Aku Bukan Dia
...🌱Kau Tau Perbedaan Aku Dan Kamu?🌱...
...Kau Yg Selalu Di Sayangi Dan Aku Yang Selalu Di Benci...
...•~•...
Pemuda dengan kaos putih itu tengah memandang lenggangnya jalanan malam di depan rumahnya.
Beberapa lampu jalan yang menyinari jalanan masih menyisakan sedikit kegelapan yang tak tersentuh.
Sesekali ia menghela nafas malas, bahkan dinginnya udara malam hari tak membuatnya beranjak dari tempatnya berdiri saat ini.
Ia mendongakkan kepalanya menghadap luasnya hamparan langit hitam diatas sana, tak terlihat cahaya dari bulan maupun bintang barang sedikitpun.
Selalu seperti itu bila ia sedang merasa murung atau sedih, seakan semesta tak ingin membuatnya tersenyum.
Ketukan pintu tak ia hiraukan sedari tadi dan tetap diam ditempatnya berdiri.
Hingga, tepukan pelan di bahunya mengalihkan pandangannya, menjadi menghadap seseorang di sampingnya.
"Masuk, lo mau masuk angin?"
"Udah selesai acaranya" bukannya menjawab pemuda itu malah balik bertannya.
"Gua yang pergi duluan buat nemenin lo, jadi nggak salah kan?" Jawab nya lalu ikut melihat hamparan langit hitam di atas sana.
Tak lama pemuda ber kaos putih itu beranjak masuk disusul pemuda di sebelahnya.
"Yan mending lo balik ke kamar lo sendiri"
"Gua masih mau disini, nanti aja" tolak pemuda itu dengan merebahkan tubuhnya di kasur.
Mereka adalah kembar bersaudara.
Alvino Dekta Adinata dan Alvian Desta Adinata, anak dari pasangan Raya Taramuny dan Adinata, seorang pemilik butik ternama.
"Balik ke kamar lo sebelum mama sama papa tau yan" perintah vino pada saudaranya yang masih rebahan di kasurnya.
"Males...lagian mereka juga masih sibuk di bawah" tolak vian dengan merubah posisinya menjadi duduk, menghadap vino yang berada di sofa.
Keheningan melanda kedua bersaudara itu.
Vino yang asik dengan ponselnya dan vian yang memandangi setiap inci kamar saudara kembarnya.
"Gua heran No, bisa bisanya lo punya kamar segelap dan sepolos ini" celetuk vian heran sambil tetap mengamati sekitar.
Bagaimana tidak, kamar yang cukup luas dan bernuansa gelap itu hanya berisi kasur, meja belajar, sofa dan 2 buah lemari saja, bahkan dindingnya hanya berhias 1 jam dinding.
"Hemmm" deheman itu lah yang membalas kata kata vian sebelumnya.
Saat asik memperhatikan, satu objek menarik perhatian vian, yaitu sebuah lemari kaca yang berisi beberapa piala dan mendali serta piagam yg di tumpuk.
Vian membuka lemari itu, lalu mengambil setumpuk piagam penghargaan yang kira kira berjumlah 10 lebih.
Ia membacanya satu persatu, dan seketika wajahnya berseri.
"No! Lo bisa jadiin piagam, piala, sama mendali ini buat buktiin ke mama sama papa kalo lo itu sebenernya bisa di banggain" semangat vian lalu duduk di sebelah vino.
Helaan nafas terdengar.
"Mereka mau gua pinter di pengetahuan yan, bukan olahraga jadi itu percuma"
"Tapi lo...."
"Udah lah yan, gua sama lo itu beda, lo yang selalu di sayangi sedangkan gua..dibenci"
Vian tertunduk mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut kembarannya itu, ya itu memang benar mereka kembar namun diperlakukan secara berbeda.
"Mending sekarang lo balik ke kamar" titah vino dan dengan berat hati vian melangkah keluar.
Namun sebelum menutup pintu ia sempat mendengar kalimat terakhir yang vino ucapkan.
"Jangan begadang, inget tubuh lo rentan sakit"
Vian menutup pintu kamar vino dan masuk ke dalam kamarnya yang tepat berada di samping kamar kembarannya.
Malam semakin larut
Semua anggota keluarga Adinata telah menyelam ke dunia mimpinya masing masing, kecuali seorang pemuda yang sedang berkutat serius di meja belajarnya.
Ia Alvino.
Vino bertekat mengerjakan PR matematikanya dengan sungguh sungguh.
Mungkin bagi vian ini bukan hal yang sulit, namun tidak baginya, ini benar benar membuat kepalanya terasa panas.
Beberapa nomor telah ia pecahkan meski harus dengan melihat berbagai cara di internet.
Sekitar pukul 01:00 dini hari ia selesai, menutup bukunya dan pergi ke tempat tidur.
Matanya sudah benar benar ingin terpejam sekarang namun saat ia menutupnya, dunianya seakan berputar.
"Huuh Menyebalkan" gerutunya.
Ia pergi ke kamar mandi untuk membasuk mukannya dan mengambil teman kecilnya, teman yang selama ini telah menjadi penenangnya.
2 butir ia teguk tanpa air dan selalu seperti itu.
Setelah itu ia berbaring kembali dan menunggu temannya itu bekerja sesuai tugasnya.
...•~•...
Pagi harinya tepat pukul 05:40 gedoran pintu mengusik tidur vino, dengan langkah gontai dan perasaan kesal ia membuka pintunya.
Tampak vian yang sudah rapi dengan seragamnya, entah pukul berapa membarannya itu mandi hingga sudah serapi ini.
"Lo itu kebiasaan vin, kalo nggak gua bangunin pasti kesiangan, sekarang sekolah kalo lo lupa" omel vian seperti seorang ibu yang mengomeli anaknya.
"Cerewet" ucap vino lalu meraup wajah vian dengan tangan nya dan langsung masuk ke kamar mandi, meninggalkan vian yang menatap jengkel.
"Huft untung adik gua" gerutu vian lalu kembali ke kamarnya.
Sekitar 25 menit vino sudah siap dengan tas yang ia gendong, yaa meski jauh dari kata rapi lebih terlihat ke anak berandal. Tapi memang seperti itulah seorang Alvino
Vino turun dengan santainya, hingga tepat di ruang makan dapat ia lihat papa dan mamanya yang sedang bercanda dengan kembarannya, vian.
Mereka tampak bahagia tanpa dirinya, senyum kecut ia gambarkan.
Vian yang menyadari keberadaan vino pun lantas memanggilnya.
"No, sarapan" ajaknya dengan menepuk kursi kosong di sebelahnya.
"Kamu kenapa nawarin dia sih sayang" ucap raya dengan memandang vino sinis, sedangkan vino yg di tatap hanya menatap wanita yg telah melahirkannya itu dengan tatapan sendu.
"Kamu lihat dia, baju yang berantakan, tidak menggunakan dasi, pantaskah anak sekolah seperti itu" kata kata itu keluar dengan mulus dari sang papa yang menatapnya Vino tajam.
"Paaa" ucap vian kesal, sungguh ia tak suka bila vino di pojokkan seperti itu.
"Gua sarapan di sekolah yan" setelah mengatakan itu ia keluar tanpa berpamitan, toh meski ia berpamitan pasti tidak akan di pedulikan.
Vian menatap punggung vino yang menjauh hingga menghilang di balik pintu, setelahnya ia menatap kedua orang tuanya sebal.
"Kenapa kalian selalu bedain vian sama vino? kita berdua itu sama maa paa, kita kembar" Tanya nya pada kedua orang tuanya.
"Karna kalian itu berbeda sayang" jawab raya dengan lembut.
"Tapi..."
"Sudah jangan membahas tentang anak berandal itu, habiskan sarapanmu lalu berangkat bersama papa" titah adi dengan nada santai namun membuat vian kesal bukan main.
Dengan malas vian memakan sarapannya lalu berangkat bersama sang papa.
Terkadang Vian juga ingin bertukar posisi dengan adik beberapa menitnya itu, ia ingin Vino juga merasakan kasih sayang kedua orang tuanya, namun sepertinya itu hanya khayalan semata.
...•~•...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments