Hari berlalu begitu cepat, tak terasa pertandingan sudah berada di depan mata.
Tepatnya 5 hari lagi pertandingan olahraga akan berlangsung di salah satu gor olahraga di ibu kota.
Pertandingan yg mengumpulkan beberapa anak dengan kemampuan hebat di masing-masing kejuruan.
Sudah berhari hari juga tim vino berlatih dengan sungguh-sungguh demi mendapatkan juara yg di inginkan.
Tok tok tok
"Permisi bu"
"Iya rafa ada apa?"
"Saya ijin menyampaikan pesan dari pak bayu untuk memanggil vino"
"Owh, vino silahkan menemui pak bayu"
"Permisi bu" rafa keluar dari kelas bersama vino.
Mereka berjalan beriringan menuju ruangan pak bayu, tepatnya ruang ekstra yg di ampu pak bayu.
Pak bayu sendiri mengampu mapel pelajaran kimia, dan melatih siswa di ektrakulikuler bela diri.
"Gua tunggu di luar vin" ucap rafa dan vino langsung masuk tanpa mengetuk pintu.
Di dalam tampaklah pak bayu yg menghela nafas malas, ia tau vino dan kebiasaannya.
"Duduk vin"
Dengan senang hati vino duduk, kebetulan ruang ekstra dan kelasnya cukup jauh jadi ia cukup lelah.
"Saya menyuruh kamu ke sini untuk membicarakan tentang lomba, kamu sudah tau bukan bahwa lomba akan di laksanakan 5 hari lagi" vino hanya mengangguk.
"Apa kamu sudah siap?" Vino mengangguk lagi.
"Bagaimana dengan tim basket kamu? Apa sudah siap juga?" Dan vino hanya mengangguk lagi.
"Kamu ini, bicara tidak akan membuat kamu cepat mati" sindir pak bayu.
Vino hanya mendengus malas, ia hanya sedang mempertimbangkan apa yg akan terjadi kedepannya khususnya saat lomba.
"Jujur vin, saya takut bila kamu kelelahan" risau pak bayu.
"Basket itu bukan olahraga yg ringan, apalagi pasti lawan mu bukan lawan yg bisa di anggap remeh, bahkan Antrik saja sudah termasuk lawan yg sulit"
Ya vino akui Antrik bukan lawan yg mudah, bagaimanapun meski mereka berteman, dalam perlombaan mereka tetap saling melawan.
Meski dalam latihan Antrik selalu kalah tapi bisa saja kan bahwa mereka hanya mengetes kemampuan vino dkk.
"Atau bagaimana bila kamu mengikuti salah satu lomba saja?" Usul pak bayu.
Vino menatap pelatih bela dirinya itu dingin, bagaimanapun nanti itu sudah ada dalam prediksi nya, ia sudah menyiapkan kemampuannya jauh-jauh hari.
"Tidak" singkat vino.
"Saya tau bagaimana kamu, jadi saya akan ikut apapun keputusan kamu" putus pak bayu.
Tampak binar senang di wajah dingin itu, dan pak bayu bisa melihatnya dengan jelas.
Sering sang guru memergoki vino dengan binar bahagia seperti ini, ia hanya berfikir apa yg bisa membuat anak dingin ini bahagia?
"Saya harap kamu tidak memaksakan fisik kamu, menang dan kalah dalam lomba itu sudah biasa, piala sekolah juga sudah banyak bila tak di tambah lagi" terselip gurau pak bayu di kalimatnya.
Vino hanya mengangguk mengiyakan ucapan gurunya itu.
Alaska bukan sekolah yg bisa di anggap remeh, sudah banyak sekolah yg mengakuinya, baik dari dalam ibu kota maupun dari luar.
Fasilitas yg sudah pasti memadai dan canggih, serta banyak murid berprestasi yg bersekolah di sini menjadi ciri khas sekolah ini.
"Baiklah kalau begitu kamu boleh kembali ke kelas, dan jangan lupa besok adalah latihan terakhir untuk bela diri, jangan sampai tidak hadir" ingat pak bayu.
"Permisi" setelah mengatakan itu vino keluar dari ruangan.
Meninggalkan pak bayu dengan beberapa ungkapan di pikirannya.
•
•
•
•
Pintu terbuka, rafa sontak berdiri dari duduknya.
"Pak bayu ngomong apa no?" Rasa penasaran rafa memberontak.
"Lomba"
"Lomba? Bela diri?" Vino hanya mengangguk.
"Lo buat masalah? Apa lo?"
"Cuma lomba, lo nggak usah berfikiran negatif" malas vino.
Sontak beberapa perasaan cemas dan fikiran negatif rafa terbang seketika.
"Untung lah, trus gimana?"
"Nga penting buat lo tau" setelah itu vino berjalan, tapi bukan menuju kelasnya, melainkan perpustakaan.
Hal itu otomatis membuat rafa heran dan takjub, vino ke perpustakaan? Ini benar vino atau hanya bayangannya saja?
Namun keterkejutan rafa semakin menjadi jadi saat ia melihat dengan jelas sosok vino yg bukannya membaca buku melainkan tidur.
"Baru aja gua mau muji lo, kalo udah sesat susah emang" gerutu rafa.
Namun ia tak urung ikut masuk dan mengambil beberapa bahan literasi yg mungkin bisa membantunya membuat kata saat debat nanti.
Waktu terus berlalu, rafa masih dengan posisi membacanya di samping vino, dan ya vino masih nyaman dengan tidurnya.
"Raf vino tidur?" Tanya seseorang dengan nada pelan.
Rafa menoleh, ia dapat melihat wajah yg mirip dengan vino sedang berdiri di samping mejanya.
"Hmmm, lo cari buku apa?" Tanya rafa, karna vian belum membawa 1 buku pun di tanggannya.
"Materi LCC sih, bu erna suruh cari referensi lain"
"Owh, perlu gua bantu?" Tawar rafa.
"Nggak usah, lo di situ aja biar nutupin vino, kalo penjaga perpus tau bisa di marah ntar"
"Ok, lo cari trus baca di sini"
Vian pergi menuju rak-rak yg berada tak jauh dari meja baca, buku sudah di tata berdasarkan kategori jadi tak susah untuk menemukan buku yg sesuai.
Tak berselang lama vian datang dengan beberapa buku di tangannya, ia duduk di hadapan vino.
"Udah lama vino tidur?" Tanya vian, ia merasa sedikit khawatir melihat vino tidur.
Tak tau saja, bahwa vino hampir menghabiskan seluruh waktu di kelasnya untuk tidur.
"Ya lumayan"
"Dia sakit?"
"Nggak, lo kaya nggak tau vino aja"
"Ya jujur gua emang nggak setau itu tentang vino daripada lo raf" ungkap rafa.
Vian merasa ia dan vino itu memang saudara, tapi mereka tak dekat, rasanya mereka saling berjauhan satu sama lain.
Banyak yg tak vian tau tentang vino, sedangkan teman-teman vino tau, itu yg menyebabkan vian terkadang merasa seperti bukan saudara yg baik.
"Huffttt, yan, lo tau? Lo sama vino itu udah punya ikatan sejak kecil, dan dengan nggak baiknya ikatan itu di rusak sama kedua orang tua lo"
"Seakan akan lo sama vino bukan saudara, bahkan lo tau sendiri bahwa mereka nggak pernah anggap vino ada"
Vian menunduk, dulu tak jarang bahkan bisa di bilang hampir setiap hari ia mendengar vino di marah oleh kedua orang tuannya.
Vino di hukum tidur di luar rumah, di kurung di gudang, bahkan berhari-hari tak di beri makan dan di kunci di kamarnya.
Vian tau itu, dan di situlah rasa empatinya membesar, vino tak salah, vino bukan anak yg tak tau di untung, vino dan dirinya berbeda dan tak bisa di samakan.
Tapi bukan berarti vino dan ia di perlakukan secara berbeda bukan?
"Gua, gua tau itu raf, tapi gua bisa apa?" Cicit vian.
"Gua selalu mereka bela, tapi menyangkut vino gua mendadak diam raf, gua takut sama mereka, semakin gua bela vino semakin mereka jauhin vino dari gua, semakin gua perhatiin vino semakin mereka nyiksa dia" sambung vian.
Tak terasa setetes bulir air mata menetes di buku yg vian baca.
Rafa yg melihat itu terkejut, bisa-bisa bila vino bangun dan melihat vian menangis dirinya akan mendapat hadiah saat itu juga.
"Hapus air mata lo, lo tau vino nggak suka liat lo nangis"
Dengan cepat vian menghapus air matanya, ya meski tak dapat ia sembunyikan bahwa ia habis menangis, mata tak bisa berbohong bukan.
Setelah di rasa bersih vian menatap saudaranya yg masih dalam posisi yg sama itu.
"Gua janji no, apapun itu kalo bisa buat mama sama papa deket sama lo gua bakal lakuin" batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments