14

...Mimpi...

...🌱 Mimpi Yang Menjadi Pengingat bagaiman perlakuan mereka pada ku🌱...

Di sore ini, di sebuah halaman rumah yg tampak berdiri dengan megahnya di wilayah perkotaan tampak dua anak kecil yg sedang bermain bersama.

Anak berbaju putih itu terus menggoyangkan lengan anak berbaju abu di sampingnya.

Dengan kesal anak berbaju abu itu menghempaskan tangan yg terus menggoyangkan lengannya.

Sontak anak berbaju putih itu membrengut kesal.

"Vinooo" rengek anak yg tak lain adalah vian.

"Vian lepas, baju vino nanti sobek" kesal vino, tangannya terus bergerak melepas tanggan vian yg masih menggenggam baju nya.

"Nggak, vian nggak mau!" Bantah vian.

"Vian mau apa sih, mainan vian kan udah banyak!"

"Pokonya vian mau mobil mainan itu!" Tunjuk vian pada mobil mainan berwarna merah di hadapan vino.

"Nggak! Ini punya vino" tolak vino, pasalnya ini hadiah dari sang kakek saat ulang tahunnya yg ke 6 kemarin.

"Vinoooo pokoknya vian mau itu! Mau itu!" Vian melepaskan cekalannya lalu menangis.

Tangisan itu berhasil membuat vino keringat dingin, ia tau apa yg akan terjadi setelah ini.

Tak lama muncul pasangan suami istri dari dalam rumah yg berjalan cepat menuju arah mereka, ini adalah awal yg buruk.

"Vian sayang, kenapa anak mama nangis?" Tanya raya dengan posisi vian di gendongannya.

Sedangkan di posisi vino ia sedang di tatap tajam oleh sang papa yg berdiri di hadapannya, vino hanya bisa menunduk sekarang.

"Apa yg kamu lakukan lagi vino?!" Nada tegas itu terdengar jelas di pendengaran vino.

Vino tak menjawab, ia memainkan jari-jari nya untuk mencoba menenangkan dirinya, ia benar-benar takut sekarang.

"Jawab pertanyaan saya vino!" Gertak adi dengan kerasnya, bahkan nembuat vian bergenti menangis dan menatap vino sendu.

"Vi vian minta mobil mainan vino, vino cuma punya itu, jadi vin..vino nggak kasih" cicit vino.

Dengan geram adi menjewer telinga vino hingga vino berdiri dari duduknya.

"Aww awww sakit paaa, sakit...., hiks lepas pa sakit" rintih vino, yg tak di tanggapi adi.

Hanya tatapan tajam dan marah yg ada di mata adi saat melihat vino sekarang.

"Anak yang tak tau di untung!! Sudah bagus saya masih mau menampung kamu di sini!! Mainan seperti itu saja tidak ingin memberikannya!!" Marah adi, ia makin kencang menarik telinga vino.

"Ampun paaaa hiks, sakittt lepas pa vino mohonn"

"Diam!!!"

Dengan tak berperasaan adi menarik vino kedalam rumah, tujuannya adalah gudang, gudang yg gelap dan kotor.

Adi menghempaskan tubuh vino di lantai gudang yg berdebu dan usang itu, dan dengan segera ia menutup pintu dan menguncinya.

Vino bangkit dari posisi duduknya dan meraih pegangan pintu, berharap itu tak terkunci namun sepertinya ia harus berdiam di sini untuk sekarang.

Vino mengedarkan pandangannya menatap gudang yg ia tempati, banyak kardus dan barang-barang yg tak ia tau.

Dan mirisnya gudang ini hanya memiliki lampu kecil yg berada di pojok ruangan, lampu yg sudah tak terang lagi, bahkan cahayanya tak cukup untuk menerangi setengah tempat ini.

Perlahan vino menduduk kan tubuhnya, ia menghapus air matanya yg masih menetes, satu tangannya meraba telinganya yg terasa sangat sakit sekarang.

"Kek vino takut, di sini gelap, vino sendirian, tolongin vino" gumam vino yg memeluk lututnya.

Hawa dingin semakin terasa menusuk kulit vino meski ia berada di dalam ruangan, tangan kecilnya mencoba mencari sesuatu untuk membalut tubuhnya agar lebih hangat.

Ia hanya menemukan beberapa kain yg sudah usang dan berdebu, namun tak masalah, selama itu bisa membantunya.

Vino menata tempat di pojok ruangan yg dekat dengan lampu, ia menyusun kardus untuk alas tidurnya lalu ia balut dengan kain.

Paling tidak ini bisa mengantikan kasurnya sementara, tidak buruk baginya.

Namun sesaat setelah itu

Duarrrrrrrrr

Bunyi petir terdengar begitu nyaring di pendengaran vino, sontak itu membuat vino refleks memejamkan mata dan menutup kedua telinganya.

Tak lama hujan deras mengguyur wilayah ini, suara petir yg bersahut sahutan menambah dinginnya malam yg mencekam.

Vino melihat hujan lebat itu dari jendela kaca yg di pasang di bagian atas gudang, ia merebahkan tubuhnya di kasur yg ia buat tadi.

"Hujan, kamu selalu datang kalau vino di hukum sama papa"

"Apa kamu mau jadi temen vino?"

"Tapi kamu dingin, vino udah cukup kedinginan, jadi jangan buat ini makin dingin"

Vino terus bermonolog hingga ia tertidur dengan sendirinya, dengan kain berdebu sebagai selimut vino menjelajahi mimpinya yg pasti lebih indah dari kenyataan yg dihadapinya.

Hujan malam ini menjadi saksi kembali tentang apa yg di alami vino, tentang vino yg kesepian dan tentang vino yg membutuhkan kasih sayang.

Tak terasa sudah dua hari seorang remaja itu menempati gudang yg kotor dan pengap ini.

Gudang yg menjadi saksi bagaimana ia menahan semua rasa sakit dan sedih secara bersamaan.

Gudang yg menamaninya dari pagi hingga datang nya malam, malam yg dingin serta kelam.

Terdengar sesekali ia bergumam pelan, bahkan pintu yg terbuka tak membuatnya terbangun.

Langkah seseorang menghampiri tubuh remaja yg tergeletak di lantai yg kotor itu, alangkah terkejutnya ia melihat wajah pucat serta tubuh yg menggigil itu.

"Vin vino, vin bangun vin" ia tak lain dan tak bukan adalah vian.

Vian meletakkan kepala vino di pangkuannya, ia menggoyangkan tubuh kembaranya itu tapi tak ada respon.

Hanya gumaman yg vian dengar, gumaman yg membuat hatinya terasa sakit.

"Sakit paa"

"Vino mohon jangan"

"Dingin ma"

"Sakit"

Hanya itu dan vino tak mengeluarkan suara, sontak hal itu membuat vian panik, ia berteriak memanggil bantuan.

Sopir dan asisten rumah tangga kediamannya datang, membantu memindahkan vino ke kamarnya.

Vian memanggil dokter lalu dokter itu memeriksa vino.

"Kembaran saya nggak papa kan dok?" Raut cemas jelas terlihat di wajah vian.

"Kondisinya tidak terlalu serius, tapi tidak bisa di sepelekan, vino mengalami dehidrasi yg bisa di bilang mendekati dehidrasi berat, dan juga ada penekanan pada mentalnya" jelas sang dokter.

"Tetap pantau kondisi saudara kamu, hubungi saya bila ada yg ingin di tanyakan atau keadaan lainnya, bila tidak ada yg di tanyakan saya permisi"

"Silahkan dok" vian langsung masuk ke kamar vino sedangkan sang dokter di antar oleh supir kediamannya.

Nampak pemuda berwajah pucat yg terbaring lemah di kasurnya, matanya masih tampak terpejam.

Vian duduk di samping kasur vino, ia menatap lekat wajah yg nampak sama dengannya itu.

Hampir semua lekuk wajah itu sama dengannya, hanya saja saat bangun wajah vino nampak lebih tegas dan dingin dari wajahnya.

"No, maafin gua, gua nggak bisa bela lo, gua bukan abang yg baik no, maafin gua"

"Gua abang yg nggak becus, gua tau itu, lo juga boleh pukul gua kalo lo mau"

Tak ada sahutan, suasana masih sepi.

Vian beranjak dari tempat duduknya, keluar dari kamar saudaranya itu, membiarkan sang kembaran beristirahat sejenak.

"Vin vino, istirahat noooo" goncangan terasa di tubuh vino, membuat ia terbangun dari tidurnya.

Dengan kondisi yg masih binggung karna nyawanya masih berkeliaran, vino hanya memandang kosong bangku di hadapannya.

Ternyata ia masih berada di sekolah, ia tertidur saat pelajaran bu ida tadi, dan mimpi itu.

Mimpi yg mengulang ceritanya, mimpi yg mengingatkannya pada kejadian masa lalu nya.

"Vin, lo mau ngelamun sampe kapan?" Kesal rafa yg berada di samping nya.

"Untung bu ida kagak tau kalo lo tidur, bisa hancur ni kelas kalo bu ida tau" sahut danu.

Vino beranjak dari duduknya.

"Kantin" hanya itu yg ia katakan dan yg lain langsung mengikutinya dari belakang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!