...Jangan Berlari...
...🌱Karna Masalah Mengejarmu Tanpa Berhenti🌱...
...•~•...
Pagi ini entah kesialan apa yang vino dapatkan, saat ia memasuki gerbang ia berpapasan dengan saudara kembarnya juga, Sang papa.
Ingin sebenarnya vino bergegas pergi meninggalkan tempat itu tapi sebuah kalimat menghentikan langkahnya.
"Rupanya masih sekolah juga kamu, saya kira kamu akan jadi anak berandal di luar sana" cibir adi.
Vino hanya diam, sedangkan vian hanya memandang vino sendu, jujur vian sangat rindu saudara kembarnya itu.
Sudah satu bulan lebih vino pergi dari rumah dan vian sungguh sangat mengkhawatirkannya, setiap hari ia selalu menanti kepulangan saudaranya itu.
Meski itu tak mungkin dan tak akan terjadi.
Vino masih diam di tempatnya tampa membalikkan badannya, ia sungguh sangat rindu dengan suara sang papa, suara yang dulu setiap hari selalu memarahinya, mencibirnya dan berkata tak enak padanya.
Adi sendiri menatap vino nyalang, tatapannya tajam berubah normal saat menatap vian di sampingnya.
"Belajar yg rajin, papa berangkat" setelah mengatakan itu adi masuk kembali ke mobil dan melaju pergi.
Pergi meninggalkan si kembar yang masih tetap diam di posisi yang sama.
Dengan langkah lebar vian menghampiri vino, hal itu sontak membuat vino berjalan menjauh, ia tak ingin bertemu dengan vian saat ini.
"Vino!!" Panggil vian dengan sedikit tegas, tanggan nya yang mengepal hingga terlihat putih.
Vian tak marah, ia hanya ingin bertemu dengan saudaranya sekarang, ia khawatir, ia rindu, bahkan vian akui bahwa ia pernah menangis saat vino pergi dari rumah.
"Lo benci gua no, lo marah sama gua, iya no?" Terdengar suara vian yang sudah bergetar, pasti anak itu sudah akan menangis cibir vino dalam hati.
Vino yang menjadi saudara kembar vian pastinya sudah hafal dengan sifat kembarannya itu, laki-laki cengeng yang penakut, itu lah vian.
"Bahkan lo nggak mau liat gua no"
Dengan malas vino membalikkan badannya, menghadap vian yang sekarang sudah menitikkan air mata.
Mata dan hidung yang merah serta badan yang bergetar menyambut pandangan vino saat berbalik.
"Cih cengeng" cibir vino namun tak di tanggapi vian, vian justru menunduk menatap kedua sepatunya.
Vino malangkahkan kakinya menghampiri vian yang setia menunduk, hingga dapat vian lihat seoasang sepatu tepat berada di depannya.
Vian mendongak, tampaklah wajah dingin vino yang terpampang di hadapannya.
"No"
"Hemm"
"Kenapa lo nggak pernah ngabarin gua, lo tau setiap malem gua berdoa supaya lo balik, lo pulang, gua khawatir sama lo No" omel vian dengan sesekali mengucek matanya.
Entah apa yg akan dikatakan murid lain bila melihat vian menangis padahal ia sudah besar, meski menangis itu hal yang menusiawi.
"Lo sekarang tinggal di mana? gua bakal sering main"
"Apart"
"Sebagian uang bulanan gua bakal gua kasih ke lo no, lo pasti pake uang tabungan kan? Itu bisa lo simpen" ucap vian dengan memandang vino hangat, pandangan yang menunjukkan kasih sayang dan perhatian pada saudarannya.
"Gua kerja, lo simpen uang itu buat lo sendiri"
"Tapi Noo...."
"Cukup gua udah banyak ngerepotin orang yan, nggak lagi"
"Lo ngak ngerepotin orang no! Lo saudara gua, kembaran gua, dan seharusnya gua juga ngeradain apa yg lo rasain sekarang! Cukup gua nggak bisa bela lo di depan mama sama papa no! Gua mau bantu lo, gua mau bantu saudara gua sendiri" ucap vian dengan nada lumayan tegas meski sekarang beberapa butir air mata meleleh dari matanya.
Vino hanya diam, ia sedikit tak suka melihat vian menangis, antara malu, kesal, dan merasa tak becus menjadi saudara kembarnya.
...•~•...
Setelah kejadian pagi tadi vian terus memaksa memberitahukan di mana apartemen vino berada.
Dan dengan amat terpaksa vino mengatakan di mana letak apartemen dan dengan senang hati vian ikut pulang bersama vino, meski sebelumnya vino tak mengijinkannya.
Perjalanan pulang hanya di isi dengan banyak pertanyaan vian yang membuat vino merasa kesal sendiri, selain cengeng vian juga sangat cerewet bila bersamannya.
Kurang lebih 20 menit mobil vino terparkir mulus di parkir khusus mobil milik gedung apartemnnya.
Jalanan lumayan padat sore ini, mungkin banyak pekerja yang pulang bersamaan dengan jam pulang sekolahnya.
Vian menatap datar setiap penjuru apartemen vino, seperti biasa apapun kepunyaan vino pasti tak jauh dari kata polos.
Dapat ia lihat kondisi ruang tamu vino, hanya ada beberapa meja, kursi, sofa dan tv, tak ada hiasan dinding, cat berwarna putih abu dan tak ada yang lain.
Vian mendudukkan dirinya di sofa sedangkan vino sedang berganti baju, tak lama vino keluar dengan baju santainya.
"Gua anter pulang" ucap vino yang hendak melangkah menuju meja mengambil kunci mobilnya.
Vian melongo di tempat, ia baru saja datang bahkan duduk dan vino sudah menyuruhnya pulang, tega sekali saudaranya itu.
"Gua baru sampe no, lo main nyuruh pulang aja, nanti" kesal vian lalu melangkah ke arah kamar dimana vino keluar.
Vino tak memperdulikan vian, mungkin saudaranya itu ingin berganti baju, ia memilih menuju dapur untuk membuat makan malam.
Meski hanya nasi goreng dan sosis serta nuget itu sudah menjadi kemajuan untuk vino yang tak pernah belajar memasak.
Tak lama vian keluar dengan memakai baju vino, ia penasaran apa yang di masak vino hingga baunya tercium sampai kamar.
"Masak apa no?" Tanya vian yg duduk di kursi meja makan.
"Nasi goreng"
"Wihhh lo bisa masak, gua bakal jadi yg pertama coba masakan buatan lo" antusias vian.
Tak lama makanan sudah terhidang di hadapab mereka berdua, dengan teman minuman dingin mereka menyantap makanan itu bersama.
Jujur vino rindu suasana seperti ini, disaat ia makan bersama vian di selingi ocehan saudarannya itu yg berkata bahwa makanan nya adalah makanan ter enak di dunia.
Makan malam telah usai, bahkan vian sudah di hubungi papa nya berpuluh puluh kali, dan jawabannya sama tak di angkat.
Vian ingin papanya tak mengganggu vino lagi, cukup vino pergi dari rumah dan menenangkan diri, ia tau bahwa saudarannya itu sangat tersakiti.
"Gua anter pulang" ucap vino lalu melangkah keluar.
"Hemm tapi kapan-kapan gua kesini lagi dan lo nggak berhak ngelarang!"
"Terserah"
Setelah mengatakan itu vino beranjak dan di ikuti vian menuju parkiran apartemen.
Selama perjalanan suasana hening terjadi, mungkin vian sudah lelah sedari tadi mengoceh dengan hal hal yang beragam.
Kurang lebih 10 menit mereka sampai di depan kediaman adinata, rumah vino dan vian yg menjadi saksi bagaimana ia di besarkan.
"Masuk yuk no" ajak vian penuh harap, jujur vian ingin sekali mendengar kata iya dari wajah dingin di sampingnya.
"Gak"
"No tapi lo..."
"Masuk, papa udah nunggu lo dari tadi, gua titip salam"
"Huffttt ok, lo pulang hati-hati, besok sekolah jangan bolos, kalo butuh sesuatu bilang gua"
"Cerewet"
Vian keluar dengan wajah kesal, namun ia juga bahagia bisa berbicara dengan vino setelah sekian lama.
Setelah mobil vino tak terlihat vian masuk kedalam rumah, dan langsung di sambut mama dan papanya.
Vian tak menceritakan hal sejujurnya ia hanya beralaskan sedang bekerja kelompok mengerjakan tugas dari sekolah.
Sedangkan di tempat vino
...Rafa...
Lomba basket bulan depan
Lo ikut ?
^^^entah^^^
Gua daftarin lo + tim lo
^^^Thnks^^^
Yoi
Senyum tipis tercetak di wajah pemuda itu, ini yang ia nantikan sejak lama, dan akhirnya sudah di depan mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments