"Mas, suamiku Mas."
Ifan mengernyitkan alisnya bingung.
"Suami kamu kenapa?" tanya Ifan
Irene menghela nafas dalam.
"Suamiku kecelakaan dan sekarang dia sedang kritis," ucap Irene menuturkan.
Ifan terkejut mendengar penuturan Irene.
"Apa! suami kamu kecelakaan? kapan Ren?" tanya Ifan.
"Tadi pagi Mas. Dan kondisinya sekarang kritis."
"Ya udah. Sekarang, kita ke rumah sakit. Kita lihat kondisi suami kamu."
"Tapi Alma..." ucap Irene.
"Saya akan titipkan Alma ke gurunya."
Tanpa banyak berkata, Ifan kemudian melangkah untuk mencari Bu Risti.
"Bu Risti. Mana Alma?" tanya Ifan setelah bertemu gurunya Alma.
"Itu Pak. Lagi beli jajan."
"Bu, saya titip Alma dulu ya sama ibu. Ibu nggak keberatan kan?" Ifan menatap Bu Risti.
"Oh, tentu saja nggak. Emang bapak mau ke mana?" tanya Bu Risti.
"Saya mau antarkan Irene ke rumah sakit. Katanya suaminya barusan kecelakaan. Dan dia, sekarang berada di rumah sakit dan kondisinya saat ini, sedang kritis."
"Astaghfirullahaladzim. Ya udah, bapak pergi saja sekarang. Antarkan Mbak Iren. Biar Alma sama saya dulu."
"Iya. Saya pergi sekarang Bu Risti. Tolong jaga Alma."
Bu Risti mengangguk.
Ifan kemudian melangkah menghampiri Irene. Setelah itu, dia mengajak Irene untuk pergi ke rumah sakit.
"Ren, ayo Ren! aku akan antar kamu ke rumah sakit," ajak Ifan.
Irene mengangguk.
Setelah itu, mereka melangkah ke arah mobil. Ifan dan Irene kemudian masuk ke dalam mobil dan meluncur menuju ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Ifan dan Irene turun. Mereka melangkah menuju ke resepsionis.
"Sus, saya mau cari Mas Irwan suami saya. Katanya dia di rawat di rumah sakit ini," ucap Irene pada suster penjaga.
"Apa dia korban kecelakaan tadi pagi?"
"Iya benar Sus. Sekarang dia ada di mana?" tanya Irene.
"Saudara Irwan masih berada di ruang UGD. Dia masih dalam penanganan dokter," jawab suster.
Irene dan Ifan saling menatap. Mereka kemudian buru-buru pergi melangkah ke ruang UGD.
Di depan ruang UGD, Ifan dan Irene duduk. Irene tiba-tiba saja teringat dengan Alma.
"Mas, sekarang kamu harus pulang dan temui anak kamu. Kasihan dia Mas. Dia pasti sekarang lagi nungguin kamu."
"Tapi, bagaimana dengan kamu? kamu ngga apa-apa aku tinggal sendiri?"
"Nggak apa-apa Mas. Aku bisa sendiri kok. Nanti, aku akan hubungi keluarga aku."
"Ya udah. Kalau gitu, aku pulang dulu ya. Lagian, aku juga masih banyak kerjaan di kantor."
"Iya Mas."
Ifan bangkit berdiri. Setelah dia berpamitan dengan Irene, Ifan kemudian pergi meninggalkan rumah sakit.
*
Saat ini, Irene masih duduk di depan ruang UGD sendirian. Dia sejak tadi masih menunggu dokter keluar dari ruangan itu. Seorang dokter, tiba-tiba keluar dari ruangan UGD. Irene langsung menghampiri dokter itu.
"Dokter, bagaimana keadaan suami saya dok?" tanya Irene.
"Anda siapa? apakah anda dari keluarga pasien ?"
"Iya, saya istrinya Dok."
"Pasien sudah kehilangan banyak darah. Karena benturan yang sangat keras, membuat syaraf di kepalanya rusak. Dan dia harus segera melakukan tindakan operasi."
"Apa? operasi?"
"Iya."
Irene diam. Dia masih bingung. Biaya operasi pasti akan sangat mahal. Terlebih kondisi suaminya itu sangat parah. Dari mana Irene akan mendapatkan uang untuk biaya operasi Irwan.
"Ya udah Dok. Lakukan yang terbaik untuk suami saya. Saya ingin dia cepat sembuh Dok."
"Baik Mbak. Kalau begitu, saya permisi dulu."
Irene mengangguk. Setelah itu, dokter pun pergi meninggalkan Irene.
"Aku harus cari bantuan. Tapi, siapa yang mau minjamin aku uang. Biaya operasi itu kan pasti akan sangat mahal. Apa aku harus minta bantuan pada mertuaku, atau orang tuaku."
Saat ini, Irene hanya bisa pasrah. Dia masih berfikir keras untuk mendapatkan uang untuk operasi suaminya. Irene akan mencari pinjaman ke mertua, saudara atau orang tuanya.
***
Sepulang kerja, Ifan tidak langsung pulang ke rumahnya. Tapi, dia memutuskan untuk mampir dulu ke rumah sakit untuk menemui Irene. Dia saat ini, sangat mengkhawatirkan kondisi Irene.
Tadi pagi, suami Irene kecelakaan. Dan Irene sekarang pasti sedang membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya. Ifan harus menemaninya.
Sesampai di rumah sakit, Ifan memarkirkan mobilnya di parkiran mobil. Dia kemudian turun dari mobilnya dan melangkah ke arah ruang UGD.
Sesampai di sana, dia melihat Irene masih sendiri. Ifan melangkah menghampiri Irene dan duduk di sisinya.
Ifan masih menatap lekat Irene. Sejak tadi, Irene seperti orang bingung. Dia hanya bisa melamun dan melamun. Ifan tidak tahu, apa yang ada di fikiran wanita itu.
"Kamu kenapa sih dari tadi diam aja?" tanya Ifan.
Irene yang di tanya hanya diam. Dia sejak tadi, masih memikirkan biaya operasi suaminya. Irene bingung, dia akan mendapatkan uang sebanyak dua puluh juta dari mana.
Irene sudah mencari pinjaman ke orang tuanya. Tapi, mereka tidak punya uang sebanyak itu. Begitu juga dengan mertuanya. Mereka tidak bisa membantu biaya operasi Irwan anaknya. Karena mereka juga tidak punya uang.
"Ren," Ifan menepuk bahu Irene. Mencoba untuk menyadarkannya.
Irene menatap Ifan lekat. Rasanya dia ingin mencurahkan semua rasa yang ada di hatinya itu pada Ifan. Namun, Irene selalu menahan air matanya agar tidak terjatuh di pipinya. Dia tidak mau Ifan melihatnya rapuh. Dia ingin berusaha menjadi tegar di depan orang.
"Aku lagi bingung banget Mas," ucap Irene
"Bingung kenapa?" tanya Ifan.
"Suamiku, harus operasi malam ini juga. Tapi, aku sama sekali tidak punya uang. Tadi aku sudah menghubungi orang tua dan mertuaku. Aku sudah mencari pinjaman ke mertua dan orang tuaku. Tapi, mereka juga sedang tidak punya uang saat ini. Aku bingung. Aku akan dapatkan uang sebanyak itu dari mana?"
"Berapa memang uang yang sedang kamu butuhkan untuk operasi suami kamu?" tanya Ifan serius.
"Dua puluh juta Mas."
"Baiklah, kalau itu aku bisa bantu. Aku akan kasih kamu pinjaman uang dua puluh juta untuk operasi suami kamu."
Irene terkejut mendengar ucapan Ifan. Dia tidak langsung mengiyakan ucapan Ifan. Irene masih diam. Dia masih bingung untuk menerima pinjaman dari Ifan.
Jika dia menerima pinjaman dari Ifan, Irene tidak tahu, bagaimana caranya untuk mengembalikan uang itu. Karena saat ini saja, kehidupannya bersama suaminya hanya pas-pasan.
Suaminya baru di pecat dari pekerjaannya dan Irwan belum mempunyai pekerjaan tetap lagi sekarang. Tabungan Irene juga sudah terkuras habis, karena orang tuanya yang suka sekali meminjam uang kepada Irene.
"Kamu yakin, akan minjamin aku uang sebanyak itu? bagaimana kalau aku nggak bisa membayarnya. Aku nggak bisa Mas, mengembalikan uang kamu secepatnya," ucap Irene menuturkan.
Ifan tersenyum.
"Jangan fikirkan masalah itu Iren. Aku ikhlas membantu kamu. Kalau kamu nggak bisa mengembalikan uangku, tidak usah dikembalikan juga nggak apa-apa. Yang harus kamu fikirkan itu sekarang kesembuhan suami kamu dulu."
"Tapi aku nggak bisa menerima uang kamu dengan cuma-cuma Mas." Irene masih tidak enak dengan kebaikan Ifan itu.
Walau dia dan Ifan pernah saling cinta, tapi Irene yakin, kalau Ifan belum bisa melupakan apa yang sudah pernah orang tua Irene lakukan padanya.
Mereka dulu sering sekali menghina dan mencaci maki Ifan. Andai orang tua Irene tahu seperti apa Ifan sekarang, pasti mereka akan menyesal karena telah menghina Ifan dan memaksa Irene untuk bercerai dari Ifan. Mereka juga memaksa untuk menikahkan Irene dengan Irwan lelaki yang sudah mapan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Happy Kids
lah emg jalanny gt. kl pun dlu ga disuruh cerai, bsa jd ifan g ketemu weni. dan ttp gtu gtu aja. ifan kaya kan jg ga lepas dr weni
2024-09-25
0