"Mas, kamu yakin bisa bantu aku cari kerjaan?" tanya Irene disela-sela kunyahannya.
"Iya. Aku bisa tempatkan kamu di kantor aku," ucap Ifan.
"Oh iya? Kamu punya kantor?"
"Haha...jangankan kantor Iren. Pesawat jet pun aku punya." Ifan tergelak sembari menatap Irene.
Irene sedari tadi masih terkagum-kagum mendengar ucapan Ifan.
"Wah, jadi sekarang kamu udah jadi orang sukses ya? Mobil kamu juga sangat mewah."
"Iya. Alhamdulillah Iren. Ini semua karena hasil kerja kerasku."
"Syukurlah kalau begitu. Beruntung ya wanita yang bisa dapatin kamu. Karena sekarang kamu sudah sangat berubah."
"Iya. Tapi sayang sekali. Dia sangat cepat sekali meninggalkan aku."
"Maksud kamu apa?" tanya Irene bingung.
"Istri aku sudah meninggal Iren," jawab Ifan yang membuat Irene terkejut.
"Jadi, kamu sudah pernah menikah dengan wanita lain? dan istri kamu itu sekarang sudah meninggal?"
Ifan mengangguk. "Iya."
"Duh, maaf ya Mas. Aku sudah membuat kamu sedih," ucap Irene saat melihat perubahan wajah Ifan yang terlihat sedih saat diingatkan lagi pada istrinya yang sudah meninggal itu.
"Oh. Nggak apa-apa Ren. Kita lanjut makan saja ya,"
Irene mengangguk.
Ifan dan Irene sejak tadi masih berada di cafe. Mereka masih menikmati makan siangnya. Sudah lebih dari delapan tahun mereka tidak pernah berjumpa.
Karena sejak perceraian mereka, Ifan menghilang begitu saja. Dan dia sekarang kembali dengan membawa banyak perubahan dalam dirinya.
"Mas, jujur, aku belum punya pengalaman apa-apa di kantor," ucap Irene yang membuat Ifan menatapnya.
"Ya nggak apa-apa. Kamu bisa kerja jadi sekretaris pribadi aku, atau asisten pribadi aku."
"Sekretaris?"
"Iya. Itu sih kalau kamu mau. Karena nggak ada lowongan lain selain itu."
Irene diam. Dia tampak berfikir.
'Kalau aku jadi sekretaris Mas Ifan, itu artinya aku akan dekat lagi sama dia. Lalu, bagaimana kalau Mas Irwan tahu aku kerja dengan mantan suamiku. Dia pasti akan marah besar sama aku, dan tidak akan mengizinkan aku kerja lagi.' batin Irene.
"Mas, emang nggak ada kerjaan lain selain menjadi sekretaris?" tanya Irene.
Ifan menggeleng.
"Nggak ada Ren. Aku sekarang lagi butuh sekretaris. Karena sekretarisku yang kemarin sudah mengundurkan diri."
"Tapi, aku nggak punya pengalaman dalam bidang itu Mas."
"Nggak masalah. Nanti aku bisa ajarin kamu."
Irene masih tampak bingung untuk menerima pekerjaan itu. Iren takut kalau pekerjaannya itu, akan membawanya larut ke dalam cinta masa lalunya. Apalagi dia melihat Ifan sekarang sangat berbeda jauh dari Ifan yang dulu. Ifan terlihat jauh lebih tampan, jauh lebih keren, dan jauh lebih kaya.
"Mas, kayaknya aku nggak bisa deh, menerima tawaran dari kamu untuk menjadi sekretaris pribadi kamu. Kerjaan yang lain aja kalau ada Mas."
"Ada sih. Cleaning service di kantor aku , atau jadi pengasuh anak aku di rumahku."
"Apa? pengasuh? kamu udah punya anak Mas?" tanya Irene.
Dia tidak menyangka kalau mantan suaminya itu sudah punya anak.
"Iya. Aku sudah punya anak satu Iren."
"Wah, nggak nyangka aku Mas. Kamu ternyata sudah punya anak."
Irene kembali diam. Setetes bening mengalir dari pelupuk matanya. Ifan tidak tahu apa yang membuat Irene sedih.
"Kamu kenapa Ren?" tanya Ifan.
Irene segera menghapus air matanya.
"Oh, maaf Mas," ucap Irene.
Ifan mengambil sapu tangan yang ada di saku celananya. Setelah itu dia mengusap sisa-sisa air mata Irene.
"Jangan nangis Ren. Aku nggak suka melihat kamu menangis. Aku lebih suka melihat kamu tersenyum. Karena kamu jauh lebih cantik jika tersenyum."
Irene menatap Ifan lekat. Begitu juga dengan Ifan. Dia sejak tadi masih memperhatikan Irene. Irene mantan istrinya, wanita yang dulu sangat dia cintai. Dan sekarang wanita itu, sudah duduk dekat sekali dengan Ifan.
Deg deg deg...
Jantung Irene tiba-tiba saja, berpacu lebih cepat dari biasanya. Dia tampak gugup saat Ifan mendekatinya dan menghapus air matanya.
"Aku bisa sendiri Mas," ucap Irene sembari menyambar sapu tangan yang ada dalam genggaman Ifan.
Irene kemudian mengusap sisa-sisa air matanya dengan sapu tangan itu.
"Aku mau pulang Mas. Kayaknya kita di sini udah terlalu lama."
"Oh, oke. Aku akan antar kamu pulang. Tapi, kamu habiskan dulu makanannya ya."
Irene mengangguk. Setelah itu dia mulai menghabiskan makanannya. Begitu juga dengan Ifan. Dia juga mulai menghabiskan makanannya. Tidak ada sesuatu yang mereka bicarakan di makan siang pertama mereka selain membahas pekerjaan.
Setelah mereka menghabiskan makanan mereka, Ifan kemudian mengambil sebuah kartu nama dari dalam dompetnya. Setelah itu dia menyodorkan kartu nama itu pada Irene.
"Ini kartu namaku. Kamu bisa hubungi aku, kalau kamu memang membutuhkan pekerjaan. Dan di sini juga ada alamat kantor aku. Kamu bisa ke kantor aku, kalau kamu sudah siap kerja di kantor aku."
Irene meraih benda pipih itu. Dia kemudian membacanya.
'Direktur Utama? hebat sekali Mas Ifan. Ternyata dia seorang direktur.' batin Irene.
"Makasih Mas, untuk semuanya. Aku akan fikirkan ini dulu," ucap Irene.
Ifan mengangguk. "Baik."
Setelah selesai makan siang di cafe, Ifan kemudian mengantar Irene untuk pulang ke rumahnya.
Di perjalanan pulang, Irene dan Ifan hanya bisa saling diam. Mereka masih larut dalam fikirann mereka masing-masing.
Irene saat ini dalam dilema. Saat ini, dia memang sangat membutuhkan pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga. Namun belum ada satupun perusahaan yang mau menerimanya. Tapi di sisi lain, dia juga tidak mungkin menerima pekerjaan dari mantan suaminya.
'Aku terima nggak ya, kerjaan dari Mas Ifan. Tapi, kalau jadi sekretaris, aku nggak pengalaman dan nanti aku akan dekat terus sama Mas Ifan. Jadi cleaning servis, gajinya juga mungkin tak sebesar gaji sekretaris. Kalau jadi pengasuh anaknya Mas Ifan, mungkin aku akan jarang bertemu Mas Ifan kali ya. Kan mas Ifan orang sibuk. Jarang ada di rumah. Pasti kebanyakan waktunya itu di kantor.' batin Irene.
Ifan sejak tadi masih memperhatikan Irene.
'Kenapa ya dengan Irene. Dia terlihat seperti orang kebingungan. Dia seperti sedang punya masalah besar.' batin Ifan
"Ren. Kamu kenapa?" tanya Ifan.
"Aku nggak apa-apa."
"Kamu lagi ada masalah sama suami kamu?"
Irene tersenyum.
"Nggak ada Mas."
"Kalau kamu lagi punya masalah, kamu bisa kok ceritakan masalah kamu ke aku. Siapa tahu nanti aku bisa bantu."
"Aku lagi nggak ada masalah kok Mas."
"Oh, ya udah. Kalau kamu lagi ada masalah, lebih baik kamu ceritakan saja semua masalah kamu. Jangan di pendam sendiri. Siapa tahu, dengan bercerita ke orang lain, hati kamu bisa sedikit lebih tenang."
Irene tahu, kalau Ifan itu lelaki yang sangat perhatian. Tapi, Irene tidak mau perhatian Ifan ke dia bisa menjadi bumerang untuk dirinya.
"Mas, aku turun di situ aja Mas," ucap Irene tiba-tiba.
"Lho, kenapa kamu mau turun di tengah jalan?"
"Nggak apa-apa. Aku turun di sini saja Mas."
"Kamu nggak mau aku antar sampai rumah?"
"Nggak usah sampai rumah Mas. Aku turun di sini saja. Lagian rumah aku juga sudah dekat kok. Tinggal jalan kaki sedikit aja, nanti juga sampai."
"Oh, ya udah."
Ifan kemudian menghentikan laju mobilnya. Sebenarnya, Ifan ingin mengantarkan Irene sampai rumah. Dia tidak tega jika dia harus menurunkan Irene di tengah jalan. Namun Irene memaksa untuk turun di tengah jalan. Mungkin, dia takut Irwan akan salah paham.
"Makasih ya Mas. Untuk tumpangannya," ucap Irene sebelum turun dari mobil Ifan.
"Iya. Sama-sama Irene."
Irene kemudian turun dari mobil Ifan. Dia masih menatap lelaki tampan itu.
"Hati-hati ya Mas di jalan," ucap Irene.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Happy Kids
hmmm istrinya dukung dia pas susah susahnya tp jodohny g lama.
2024-09-25
0
Nani kusmiati
masih nyimak gimana cerita selanjutnya, tetap semangat author 👍🏻👍🏻👍🏻
2022-10-29
0