"Ren. Maaf ya Ren udah nunggu lama."
Ifan kemudian duduk di sisi Irene.
"Nggak apa-apa Mas. Gimana anak kamu?"
"Pokoknya kamu tenang aja. Besok, kamu bisa datang lagi ke sini. Karena besok, Alma harus sekolah. Dan bisa kan kamu datang pagi-pagi?"
"Oh. Iya Pak. Besok saya akan datang pagi-pagi. Kalau begitu, saya permisi dulu Pak."
"Lho. Kok permisi. Kamu kan baru datang?"
"Aku ke sini cuma mau lihat keadaan di sini aja Mas. Dan besok kan aku bisa mulai kerja?"
"Itu sih terserah kamu Ren."
"Besok aja ya Pak. Nanti aku ke sini lagi. Almanya, juga sepertinya belum mau sama aku."
"Iya. Saya antar kamu pulang ya?"
"Oh, nggak usah. Saya bisa pulang naik taksi."
"Tapi kan ini sudah sore Ren. Aku antar kamu pulang aja ya. Aku takut terjadi apa-apa sama kamu."
"Pak, maaf ya. Saya benar-benar nggak enak, kalau bapak selalu mengantarkan saya pulang. Saya nggak mau, ada orang yang salah paham dengan kedekatan kita. Saya dan bapak, di sini hanya sebagai seorang majikan dan pembantu. Tidak lebih dari itu."
"Ssstttt." Tiba-tiba saja Ifan sudah menempelkan jari telunjuknya ke bibir Irene. Membuat Irene diam dan tidak bisa berkutik.
"Kamu jangan bicara seperti itu. Aku sama sekali tidak pernah menganggap kamu itu pembantu. Kamu itu mantan istri aku. Dan kamu wanita yang pernah aku cintai. Berhentilah merendahkan dirimu sendiri Irene. Kalau kamu mau, aku bisa saja menjadikan kamu karyawan terbaikku di kantor."
Jantung Irene berpacu lebih cepat dari biasanya. Lagi-lagi Ifan sudah membuat Irene baper. Sejak tadi, Irene masih menikmati sentuhan lembut tangan Ifan. Ifan yang membelai mesra pipi Irene dan membelai bibir tipis Irene.
"Papa..." suara Alma mengejutkan Irene dan Ifan.
Irene buru-buru menepis tangan Ifan.
"Maaf Pak. Saya pergi dulu. Besok saya akan ke sini lagi untuk bekerja. Permisi, Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Irene kemudian melangkah pergi meninggalkan rumah Ifan. Sementara Ifan sejak tadi, masih senyam-senyum sendiri.
'Irene memang tidak pernah berubah. Apakah mungkin, dia masih punya perasaan yang sama seperti aku.' batin Ifan
****
Pagi ini, Irene sudah berada di depan rumah Ifan. Hari ini, adalah hari pertamanya kerja menjadi pengasuh Alma. Dia masih berdiri di depan pintu. Dia tampak ragu untuk mengetuk pintu rumah mantan suaminya.
"Duh, aku ketuk nggak ya. Aku takut, Alma masih belum mau sama aku," gumam Irene.
Akhirnya Irene memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah Ifan.
Tok tok tok...
Beberapa saat kemudian, seorang wanita setengah abad yang biasa di panggil si Mbok, membuka pintu.
"Em, kamu Mbak barunya Alma ya?"
Irene hanya mengangguk.
"Iya. Nama saya Irene. Kata Pak Ifan, mulai hari ini, saya sudah mulai bisa kerja di sini."
"Oh. Mbak Irene. Ayo masuk!" pinta Mbok Inah.
Irene dan Mbok Inah kemudian masuk ke dalam rumah. Mereka melangkah ke arah ruang makan.
Di ruang makan, tampak Alma yang sudah duduk sembari menatap satu persatu makanan yang ada di atas meja.
"Alma," ucap Irene
Alma menoleh ke arah Irene dan tersenyum.
"Tante ke sini lagi? apa Tante mau cari papa aku?" tanya Alma.
Irene menggeleng.
"Nggak. Tante ke sini mau cari kamu. Tante, ingin berteman sama kamu. Apa boleh, Tante jadi teman kamu? soalnya di rumah Tante sangat kesepian."
Alma diam. Dia tampak berfikir. Dia kemudian menatap Mbok Inah yang sedang menyeduh air ke dalam gelas. Sepertinya, dia ingin meminta pendapat Mbok Inah.
Mbok Inah hanya tersenyum.
"Non, Si Mbok rasa, Tante Iren ini orang yang baik. Buktinya, sekarang dia mau bela-belain datang pagi-pagi untuk mengantar Non ke sekolah."
"Tante mau ngantar aku ke sekolah? apa Tante mau, nungguin aku sampai aku pulang sekolah seperti Mbak Intan?" Alma menatap lekat Irene.
"Ya tentu dong sayang. Kamu mau kan sama Tante? nanti, kalau kamu mau Tante antar ke sekolah, kapan-kapan, Tante akan ajak Alma jalan-jalan. Gimana?"
"Boleh deh, aku mau Tan. Jalan-jalan ke mana Tan?" Alma tampak bersemangat.
"Ke mana aja. Terserah Alma."
"Wah, asyik..."
Alma bersorak gembira. Irene sangat bahagia karena Alma sudah mau ngobrol dengannya. Mungkin itu yang akan menjadi awal yang baik untuk Irene.
"Mbak Iren. Duduk dulu aja di sini temani Non Alma. Pak Ifan masih berada di kamar," ucap Si Mbok setelah menyiapkan semua makanannya di atas meja.
"Pak Ifan belum turun?" tanya Irene.
"Belum Mbak," jawab Mbok Inah.
"Iya Mbok. Saya akan tunggu."
Irene kemudian duduk di sisi Alma. Hari ini, dia sudah siap, untuk mengantar Alma ke sekolah.
Beberapa saat kemudian, Ifan menuruni anak tangga. Dia melangkah ke arah ruang makan. Ifan terkejut saat melihat Irene yang sudah tampak akrab dengan Alma. Sampai-sampai, mereka berdua tidak merasakan kehadiran Ifan.
"Ehem...ehem... Lagi ngobrolin apa sih? asyik banget kelihatnya.?" Ifan menyeret kursi dan menghempaskan tubuhnya di atas kursi itu. Dia kemudian berbaur bersama anaknya dan Irene.
"Papa, hari ini aku mau masuk sekolah bareng Tante Iren," ucap Alma.
"Wah, bagus dong."
Ifan menatap Irene sejenak. Irene merasa lega, akhirnya dia bisa juga meluluhkan hati anaknya Ifan.
"Irene. Kamu udah makan belum?" tanya Ifan.
"Udah Pak."
"Kalau mau makan lagi, kita makan bareng aja."
"Nggak usah repot-repot Pak. Aku udah kenyang."
"Ya udah. Tunggu dulu ya. Aku dan Alma mau makan dulu."
Irene mengangguk.
"Aku tunggu di depan aja ya Pak."
"Oh, ya silahkan!"
Irene kemudian melangkah untuk ke depan rumah Ifan.
*****
Siang ini, Irene masih berada di sekolah Alma.
Ring ring ring...
Suara deringan ponsel Irene mengejutkan lamunan Irene. Irene merogoh ponselnya yang ada di tas kecilnya. Irene kemudian mengangkat telponnya.
"Halo."
"Halo, apa ini dari keluarga Mas Irwan?"
"Oh, iya betul. Saya istrinya. Dengan siapa ya?"
"Kami dari pihak rumah sakit, ingin mengabarkan, bahwa Pak Irwan sekarang berada di rumah sakit."
"Di rumah sakit? Kenapa dengan suamiku?"
"Pak Irwan mengalami kecelakaan. Dan kondisinya kritis."
Irene terkejut saat mendengar kabar suaminya. Irene benar-benar tidak menyangka kalau suaminya akan mengalami kecelakaan.
Irene tidak sanggup untuk berkata-kata lagi. Ponsel yang masih berada di tanganya, terjatuh ke lantai. Dia sangat syok mengetahui semua itu.
"Tante Iren kenapa?" tanya Alma yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Iren, bersama Risti gurunya.
"Mbak. Kenapa Mbak?" tanya Bu Risti.
Irene tidak menjawab pertanyaan Alma dan Bu Risti. Tiba-tiba saja, Irene menangis sesenggukan di depan Alma. Membuat Alma dan Bu Risti saling menatap.
"Kenapa dengan Tante Iren Bu guru?" Alma tampak ketakutan saat menatap Irene.
"Alma ikut ibu dulu ya. Nanti, ibu akan telpon papa Alma dulu."
Alma mengangguk. Setelah itu, Bu Risti membawa Alma ke kelas. Dia kemudian menelpon Ifan yang sekarang masih berada di kantor.
"Halo Pak Ifan, maaf ya Pak. Kalau saya sudah menganggu waktu bapak."
"Ada apa Bu Risti?"
"Itu, Mbak barunya Alma kenapa ya Pak? tadi dia diam saja. Dia seperti sangat syok begitu Pak. Dan dia juga sejak tadi menangis saja."
"Terus sekarang Alma bagaimana?"
"Dia masih sama saya Pak."
"Oh. Begitu ya. Ya udah, nanti saya akan segera ke sana sekarang."
"Iya Pak. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
****
Setelah mendengar kabar dari Bu Risti, Ifan sangat panik. Dia takut terjadi apa-apa dengan Irene. Ifan langsung melajukan mobilnya sampai ke sekolah anaknya. Sesampai di sana, Ifan kemudian turun dan melangkah ke arah kelas Alma.
Ifan terkejut saat melihat Irene menangis sendiri.
"Kemana Alma?" Ifan memutar bola matanya untuk mencari Alma. Namun Alma tidak berada di dekat Irene.
"Mungkin dia masih sama Bu Risti," gumam Ifan.
Ifan sejak tadi, masih memperhatikan Irene. Dia kemudian duduk di samping Irene.
"Iren. Kamu kenapa Ren?" tanya Ifan khawatir.
Irene yang di tanya hanya diam. Dia tidak menjawab pertanyaan Ifan.
"Ren, Iren," Ifan menepuk bahu Iren mencoba untuk menyadarkan Iren.
Irene menatap Ifan dengan deraian air mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments