cantik disana. Entahlah, ia hanya suka jika melihat Subha.
Sementara orang yang Ead cari, ia memang bukan seorang pria. Dia juga ikut sholat bersama Subha dengan penyamaran yang begitu teliti.
Ead itupun keluar dari tempat terlarang ini, memperlihatkan wajah aslinya yang tertutup bulu halus didagu dan kumisnya. Ia kembali menjadi pria tulen dengan kegagahan yang nyata.
_______
Kediaman Akhtharkarta
“Assalamualaikum Umi, Subha pulang”
Setelah mengunjungi bibi reilin serta sholat berjamaah bersama, Subha memilih untuk kembali kerumah. Ia ingat jika kakak iparnya akan datang berkunjung.
“Masyaallah… Nona Subha,” salah satu pelayan yang bekerja itu merasa tidak enak karena melihat Subha membeli banyak belanjaan. Padahal itu sudah menjadi tugas mereka.
“Aduh bibi Risinta… tolong bantu bawa”
“Nona, kenapa Nona berbelanja? Inikan tugas saya,” Risinta si wanita baya ini langsung mengambil paksa barang bawaan Subha.
“Tidak apa-apa bibi, sekalian!. Lagi pula inikan untuk calon kakak ipar ku,” Subha merasa semakin panas hingga melepas niqab yang sudah lama menutup wajahnya, memperlihatkan wajah putih polos dengan peluh keringat.
“Hemm, nona sangat menyayanginya yah” goda Risinta sembari berjalan beriringan bersama Subha menuju dapur.
Subha hanya tertawa. Ia memang sangat menyukai calon kakak iparnya yang bernama Widia Hasna Abridana, wanita berkebangsaan Kazakhstan asli ini baru saja kembali dari Amerika setelah menyelesaikan tugas studi. Dalam waktu dekat ini Alham dan Widia akan melangsungkan pernikahan bersama.
“ Assalamualaikum Umi “ Subha menyalami tangan kanan Umi Riverlyn yang sibuk dengan penggorengan.
“Walaikumsalam”
“Umi tadi nggak ngejawab salam Subha ya?” Subha mendudukkan tubuhnya di kursi makan seraya menuangkan air putih kedalam gelas.
“Tadi udah dijawab”
“Bukan yang itu, tapi yang waktu Subha masuk kedalam. Umi nggak ngejawab, Cuma bibi Risinta yang menjawab, kan bi” bantah Subha, karena memang Uminya ini tidak menjawab dirinya. Hanya asik dengan penggorengan saja.
“Oh yang tadi, maafin Umi. Tadi gorengan Umi hampir gosong loh, jadi nggak tahu kalau kamu udah salam”
“Iya Umi… Subha paham”
Subha hanya mengangguk dengan senyum diwajahnya. Sebenarnya ia hanya ingin mengetes saja, rupanya Uminya ini juga sangat menyayangi calon kakak iparnya, membuat hati Subha lega.
Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 19:30 dimana Umi Riverlyn dan para pelayan sudah selesai menyiapkan makan malam mereka. Abi Rahman beserta seluruh anggota keluarga sudah siap di meja makan.
Subha duduk disebelah kanan Abi Rahman sementara Umi Riverlyn duduk disebelah kirinya. Kini mereka semua menunggu Alham menjemput tunangannya dari bandara international. Jika tidak Alham siapa lagi? Widia hanya hidup sebatang kara dan tidak memiliki sanak saudara.
Keduanya sudah sampai di kediaman Akthakarta. Alham menurunkan koper milik Widia yang ada di bagasi sementara sang wanita bersiap memakai hijabnya. Widia bukanlah wanita berhijab, namun kesopanan tetaplah menjadi no satu dalam hatinya.
"Ngomong-ngomong, Subha kapan nikah?" Tanya Widia bercermin di pintu mobil.
"Entahlah, dia harus lulus kuliah terlebih dahulu" Alham masih sibuk menurunkan koper-koper milik Widia.
Setelah selesai dengan penampilan, Widia memilih bersandar di badan mobil. Wanita ini enggan membantu tunangannya, "jangan menunda-nunda, jika sudah ada calon sebaiknya disegerakan. Itu lebih baik"
Tidak tahu apa sebabnya, perkataan itu membuat Alham terdiam lalu melihat kearah Widia. "Memang kau tidak suka dengan adikku, kan"
"Aku tidak bilang begitu"
"Tidak perlu sejelas itu. Kata-kata mu sudah cukup membuktikan jika kau tidak suka dengan Subha. Jangan terlalu berlebihan Widia, itu tidak baik." Setelah membuat Widia geram, Alham kembali menurunkan barang-barang yang tersisa di bagasi mobil.
"are you sure. Sepertinya bukan aku yang terlalu berlebihan tapi kau yang terlalu berlebihan menyayangi adikmu"
"WIDIA"
To be continued
Ini karya keduaku! jika kalian pernah menjadi author pasti hal ini pernah kalian rasakan, dimana keinginan membuat cerita yang baru sangat ingin kalian lakukan. Karangan ini juga masih amatiran, jadi mohon di komen dengan kalimat yang sopan untuk saling menjaga hati😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Radiah Ayarin
begitulah seharusnya
2023-02-19
1
Radiah Ayarin
hahahah...bisa di lihat dari tubuh kekar mu kali bang
2023-02-19
1