Di dalam kendaraan roda empat yang tengah melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan, aku dan Mas Rendra hanya diam sedari memasuki mobil. Wajah Mas Rendra kentara sekali kalau dia lagi menyimpan suatu kekecewaan. Aku tak mau banyak bertanya, aku memilih tetap diam, keputusan apa yang akan di ambil oleh Mas Rendra ketika dia tahu kalau wajahku yang di penuhi bintik-bintik hitam tak bisa di buat menjadi lebih kinclong seperti keinginan dan mungkin impian nya juga. Keputusan apa yang akan dia ambil menyangkut hubungan kami ini. Hubungan yang tak tentu arah.
''Sepertinya hanya ada satu cara supaya wajah mu yang buluk dari lahir itu bisa berubah.'' Mas Rendra berkata dengan ekspresi wajah datar, tatapan matanya fokus ke depan melihat jalan raya. Kedua tangannya berada di setir.
''Apa, Mas? Kok kamu ngomong gitu.'' sahutku sedikit kaget dan tak menyangka. Ternyata Mas Rendra masih memikirkan rupa ku yang aneh ini.
''Yaitu operasi plastik. Iya, hanya itu.'' ucapnya begitu enteng tanpa merasa bersalah sedikitpun kepada ku. Dia memandang ku sekilas dengan senyum simpul yang terbit di wajahnya. Aku tidak habis pikir dengan apa yang dia ucapkan, sebegitu terobsesi nya dia ingin melihat aku menjadi cantik. Padahal aslinya aku ini memang sudah cantik, tanpa operasi pun aku sudah cantik. Ternyata Mas Rendra termasuk pria yang tak sabaran. Coba saja kalau dia mau sedikit bersabar dan tidak lagi mengungkit-ungkit rupa ku yang aneh ini mungkin aku akan jujur sejujurnya kepadanya tentang siapa aku sebenarnya. Kalau kayak gini penilaian nya terhadap diriku rasanya mungkin besok pernikahan kami akan segera berakhir.
''Mas, kamu apa-apaan sih! Aku yang punya wajah jelek kenapa kamu yang pusing. Aku aja merasa baik-baik saja sedari dulu, aku menjalani hidupku dengan bahagia dengan rupa ku yang apa adanya ini. Lalu kamu, kamu orang yang baru aku kenal kenapa punya pikiran begitu ingin mengubah ciptaan Allah. Ingat, nggak baik Mas mengubah ciptaan Allah, nanti Allah marah.'' aku berkata sok bijak dengan sandiwara yang harus aku main dengan sebagus mungkin. Aku menunduk, sedikit terisak.
''Udah, cengeng banget sih. Lagian aku tuh cuma memberi solusi yang tepat untukmu. Kalau kamu mau aku bisa biayain, kalau nggak mau ya udah nggak usah. Tanggung sendiri rupa jelek mu itu. Setelah lepas dari aku, aku yakin tidak akan ada satupun pria yang tertarik dan sudi hidup bersama dengan mu, dan kamu akan menjadi perawan tua tanpa adanya pasangan dan anak. Ckckck ... Menyedihkan sekali nasibmu Anjani. Untung saja kamu bertemu sama Mama dan membantu nya waktu itu hingga kamu punya kesempatan masuk ke kehidupan kami dan menikah dengan pria tampan seperti ku karena paksaan Mama.'' ucap Mas Rendra lagi seraya tersenyum sinis. Jujur rasanya aku ingin sekali menimpuk wajahnya yang sok kecakepan itu dengan bantal mobil yang aku pegang. Sebel tau nggak sih.
Aku tidak membalas lagi ucapan Mas Rendra. Malas rasanya aku berdebat dengannya hanya karena penyamaran ku yang sungguh sukses ini. Sungguh sukses membuat Mas Rendra percaya kalau aku benar-benar jelek.
''Kita makan di rumah saja, ya dan maaf aku tidak jadi membawa kamu ke salon untuk melakukan perawatan pada rambut mu, karena rasanya percuma.'' ucapnya lagi masih menyangkut penampilan aku.
''Ya udah.'' jawabku singkat.
''Jangan marah-marah gitu, wajahmu makin jelek kalau lagi kayak gitu. Ckckck ...'' ucapnya lagi seraya terkekeh kecil, ia menjawil rambut ku yang di kepang. Dasar bunglon, terkadang baik dan terkadang begitu menyebalkan. Tapi kebanyakan menyebalkan sih. Baiknya cuma sesekali saja.
''Biarin. Hina saja aku sepuas mu. Hina terus!'' sahutku seraya mengalihkan pandangan keluar ke jendela mobil. Aku melihat pohon-pohon yang berbaris rapi di pinggiran jalan, pohon yang tak pernah protes saat ia mau di tanam di mana, ia akan tumbuh, menjadi tinggi dan kuat di mana pun dia berada. Dan yang tidak kuat akan mati, layu dan mengering sempurna. Semua makhluk hidup di atas dunia sudah punya takdirnya masing-masing. Dan aku yakin aku di pertemukan dengan Mas Rendra juga merupakan takdir, lalu aku menikah dengannya karena kemauan ku sendiri.
***
Setibanya kami di rumah, kami melakukan tugas dan aktivitas kami masing-masing di kamar masing-masing pula. Kami tidak saling menyapa lagi. Sore harinya, saat aku sedang duduk di balkon kamar yang menghadap ke arah perkarangan rumah, aku lihat Mas Rendra pergi, ia pergi dengan sedikit terburu-buru tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada ku. Ia memakai celana jeans panjang di lengkapi dengan atasan kaos dan jaket kulit. Ia juga memakai sepatu yang berbahan dasar kulit. Penampilan nya terlihat sangat sempurna dengan di dukung oleh rupanya yang tampan. Kira-kira Mas Rendra mau ke mana? Pikirku. Apa jangan-jangan dia sudah punya kekasih atau gebetan baru lagi. Ah sudahlah. Terserah dia saja.
Aku memilih masuk ke dalam kamar lalu berbalas pesan dengan Mama dan juga Shaka. Aku dan Shaka janjian untuk ketemu esok harinya, Shaka menuntut meminta aku menceritakan bagaimana aku bisa bertemu, menikah dan memilih menyamar di depan Mas Rendra.
***
Malam harinya pukul sembilan malam lewat, masih belum ada tanda-tanda Mas Rendra akan pulang. Aku berjalan mondar-mandir di ruang keluarga dengan ponsel berada di tangan. Karena merasa penasaran di mana keberadaan Mas Rendra, akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi dirinya, sebenarnya malas sekali rasanya aku menghubungi nya, tapi apa boleh buat, sebagai istri yang baik memang sepatutnya aku menghubungi untuk memastikan di mana dan sedang apa dirinya.
Satu panggilan tidak di angkat, dan panggilan kedua juga tidak di angkat, hingga panggilan ke tiga, akhirnya Mas Rendra mengangkat panggilan dari ku. Di seberang sana, aku mendengar suara yang begitu berisik.
''Hallo, Mas. Kamu di mana sekarang? kenapa kamu belum pulang?" tanyaku.
''Anjani, mending kamu tidur saja, jangan ganggu aku. Aku akan pulang nanti setelah aku selesai bersenang-senang.'' jawab Mas Rendra dari seberang sana.
''Emang kamu ada di mana sekarang, Mas?'' tanyaku lagi.
''Aku sedang berada di klub malam bersama teman-temanku, sekalian aku ingin cuci mata supaya wajah mu yang buluk itu tidak terbayang-bayang lagi di pelupuk mataku.'' kata Mas Rendra lagi dengan nada terdengar ngaco dan tak jelas.
''Mas, ingat Mama. Kamu jangan kebablasan gitu.'' ucapku memberi peringatan.
''Udah ah cerewet.'' sambungan telepon terputus. Aku hanya mampu menarik nafas dalam lalu kembali duduk di sofa keluarga. Ternyata Mas Rendra belum berubah. Pikirku. Pasti sekarang dia tengah bersenang-senang sama wanita yang ada di klub malam.
Aku naik ke lantai atas ke kamar ku, setibanya di dalam kamar, aku membuka lemari, mengambil tas yang berukuran sedang lalu perlahan aku mulai mengemasi, memasukan satu persatu pakaian dan barang-barang ku yang ada di lemari ke dalam tas. Besok sudah sebulan pernikahan kami, aku sudah janji sama Mama dan Papa untuk pulang. Dan besok Mas Rendra juga sudah berjanji akan mengambil keputusan menyangkut pernikahan kami di hadapan Mamanya. Aku rasa ia pasti akan menceraikan aku, dan aku juga sudah menunggu saat itu.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
etna winartha
nah gitu dong an pergi
2023-08-21
0
Yuyun Zahra
next....
2022-11-16
1
Selin Tari
iya Anjani pergi za dari rumah ..biar Rendra tau rasa ..💪💪💪💪
2022-11-16
1