"Kamu masih ingat dengan tempat itu Ren?" Ifan menunjuk ke sebuah taman yang berada di dekat toko boneka itu.
Irene tersenyum.
"Aku ingat Mas. Itu taman tempat kita dan teman-teman kita sering nongkrong bareng kan," ucap Irene.
Dia memang tidak pernah lupa dengan tempat favorit-favoritnya bersama Ifan dulu.
"Kamu masih ingat Ren. Di tempat itu, banyak sekali kenangan tentang masa lalu kita," ucap Ifan lagi.
"Iya. Aku ingat Mas. Mana mungkin aku bisa melupakannya."
"Iya. Memang benar. Kalau cinta pertama itu memang sulit untuk di lupakan."
"Tapi, semua itu sudah berlalu Mas. Dan aku sudah tidak mau mengenangnya lagi. Di antara kita sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi. Apalagi sekarang kamu sudah punya anak, dan kamu pasti sangat mencintai mendiang istri kamu kan. Dan aku juga sekarang sudah punya suami yang sangat aku cintai," ucap Irene.
'Kamu salah Ren. Sampai saat ini, aku belum bisa melupakan kenangan tentang kamu. Aku masih sangat mencintai kamu Ren. Aku fikir, kamu juga masih punya perasaan yang sama seperti aku. Tapi ternyata tidak. Ternyata kamu saat ini, sangat mencintai suami kamu.' batin Ifan.
Ifan masih menatap ke arah taman, tempat favoritnya sewaktu dia masih pacaran dengan Irene. Begitu juga dengan Irene. Dia masih menatap ke arah taman. Bayangan-bayangan manis, saat ini sudah memenuhi semua ruang di fikiran Irene.
Irene tidak pernah bisa melupakan kenangan itu, karena sudah terlalu banyak kenangan manis bersama Ifan.
'Jangan ingatkan aku soal masa lalu kita lagi Mas. Aku takut, hatiku akan berpaling lagi ke kamu. Aku nggak mau rumah tangga aku dan Mas Irwan berantakan hanya karena orang ketiga' batin Irene.
Irene tidak mau, cinta yang sudah dia kubur dalam-dalam itu kembali lagi. Apalagi sekarang Irene sudah dekat lagi dengan Ifan. Hampir setiap hari mereka bertemu.
"Aku mau yang ini Pa," ucap Alma mengejutkan lamunan Ifan dan Irene.
Ifan dan Irene serentak menatap Alma yang sudah membawa boneka besar di tangannya.
"Alma. Kamu mau yang itu?" tanya Ifan.
"Cepat banget Al pilih bonekanya?" Irene menatap Alma lekat.
Entah kenapa sejak pertama kali bertemu Alma, Irene jadi sangat sayang sama anak itu. Mungkin karena selama ini Irene sudah sangat mengharapkan seorang anak.
"Iya Tan. Aku nggak mau lama-lama. Soalnya aku udah lapar. Aku pengin makan," ucap Alma.
"Alma lapar? kenapa nggak bilang dari tadi," ucap Ifan.
"Alma kan pengin beli boneka dulu Pa." Alma menunjukan bonekanya ke arah ayahnya. "Bagus kan Pa?"
"Iya. Bagus Al," puji Ifan.
"Ya udah. Sekarang Alma mau makan di luar apa mau makan di rumah aja?" tanya Ifan pada anaknya.
Alma tampak berfikir.
"Kita makan di luar aja Pa. Sekalian ajak Tante Iren juga ya seperti kemarin." Alam mengusulkan.
"Oke. Siap bos. Kita bayar dulu bonekanya ya?" ucap Ifan yang membuat Irene dan Alma tersenyum.
"Iya Pa."
Ifan kemudian masuk ke dalam toko untuk membayar boneka itu. Setelah itu, Ifan pun mengajak Alma dan Irene masuk ke dalam mobil.
"Tante Iren duduk di depan aja ya sama papa aku," ucap Alma.
"Lho kok gitu?" Irene mengernyitkan alisnya.
"Tempat Tante Iren untuk boneka aku dulu. Kan boneka aku besar. Kalau Tante Iren duduk di belakang sama aku, nanti tempatnya jadi sempit. Kasihan bonekanya Tan."
"Oh. Baiklah."
Saat ini, Irene harus mengalah dengan Alma. Alma menyuruh Irene untuk duduk di depan di samping ayahnya. Jadi terpaksa Irene harus duduk di depan bersama Ifan.
Padahal Irene sangat tidak enak berada di dekat Ifan. Dia selalu merasa gugup saat dia berada di dekat Ifan.
Ifan membukakan pintu mobil untuk Alma dan Irene. Setelah Alma dan Irene masuk ke dalam mobil, Ifanpun menyusul untuk masuk ke dalam mobil.
Ifan sejak tadi masih disibukan menyetir. Sementara anaknya di belakang masih mengajak bicara boneka beruangnya yang baru. Dan Irene, sejak tadi masih melamun. Kelihatanya Irene tampak sedih sekali saat ini. Ifan tidak tahu apa yang membuat Irene sedih.
Ifan menatap Irene sekilas.
"Ren. Kenapa dari tadi kamu diam aja. Ada apa? apa yang sedang kamu fikirkan?" tanya Ifan di sela-sela menyetirnya.
"Aku nggak apa-apa Mas. Aku juga nggak lagi mikirin apa-apa kok," jawab Irene.
"Kamu tidak pandai untuk berbohong Irene. Wajah kamu itu sudah bisa ketebak. Aku yakin, pasti saat ini kamu sedang punya banyak masalah. Iya kan? mungkin orang lain bisa kamu bohongi termasuk suamimu. Tapi, aku nggak akan pernah bisa kamu bohongin. Aku yakin, kalau kamu sekarang lagi punya masalah. Karena kamu kelihatan sedih banget begitu."
Ifan memang sudah mengenal Irene luar dalam. Dia tahu apa yang sedang Irene rasakan saat ini. Dia seperti bisa membaca fikiran Irene. Saat ini, Irene memang sedang tidak baik-baik saja. Dan Irene juga tidak pandai berbohong. Apalagi untuk membohongi Ifan.
"Kamu punya masalah apa lagi dengan suami kamu heem...?"
Irene sebenarnya bingung jika harus cerita semua masalahnya pada Ifan. Tapi, Irene mau cerita sama siapa lagi selain sama Ifan.
Dia saat ini sudah tidak punya teman lagi untuk berbagi cerita. Cuma Ifan orang yang terdekat dengan Irene sekarang
'Apa aku pantas, berbagi cerita dengan mantan suamiku. Sementara Mas Irwan di sana, tidak pernah tahu kalau aku dekat lagi dengan mantan suami aku. Tapi, semua ini aku lakukan demi Mas Irwan. Aku nggak mau sampai Mas Irwan tahu tentang hal ini. Maafkan aku Mas Irwan. Karena aku sudah banyak membohongimu.' batin Irene.
Ifan sejak tadi masih memperhatikan Irene.
Irene seperti sedang menyimpan beban berat dalam hidupnya. Ifan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Irene. Kenapa belakangan ini, dia melihat Irene tampak sangat sedih.
"Kalau kamu butuh bantuan aku, aku akan selalu siap untuk membantumu. Karena aku paling tidak suka melihat kamu sedih," ucap Ifan.
Irene sama sekali tidak mendengarkan ucapan Ifan. Sejak tadi dia masih melamun dan menatap ke luar mobil.
"Ren. Irene...!" Ifan menaikan nada suaranya. Karena sejak tadi, dia memanggil-manggil Irene, Irene tidak juga menoleh.
"Eh, iya Mas. Iya. Ada apa?"
"Kenapa kamu dari tadi ngelamun aja sih. Diajak ngobrol juga diam aja."
"Maaf Mas, Akhir-akhir ini, aku memang lagi banyak masalah."
"Kamu nggak mau cerita sama aku?"
"Maaf Mas. Aku belum siap untuk cerita masalah aku ke kamu."
"Ya udah. Sebentar lagi kita sampai Ren."
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan dari toko boneka sampai ke cafe, akhirnya mobil Ifan pun berhenti tepat di parkiran cafe. Ifan kemudian memarkirkan mobilnya diparkiran cafe.
"Udah sampai. Kamu nggak mau turun?" tanya Ifan pada Irene.
"Ya, aku mau turunlah Mas."
"Ya udah. Ayo kita turun!"
Irene mengangguk.
Ifan dan Irene kemudian turun dari mobil mereka. Setelah itu mereka mengajak Alma turun.
Irene, Ifan dan Alma kemudian melangkah masuk ke dalam cafe. Mereka kemudian duduk dan memesan makanan untuk makan siang mereka.
Ifan, Irene dan Alma saat ini, masih menikmati makanannya.
Mereka sejak tadi masih saling diam.
"Ren. Kamu makan yang banyak ya. Biar kamu cepat gendut. Hehe..." ucap Ifan terkekeh.
Irene menatap Ifan lekat.
"Aku nggak mau gendut. Karena suami aku, tidak suka wanita gendut."
"Oh iya? kenapa begitu?"
"Karena kalau gendut, aku itu katanya nggak cantik Mas. Dan aku juga nggak pede banget. Apalagi kalau ketemu sama teman-teman aku di jalan. Mereka bisa membullyku."
"Ah, nggak kayak gitu juga kok Ren. Siapa juga yang mau membully kamu. Kamunya aja yang merasa minder sendiri."
"Iya, mungkin."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments